CONTOH PROPOSAL SKRIPSI :PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KESADARAN KESEHATAN PADA MASYARAKAT


         LATAR BELAKANG
Setiap manusia dalam menjalani kehidupan tentunya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan itu ada yang sifatnya mutlak dipenuhi dan ada yang sifatnya hanya sampingan atau tambahan. Salah satu contoh kebutuhan yang mutlak dipenuhi adalah pendidikan. Setiap individu memerlukan pendidikan agar nantinya dapat menempatkan diri secara baik di masyarakat. Apabila sampai kebutuhan pendidikan bagi seorang individu tidak terpenuhi maka dapat dipastikan bahwa nantinya ia akan sulit menempatkan diri dan beradaptasi terhadap lingkungan sosialnya. Karena ia tidak memiliki bekal yang cukup untuk dapat berinteraksi secara baik dengan anggota masyarakat yang hal itu merupakan hasil dari proses pendidikan bagi seorang individu.
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia dalam meningkatkan pengetahuan tentang alam sekitarnya. Pendidikan diawali dengan proses belajar untuk mengetahui suatu hal kemudian mengolah informasi tersebut untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Proses belajar tersebut tidak didapat secara instan melainkan melalui tahap-tahap yang pada akhirnya mencapai tujuan yang diharapkan. Manusia akan tertinggal tanpa menempuh pendidikan dan tentunya akan kesulitan pada nantinya menempatkan dirinya di tengah masyarakat untuk kemudian bersosialisasi dengan satu sama lain. Pendidikan sendiri menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat. Aspek itu misalnya yaitu berkaitan dengan bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, kesehatan dan aspek lainnya. Dengan menempuh pendidikan individu mendapatkan ilmu dan keterampilan yang pada nantinya berguna untuk menopang kehidupan individu itu sendiri.
Tujuan pendidikan di indonesia menurut GBHN tahun 1993 dijelaskan bahwa kebijaksanaan pembangunan sektor pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia indonesia, yaitu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, dan sehat jasmani maupun rohani (Pidarta, 1997:11). Secara lebih jauh lagi menurut Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, pada pasal 4 tertera bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang yang mantap, mandiri, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa (Pidarta, 1997:15). Dengan adanya tujuan seperti yang tertera di atas maka nantinya hasil yang diharapkan dari adanya proses pendidikan adalah individu tersebut mampu secara kritis dan tanggap memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dan pada akhirnya dapat menemukan solusi dari pemecahan masalah yang dihadapinya tersebut.
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan vital bagi seorang individu. Kesehatan sendiri dapat diartikan sebagai suatu keadaan optimal pada seseorang baik dalam segi jasmani, rohani, dan sosial budayanya. Setiap orang dalam menjalani kehidupan tentunya sangat mengharapkan dirinya sehat. Apabila seseorang sakit maka dapat dipastikan bahwa orang tersebut  akan vakum untuk sementara waktu dalam menjalani aktifitasnya. Hal itu semakin parah apabila sakit yang diderita adalah sakit yang parah, tentunya akan semakin membuat orang tak bisa berbuat banyak.
White (dalam Effendy, 1998:156) memberikan pengertian sehat adalah keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan maupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit ataupun kelainan, sedangkan konsep sehat yang bersifat individu seseorang dikatakan sehat apabila semua organ tubuhnya dapat berfungsi dalam batas-batas normal sesuai umur dan jenis kelamin (Budiarto dan Dewi Anggraeni, 2001:13).
Perilaku kesehatan seseorang tercermin di dalam perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku itulah yang kemudian sering disebut dengan perilaku atau kesadaran kesehatan. Perilaku kesehatan sendiri merupakan tindakan yang tidak terlepas dari unsur-unsur pengetahuan kepercayaan, nilai, norma (kebudayaan) yang lahir dan berkembang atau hidup dalam organisasi sosial yang diwarnai oleh kepribadian individu-individunya (Kalangie, 1994:19). Perilaku kesehatan ini yang kemudian menjadi cerminan kehidupan seseorang apakah orang tersebut telah mengutamakan kebersihan dalam hidupnya ataukah belum sama sekali.
Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat. Pendidikan merupakan sarana yang digunakan oleh seorang individu agar nantinya mendapat pemahaman terkait kesadaran kesehatan. Kebanyakan orang menilai apabila seseorang itu mendapat proses pendidikan yang baik dan mendapat pengetahuan kesehatan yang cukup maka ia juga akan mempunyai tingkat kesadaran kesehatan yang baik pula. Dengan begitu maka diharapkan pada nantinya orang tersebut akan menerapkan pola hidup sehat dalam hidupnya dan bisa menularkannya ke orang-orang di sekitarnya.
Baru-baru sangat banyak kita jumpai adanya kasus malpraktek yang terjadi di Indonesia. Bukan hanya kasus itu saja tetapi ada juga kasus mengenai seorang anak yang keracunan karena orang tuanya yang salah memberikan resep obat. Kasus-kasus seperti itu seakan menunjukkan bahwa telah terjadi kesalahan yang mengakibatkan terjadinya keadaan tak diinginkan seperti itu.
Yang menjadi ironi di sini telah terjadi ketidaksamaan antara teori yang ada dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Hal itu adalah bahwa dalam teori yang umum ada di masyarakat adalah bahwa seseorang dengan pendidikan yang tinggi tentunya memiliki tingkat kesadaran kesehatan yang tinggi pula, namun apabila seseorang tersebut hanya menempuh jenjang pendidikan minimal maka dapat dikatakan kesadaran kesehatannya akan sangat kurang. Namun baru-baru ini hal tersebut terpatahkan karena sangat banyak orang memiliki tingkat pendidikan rendah tetapi memiliki tingkat kesadaran yang bisa dibilang lumayan. Dengan adanya hal tersebut kemudian muncul sebuah pertanyaan “apakah ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap kesadaran kesehatan seseorang?”.  Hal itu kemudian menjadi sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, karena banyak kemungkinan yang membuat hal tersebut sampai bisa terjadi.
Dari uraian latar belakang di atas kemudian peneliti ingin mengkaji lebih lanjut hal tersebut dalam sebuah penelitian yang  berjudul "PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KESADARAN KESEHATAN PADA MASYARAKAT"

  1. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1)      Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat kesadaran kesehatan masyarakat di desa Juanalan Pati?

  1. TUJUAN PENELITIAN
Dalam sebuah penelitian baik itu penelitian yang bersifat ilmiah maupun penelitian sosial dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan penelitian tertentu. Maka dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti adalah :
1)      Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat kesadaran kesehatan masyarakat di desa Juanalan Pati.

  1. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a. Manfaat Teoritis
            Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah:
1)      Memperoleh penjelasan mengenai seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan  terhadap tingkat kesadaran kesehatan masyarakat di desa Juanalan Pati.
2)      Dengan penelitian ilmiah ini diharapkan pada nantinya dapat menambah khasanah ilmu sosiologi kesehatan khususnya yang berkaitan dengan lingkup pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat kesadaran kesehatan di masyarakat.
b. Manfaat Praktis
1)      Untuk memenuhi tugas Ujian Akhir mata kuliah Metode Penelitian Kuantitatif yang diberikan oleh dosen-dosen penguji.
2)      Untuk menambah koleksi kumpulan penelitian ilmiah yang ada di perpustakaan, khususnya yang berkaitan mengenai pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat kesadaran kesehatan maupun koleksi lain yang sejenis.
3)      Dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman untuk menganalisis kasus-kasus yang berkaitan mengenai keterkaitan maupun pengaruh dari tingkat pendidikan terhadap tingkat kesadaran kesehatan masyarakat.

  1. PENEGASAN ISTILAH
1)      Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana pembelajaran dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sembiring, 2006:97).
Yang dimaksud tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh tiap-tiap anggota keluarga di masyarakat desa Juanalan Pati. Pendidikan itu melingkupi proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Umumnya dalam masyarakat desa Juanalan Pati memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi dan ada pula yang sama. Tingkat pendidikan di sini dikategorikan ke dalam beberapa tingkatan yang meliputi 3 macam yaitu tingkat pendidikan rendah (tamat SD,SMP), tingkat pendidikan menengah (tamat SMA/SMK), dan tingkat pendidikan tinggi (tamat Perguruan Tinggi).


2)      Tingkat Kesadaran Kesehatan
White (dalam Effendy, 1998:156) Sehat adalah keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan maupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit ataupun kelainan, sedangkan konsep sehat yang bersifat individu seseorang dikatakan sehat apabila semua organ tubuhnya dapat berfungsi dalam batas-batas normal sesuai umur dan jenis kelamin (Budiarto dan Dewi Anggraeni, 2001:13)
Kesadaran kesehatan yang dimaksud di sini adalah tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh anggota masyarakat di desa Juanalan Pati mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pola hidup sehat. Pola hidup sehat sendiri dapat diartikan sebagai perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan individu untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu kesehatannya (Notoatmodjo, 2003:118). Pola hidup sehat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengenai pemahaman seseorang tentang pemilihan obat untuk sakitnya, pola makan dan standar kecukupan gizinya, pemahaman mengenai lingkungan yang sehat dan bersih, tidak merokok, mandi dengan air yang bersih dan layak, buang air besar dan kecil di jamban, cuci tangan sebelum makan, dan pengambilan keputusannya dalam memilih layanan kesehatan yang akan diaksesnya apabila sakit.

  1. SISTEMATIKA SKRIPSI
Sistematika penulisan tentang isi skripsi ini terdiri dari bagian awal skripsi, bagian inti skripsi, dan bagian akhir skripsi. Bagian awal skripsi berisi tentang halaman judul, abstrak, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi dan daftar lampiran.
            Bagian inti skripsi terdiri dari lima bab, yaitu :
BAB I             : Pendahuluan, berisi alasan pemilihan judul, permasalahan, penegasan   istilah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II            : Landasan teori dan Hipotesis, membahas teori yang melandasi permasalahan skripsi sarta penjelasan yang merupakan landasan teoritis yang diterapkan dalam skripsi, pokok bahasan yang terkait dengan pelaksanaan penelitian dan hipotesis tindakan
BAB III          : Metode penelitian, variabel penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan metode analisis data
BAB IV          : Hasil penelitian dan pembahasan, berisi semua hasil penelitian yang dilakukan dan pembahasanya
BAB V            : Penutup, mengemukakan simpulan hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan peneliti berdasarkan simpulan
            Bagian akhir skripsi, berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran

  1. LANDASAN TEORI
1)      Tingkat Pendidikan
  1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah proses bertahap yang terlaksana secara terstruktur dan ada aturan yang mengikat, yang dalam pelaksanaannya melibatkan pihak-pihak tertentu yang merupakan komponen utama di dalam proses belajar mengajar. Pendidikan tidak dapat dilaksanakan secara asal-asalan karena hal itu nantinya dapat berimbas buruk bagi proses belajara mengajar tersebut, yang juga merupakan bagian dari proses pendidikan.
Pendidikan sendiri merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana pembelajaran dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sembiring, 2006:97).
Pendidikan pada umumnya berarti dapat diartikan sebagai sebuah upaya untuk menambah wawasan dan khasanah pengetahuan pada seorang individu yang dalam hal ini adalah seorang siswa dan juga menanamkan kepribadian yang luhur pada siswanya agar nantinya dapat berguna bagi keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa. Hal itu sesuai dengan pernyataan yang tercantum di dalam UU RI No. 20 tahun 2003 yang mengatakan bahwa pada hakikatnya pendidikan dilaksanakan demi mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik pada nantinya dapat mengembangkan kemampuannya dalam hal spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukannya, masyarakat, bangsa dan negaranya (Sembiring, 2006:97).
  1. Ruang Lingkup Pendidikan
Pendidikan dalam menjalankan perannya di masyarakat tentunya memiliki ruang lingkup tertentu yang nantinya akan berfungsi menjaga tugas dari pendidikan itu sendiri agar tidak berbenturan dengan komponen lainnya. Adapun yang menjadi ruang lingkup pendidikan adalah meliputi pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal.


  1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah pendidikan yang disusun secara terstruktur dan mempunyai tingkatan atau jenjang serta mempunyai suatu aturan yang tegas dan jelas, dimana pendidikan ini mempunyai suatu bentuk atau organisasi yang terstruktur dan teratur secara baik. Pendidikan ini kebanyakan memiliki suatu perijinan dan juga lingkup hukum yang melindungi proses pendidikan ini. Pendidikan formal ini misalnya yaitu pendidikan di sekolah, kampus, maupun lembaga pendidikan formal lain yang sesuaiu dengan ketentuan sebagai pendidikan formal. Di samping hal tersebut pendidikan formal memiliki ciri-ciri tertentu yang meliputi:
a)      Adanya perjenjangan
Pendidikan formal di sini memiliki suatu tingkatan atau jenjang tertentu yaitu dimulai dari jenjang taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi.
b)      Program atau bahan pelajaran untuk setiap jenis sekolah  bahkan untuk setiap kelas sudah diatur secara formal.
Di sini berarti bahwa memang sudah ada ketentuan yang mengatur mengenai bahan ajar yang diberikan pada siswa dan juga program yang tepat diajarkan agar nantinya sasaran pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
c)      Cara atau metode mengajar di pendidikan formal mengikuti pola tertentu yang sudah ditetapkan. Mengajar mengikuti asa diktatik dan menggunakan pola pengajaran tertentu. Secara formal telah ditentukan bahwa tiap guru harus mengikuti jadwal pelajaran atau akhir semester membuat laporan hasil pelajaran siswa.
d)     Penerimaan murid
Anak-anak yang mengikuti pendidikan formal harus mengikuti syarat-syarat tertentu yang menjadi persyaratan untuk nantinya masuk ke lembaga formal itu. Untuk dapat naik ke jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi diperlukan adanya syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi misalnya harus mempunyai nilai raport sesuai standart, memiliki ijazah, lulus tes masuk maupun yang lainnya.
e)      Homogenitas murid
Dengan adanya syarat usia dan latar belakang pendidikan yang harus dipenuhi, maka terdapat sekelompok murid yang relatif bersifat homogen di dalam suatu kelas yang menerima pelajaran yang sama dan pada waktu yang sama pula. Hal ini kemudian menyebabkan adanya kesamaan yang melekat pada karakteristik siswa tersebut dalam mengikuti pendidikan formal.
f)       Jangka waktu
Pendidikan formal dalam menyelesaikan proses pendidikannya memerlukan waktu yang relatif panjang dan lama. Apabila mengharapkan masyarakat yang maju dan cerdas maka harus ditunjang pula dengan makin lama pendidikan formal, agar nantinya tiap individu dapat beradaptasi dan berpikir secara baik di dalam masyarakat.
g)      Kewajiban belajar
Pendidikan formal dapat diwajibkan oleh negara bagi semua warga negaranya agar nantinya tercapai kelangsungan hidup dan kemajuan negara yang dilakukan dengan cara adanya tuntutan untuk menjalani pendidikan formal tertentu.
h)      Penyelenggaraan
Pendidikan formal yang diadakan oleh pihak pemerintah ataupun swasta memerlukan suatu organisasi dalam susunan administrasi yang teratur dan rapi tentunya.
i)        Waktu belajar
Pendidikan formal diberikan menurut jadwal tertentu yang telah ditetapkan. Jam mulai masuk dan jam selesai sekolah serta waktu setiap pelajaran ditentukan secara formal. Guru dituntut harus berpegang teguh pada jadwal itu untuk menjamin agar tiap mata pelajaran diberikan alokasi waktu yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
j)        Uniformitas
Pendidikan formal memiliki unoformitas tertentu di setiap negara yaitu meliputi uniformitas dalam penyelenggaraannya, metode pengajaran, bahan pelajaran, pengalokasian waktu untuk tiap mata pelajaran, evaluasi, kenaikan kelas, ujian, syarat untuk menjadi tenaga pengajar, gaji guru, penerimaan murid baru dan hal-hal lain yang juga terkait (Hadikusumo, 1996:26-27).
  1. Pendidikan Nonformal
Pendidikan non formal dapat diartikan sebagai berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara terorganisir agar nantinya terutama generasi muda dan juga individu yang dewasa, yang tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali berkesempatan mengikuti sekolah agar dapat memiliki pengetahuan praktis dan kemampuan dasar yang mereka perlukan sebagai warga masyarakat yang produktif (Hadikusumo, 1996:28). Pendidikan non formal mempunyai peranan tak kalah penting dengan pendidikan formal di sekolah. Hal ini dikarenakan nantinya pendidikan non formal dapat menyampaikan informasi yang tidak didapat oleh siswa di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa anatara pendidikan formal dan non formal saling membantu dan melengkapi satu sama lain.
  1. Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh oleh setiap individu di rumah di dalam lingkungan keluarganya. Pendidikan ini berlangsung tanpa adanya organisasi, yakni tanpa ada inidividu yang berperan sebagai pendidik, tanpa adanya program yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, dan tanpa ada evaluasi yang berbentuk ujian (Hadikusumo, 1996:25). Proses pendidikan ini berlangsung semenjak anak lahir sampai akhir hidupnya. Pengaruh dari pendidikan semacam ini sangatlah besar, karena pendidikan inilah yang paling pertama membentuk kepribadian sang individu. Pendidikan ini misalnya yang umum di masyarakat adalah penanaman nilai kesopanan, nilai kebersihan, nilai etika, dan lain-lain.
  1. Tingkatan atau Jenjang Pendidikan
Pendidikan dalam prosesnya mempunyai tingkatan-tingkatan tertentu yang menjadi simbol tentang level seseorang individu telah menguasai atau menyelesaikan tingkatan pendidikan tertentu. Menurut UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 14 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa jenjang atau tingkatan pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
  1. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang memberikan pengetahuan atau ketrampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan peserta didik serta mempersiapkannya untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi (Tim MKDK IKIP, 1991:31). Yang dimaksud pendidikan dasar adalah meliputi jenjang SD dan SMP atau sekarang lebih sering didengar dengan kebijakan wajib belajar 9 tahun.
  1. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alamsekitar (Kasmad, 2007:13). Yang dimaksud pendidikan menengah di sini adalah pada jenjang SMA atau SMK yang dilaksanakan selama 3 tahun.
  1. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi ini merupakan jenjang paling tinggi dalam proses pendidikan seorang individu. Jenjang pendidikan ini dalam prosesnya mencoba membentuk keahlian dari seorang individu sesuai dengan kemampuan yang diminatinya agar nantinya dapat langsung turun di dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan secara lebih spesifik mengarahkan seorang agar nantinya memiliki tingkat pengetahuan yang luas dan siap bersaing di bursa kerja. Pendidikan tinggi di sini meliputi program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.
  1. Fungsi Pendidikan
Dalam prosesnya, pendidikan tentunya memiliki fungsi tertentu yang mebuatnya nantinya dapat bermanfaat bagi peserta didik. Hal itu dimaksudkan agar nantinya proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Secara umum fungsi pendidikan di Indonesia tercantum di dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar nantinya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Sembiring, 2006:102).
Lebih jauh lagi Broom dan Selznick mengatakan bahwa fungsi pendidikan sekolah di masyarakat ada lima macam yaitu (a) transmisi kebudayaan, (b) integrasi sosial, (c) inovasi, (d) seleksi dan alokasi, (e) mengembangkan kepribadian anak.
Fungsi pendidikan sendiri adalah menanamkan aspek-aspek kehidupan di masyarakat agar nantinya dapat diterima dan dicerna oleh individu secara baik dan tidak melenceng dari harapan. Aspek itu juga melingkupi bidang kesehatan. Pada nantinya sang individu diberikan pemahaman dari pihak sekolah untuk menanamkan perilaku sehat dan juga nilai-nilai terkait kesehatan agar nantinya siswa dapat mengerti benar apa itu pola hidup sehat dan tentunya akan mempraktikannya dalam kehidupan.
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang menentukan sikap dan pola perilakunya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin tinggi pula tingkat pola perilakunya, namun semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka hampir dapat dipastikan tingkat pola perilakunya juga rendah. Walaupun kenyataan itu sekarang mulai banyak terpatahkan karena banyak orang dengan tingkat pendidikan yang rendah ternyata memiliki tingkat pola perilaku yang tinggi karena ada faktor pemahaman agama dan juga pemahaman lainnya.
2)      Kesadaran Kesehatan
Kesehatan menurut UU No. 23 tahun 1992 adalah suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial maupun ekonomi (Notoatmodjo, 2003:13). Dalam pengertian itu dapat diartikan bahwa kesehatan merupakan sesuatu keadaan yang sangat diharapkan oleh seseorang agar nantinya tetap dapat beraktifitas secara maksimal. Tingkat kesadaran kesehatan seseorang sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu meliputi : (1) environmentatau lingkungan, (2) behaviour atau perilaku, (3) heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk dan sebagainya, dan (4) health care service atau program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif (Notoatmodjo, 2007:120).
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007:17) mengatakan bahwa yang paling mempengaruhi kesehatan seseorang adalah perilaku dan faktor non perilaku. Perilaku sendiri terbentuk karena adanya proses pendidikan sebelumnya yang melalui beberapa tahap hingga kemudian terbentuk pola perilakunya. Hal itu menunjukkan bahwa secara tidak langsung pendidikan juga berpengaruh terhadap kesehatan seseorang.
Hasil dari pendidikan terkait kesehatan adalah dalam  bentuk kesadaran kesehatan. Kesadaran adalah keadaan dimana seseorang dalam keadaan siap dari segi fisik dan pikiran untuk menerima atau melakukan hal-hal tertentu. Kesadaran merupakan keadaan yang optimal pada seseorang dimana orang tersebut dalam keadaan tersebut mampu menyerap segala hal yang diberikan dengan baik dan maksimal.
Jadi dari sini dapat disimpulkan bahwa kesadaran kesehatan merupakan keadaan optimal pada seseorang dimana di situ terdapat pemahaman mengenai kesehatan pada diri seseorang. Kesadaran kesehatan menjadi titik yang menentukan sejauh mana seseorang mengerti dan memahami mengenai kesehatan. Pemahaman itu bisa berbentuk tindakan, pengetahuan, maupun upaya pencegahan untuk tetap m enjaga kesehatan pada dirinya agar tetap optimal.
Kesadaran kesehatan sendiri terdiri dari beberapa hal yaitu : (1) kesadaran tentang penyebab penyakit, gejala-gejala, cara-cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan, cara penularan, dan juga cara pencegahan. (2) kesadaran tentang cara-cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat seperti kesadaran pentin gnya olahraga, makan bergizi, bahaya merokok, dll. (3) kesadaran tentang kesehatan lingkungan seperti manfaat air bersih, cara-cara pembuangan limbah dan sampah alibat populasi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005:56).
Kesadaran kesehatan perlu ditanamkan pada seseorang sejak ia kecil agar nantinya ia dapat tumbuh menjadi individu yang sadar sehat. Sebenarnya pemahaman mengenai istilah pengetahuan kesehatan dan kesadaran kesehatan hampirlah sama. Bahkan tidak ada bedanya dalam segi konsep. Hanya saja kesadaran lebih karena pengaruh lingkungan sekitar individu yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola perilaku individu dalam hal kesehatan. Pengaruh itu bisa dari lingkungan pendidikan, budaya, masyarakat, maupun hal-hal lainnya. Jadi di sini secara garis besar dapat dikatakan bahwa ada kesamaan pengertian antara pengetahuan kesehatan dan kesadaran sehingga pada nantinya tidak membingungkan.

J. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian. Menurut pendapat Arikunto, hipotesis adalah sebagai jawaban sementara terhadap suatu permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang sudah terkumpul. Hipotesis dalam penelitian ini ada dua macam yaitu :
Hk (Hipotesis Kerja) dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesadaran kesehatan masyarakat.
Ho (Hipotesis Nol) dalam penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesadaran kesehatan masyarakat.

K.    METODE PENELITIAN
1)      Jenis dan Desain penelitian
Penelitian kali ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, dimana pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data yang bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2008:8). Sedangkan metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode survei yaitu penelitian yang mengambil sampe dari satu populasi dengan menggunakan kuosioner sebagai alat pengumpul data pokok (Singarimbun, 1989:3). Analisis data yang digunakan adalah dengan uji korelasi yang digunakan untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat kesadaran kesehatan di masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka desain dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
            Keterangan :    X= Tingkat pendidikan sebagai variabel bebas
                                    Y= Tingkat kesadaran kesehatan sebagai variabel terikat
2)      Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
  1. Populasi
Dalam sebuah penelitian kuantitatif sangatlah dibutuhkan adanya populasi karena populasi yang menjadi awal mula data penelitian kuantitatif berasal. Populasi dapat diartikan sebagai wilayah generalisasi yang di dalamnya terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan sendiri oleh peneliti untuk nantinya dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:80). Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh orang kategori dewasa dalam seluruh keluarga yang berada dan bertempat tinggal di desa Juanalan Pati yang berjumlah 270 orang.
  1. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi dari penelitian tersebut (Sugiyono, 2008:81). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan cara Proportionate Stratified Random Sampling yaitu pengambilan sampel populasi bila populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2008:82).
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel sebanyak 155 orang. Menurut rumus Isaac dan Michael dalam Sugiyono (2008), dengan jumlah populasi sebanyak 270 orang maka dengan taraf kesalahan 5% dapat diketahui jumlah sampel sebanyak 152 orang.rumus yang digunalan adalah sebagai berikut :

S = ƛ2.N.P.Q
      d2(N-1)+ƛ2.P.Q

 Kemudian agar lebih aman bilangan koma dibulatkan dan didapat jumlah sampel sebanyak 155 orang, dengan rincian sebagai berikut :
            Tingkat S1                               : 22/270 x 152 = 12,38 dibulatkan 13 orang
            Tingkat Sarjana Muda             : 43/270 x 152 = 24,2 dibulatkan 25 orang
            Tingkat SMK/SMA                : 96/270 x 152 = 54,04 dibulatkan 55 orang
            Tingkat SMP                           : 85/270 x 152 = 47,85 dibulatkan 48 orang
            Tingkat SD                              : 24/270 x 152 = 13,51 dibulatkan 14 orang
            Maka keseluruhan jumlah sampel yaitu 13+25+55+48+14= 155 orang.

3)      Variabel Penelitian
Di dalam penelitian kuantitatif sangatlah mutlak diperlukan adanya variabel-variabel penelitian. Karena variabel inilah yang nantinya akan diteliti dan diketahui hasilnya. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga nantinya dapat diperoleh informasi tentang hal tersebut, hingga nantinya ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2008:38).
Variabel penelitian sendiri dalam penelitian kuantitatif dibedakan menjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Menurut Sugiyono (2008), penjelasan dari variabel tersebut adalah :
·         Variabel Bebas atau Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas pada penelitian ini yaitu tingkat pendidikan (variabel X).
·         Variabel terikat atau Dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat kesadaran kesehatan (variabel Y).

4)      Validitas dan Reliabilitas
  1. Validitas
Validitas adalah suatu ukran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahiha, keakuratan stabil atau konsisten dalam mengukur apay yang sedang diukur atau instrument (Nazir, 1999:174). Jenis validitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi adalah jenis validitas yang membandingkan antara isi instrumen dengan kenyataan data yang ada, dengan dibantu menggunakan kisi-kisi instrumen, ataupun materi pengembangan instrumen (Sugiyono, 2008:129). Teknis uji validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan rumus product moment, yaitu sebagai berikut :
rxy =   N∑XY-(∑X)(∑Y)
       √{N∑X2-(∑Y2-(∑Y2)}

Keterangan :
rxy           = koefisien indek korelasi product moment
∑X      = jumlah skor X
∑Y      = jumlah skor Y
∑X2       = jumlah kuadrat dari skor X
∑Y2       = jumlah kuadrat dari skor Y
N         = jumlah responden
(∑X)2   = jumlah skor X kuadrat
(∑Y)2   = jumlah skor Y kuadrat
(Arikunto, 1996:160).
  1. Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu ketepatan atau tingkat presisi suatu ukuran atau alat ukur (Nazir, 1999:160). Lebih lanjut reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest(stability), equivalent, dan gabungan dari keduanya. Secara internal dapat dilakukan dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu (Sugiyono, 2008:130).
Jenis reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabilitas internal consistency. Reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik tertentu (Sugiyono, 2008:131). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut  :
ri= [    k    ] [1-∑αb2]
       (k-1)          αt2

Keterangan :
ri                          = realibilitas instrument
k                          = banyaknya pertanyaan atau soal
∑αb2                            = jumlah varians butir
αt2                        = varians total
(Arikunto, 1996:191).
Rumus Varians :
α2= ∑X2-(∑X)2
                  N
            N
Keterangan :
∑X                      = jumlah skor X
N                         = jumlah responden


5)      Teknik Pengumpulan Data
Dalam sebuah penelitian tentunya diperlukan adanya sebuah teknik pengumpulan data. Hal ini agar nantinya agar dapat diperoleh data sesuai dengan kebutuhan penelitian. Selain itu hal ini juga diperlukan agar nantinya mempermudah peneliti memperoleh data dan juga terutama agar data yang diperoleh bersifat ilmiah. Berdasarkan hal tersebut, maka teknik pengumpulan dalam penelitian ini adalah :
  1. Kuosioner
Kuosioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan terbuka atau tertutup kepada responden untuk dijawabnya. Teknik ini cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas (Sugiyono, 2008:142).
Pendapat lain mengatakan bahwa kuosioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang diketahuinya (Arikunto, 1996:139).
Teknik ini dipilih peneliti agar nantinya didapat data valid mengenai pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat kesadaran kesehatan dari pertanyaan yang dijawab oleh responden.
Skala yang digunakan dalam angket kuosiner yang nantinya diberika kepada responden untuk dijawab adalah dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang sebuah fenomena sosial (Sugiyono, 2008:93). Skala likert pada penelitian ini meliputi :
Jawaban a= Selalu
Jawaban b= Sering
Jawaban c= Kadang-kadang
Jawaban d= Tidak pernah
  1. Observasi
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Metode pengumpulan data berupa observasi adalah teknik pengumpulan data yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis (Sugiyono, 2008:145). Teknik pengumpulan data observasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu yang pertama observasi non sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument penelitian. Dan yang kedua adalah observasi sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan (Arikunto 2006:157).
Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checking atau pembukuan terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya.

6)      Metode Pengolahan dan Analisis Data
Dalam menganalisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu :
  1. Analisis Deskriptif Prosentase
Jika dalam sebuah penelitian ditemukan data yang berbentuk kualitatif maka skor dijumlahkan dan dibandingkan dengan skor kemudian dapat diperoleh prosentasinya (Arikunto, 1993:209). Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah sebagai berikut :
% =  n x 100%
       N
Keterangan :
%         = tingkat keberhasilan yang dicapai
n          = nilai yang diperoleh
N         = nilai total
(Ali, 1983:186).
            Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1.)    Memeriksa angket dan juga kelengkapannya
2.)    Mengubah skor kualitatif menjadi skor kuantitatif dengan cara :
a)      Jawaban a diberikan skor 3
b)      Jawaban b diberikan skor 2
c)      Jawaban c diberikan skor 1
3.)    Membuat tabulasi data
4.)    Memasukkan dalam rumus deskriptif prosentase
5.)    Membuat tabel rujukan dengan cara sebagai berikut :
a)      Menetapkan presentase tertinggi : (4:4) X 100% = 100%
b)      Menetapkan presentase terendah : (1:4) X 100% = 25%
c)      Menetapkan rentang presentase : 100% - 25% = 75%
d)     Menetapkan kelas interval presentase : 75 : 4 = 18,75%

  1. Analisis uji korelasi dengan product moment
Langkah yang selanjutnya untuk mengetahui kevalidan data yaitu dengan menggunakan rumus product moment. Rumus tersebut yaitu sebagai berikut :

 rxy = N∑XY-(∑X)(∑Y)
       √{N∑X2-(∑Y2-(∑Y2)}

Keterangan :
rxy           = koefisien indeks korelasi product moment
∑X      = jumlah skor X
∑Y      = jumlah skor Y
∑X2       = jumlah kuadrat dari skor X
∑Y2       = jumlah kuadrat dari skor Y
N         = jumlah responden
(∑X)2   = jumlah skor X kuadrat
(∑Y)2   = jumlah skor Y kuadrat
(Arikunto, 1996:254).

                              
Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta.
Effendi, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Hadikusumo, Kunaryo. 1996. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Press.
Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Gahlia Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sembiring, Sentosa. 2006. Himpunan Perundang-Undangan Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Nuansa Aulia.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (Ed). 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Sugiyono. 2008.  Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:  Alfabeta.