B A B
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pengajaran yang banyak menggunakan verbalisme, tentu akan membosankan,
sebaliknya pengajaran akan lebih menarik bila siswa gembira dalam belajar atau
senang karena merasa tertarik dan mengerti pelajaran yang diterimanya. Dengan
demikian kegiatan belajar akan lebih efektif.
Belajar yang efektif harus dimulai dari
pengalaman langsung atau pengalaman kongkrit dan menuju kepada pengalaman yang
lebih abstrak. Belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga dalam
pengajaran dari pada tanpa dibantu dengan alat pengajaran. Agar proses belajar
mengajar dapat berhasil dengan baik, siswa sebaiknya diajak untuk memanfaatkan
semua alat inderanya. Guru berusaha untuk menampilkan rangsangan (stimulus), yang dapat diproses dengan
berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan
mengolah informasi, maka semakin besar kemungkinan informasi tersebut
dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan.
Hamalik (1986) mengatakan bahwa pemakaian layanan
informasi dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat
yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
membawa pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa.
Dengan demikian, siswa diharapkan akan dapat
menerima dan menyerap dengan mudah dan baik pesan-pesan dalam materi yang
disajikan. Untuk memanfaatkan semua alat indera-indera dalam
kegiatan belajar mengajar diperlukan rangsangan (stimulus). Sedangkan rangsangan tersebut dapat direaliasasikan
dengan penggunaan peraga dalam pendidikan. Peraga dalam pengajaran bisa disebut
dengan layanan informasi.
Hal ini ditegaskan oleh Arsyad (2003), yang
mengatakan bahwa, kegiatan belajar mengajar pemakaian kata layanan informasi
digantikan oleh istilah seperti alat pandang-dengar, bahan pengajaran,
komunikasi pandang dengar, pendidikan alat peraga pandang, teknologi
pendidikan, alat peraga, dan media penjelas. Perkembangan Ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan
hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Guru dituntut agar menggunakan
alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, tidak menutup kemungkinan bahwa alat-alat
tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru harus dapat
menggunakan alat yang murah dan efisien meskipun sederhana dan bersahaja tetapi
merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan
(Arsyad, 2003)
Untuk itu dalam menggunakan layanan informasi guru
harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang layanan informasi,
seperti apa yang disampaikan oleh Hamalik (1994), bahwa dalam mengunakan
layanan informasi guru harus memahami tentang: (1) media sebagai alat
komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar, (2) fungsi media
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, (3) seluk beluk proses belajar, (4)
hubungan antara metode mengajar dengan media pendidikan, (5) nilai atau manfaat
media pendidikan dalam pengajaran, (6) pemilihan dan penggunaan media
pendidikan, (7) berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan, (8) media
pendidikan dalam setiap mata pelajaran, dan (9) usaha inovasi dalam pendidikan.
Fenomena-fenomena tersebut di atas, mendorong
peneliti untuk melakukan suatu penelitian tindakan (action research) dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan
layanan informasi pada siswa kelas VIII A SMP Mataram
Kasihan, Bantul. Beberapa alasan pentingnya layanan informasi digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar dalam penelitian tindakan ini, adalah: (1)
dengan layanan informasi siswa belajar akan lebih kongkrit dan tidak verbalisme, (2) siswa lebih memiliki
motivasi dalam belajar, sebab dengan layanan informasi, kegiatan belajar akan lebih
menarik, (3) kegiatan belajar lebih bervariatif, (4) siswa dapat melakukan
kegiatan belajar sendiri dengan layanan informasi yang dihadapi, dan (5) dengan
layanan informasi kegiatan belajar siswa akan lebih membawa pemikiran siswa
kepada kehidupan sehari-hari.
Dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan
peneliti tersebut, maka muncul beberapa permasalahan dalam kegiatan penelitian
ini. Mengapa layanan informasi sangat penting digunakan dalam upaya
meningkatkan motivasi belajar siswa dalam rangkaian kegiatan belajar
mengajar ?. Apakah dampak penggunaan layanan informasi dalam kegiatan belajar
mengajar? Hal ini perlu dibuktikan dalam penelitian tindakan ini, khususnya
pada upaya meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VIII A SMP Mataram Kasihan, Bantul.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang penelitian
tindakan yang berjudul Meningkatkan Minat Belajar Bidang Bimbingan Pribadi dan
Sosial Materi Pentingnya mengatur waktu di Sekolah pada Siswa Kelas VIII A
Mataram
Kasihan, Bantul dengan Menggunakan Layanan informasi
tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.
Apakah Penggunaan Layanan informasi
dalam kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
kelas VIII A
SMP Mataram?
2.
Bagaimanakah Dampak Penggunaan
Layanan informasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar pada Siswa Kelas VIII A SMP Mataram,
Kabupaten Bantul?
C. Pembatasan Masalah
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada
permasalahan dampak penggunaan layanan informasi dalam kegiatan belajar mengajar
siswa kelas VIII A
SMP Mataram Kasihan, Bantul terhadap
upaya peningkatan motivasi belajarnya.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan ini adalah mengetahui
dan mendeskripsikan: (1) Penggunaan Layanan informasi dalam kegiatan belajar mengajar
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VIII A SMP Mataram, dan
(2) Dampak Penggunaan Layanan informasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar pada
Siswa Kelas VIII A
SMP Mataram Kasihan, Bantul.
E. Rencana Pemecahan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang nampak yaitu
rendahnya motivasi belajar siswa kelas VIII A SMP Mataram Kasihan, Bantul. Maka
peneliti akan menggunakan alat peraga berupa OHP+LCD dalam proses pemberian
layanan informasi.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada rumusan tujuan penelitan
tindakan tersebut, maka tujuan penelitian tindakan ini, diharapkan bermanfaat
bagi :
1. Guru SMP
Sebagai masukan pengetahuan kepada guru dalam
upaya meningkatkan hasil belajar yang optimal dengan menggunakan layanan
informasi yang tepat. Salah satunya adalah penggunaan media layanan
informasi dalam pembelajaran siswa kelas VIII A SMP Mataram.
2. Siswa SMP
Siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar
tidak verbalisme terhadap materi yang
diajarkan guru, bila guru menggunakan layanan informasi dalam proses belajar mengajarnya.
3. Lembaga SMP
Lembaga sekolah perlu memperhatikan kebutuhan
media yang digunakan dalam proses belajar mengajar, dengan harapan tujuan
pembelajaran yang dilakukan di lembaga tersebut dapat tercapai secara optimal.
E. Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian
tindakan yang berjudul Meningkatkan Motivasi Belajar Bidang Bimbingan Pribadi dan
Sosial Materi Pentingnya mengatur waktu di Sekolah Pada Siswa Kelas VIII A
SMP Mataram
Kasihan, Bantul yang dilakukan oleh peneliti, dapat dirumuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut:
“Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas VIII A SMP Mataram Kasihan,
Bantul menggunakan layanan informasi dalam menyampaikan materi pembelajaran,
maka dimungkinkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa kelas VIII A SMP Mataram Kasihan,
Bantul akan lebih baik dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang
dilakukan oleh guru sebelumnya”.
G.
Penegasan
Istilah
Agar dalam pembahasan penelitian tindakan ini
mengarah pada uraian yang lebih spesifik sesuai dengan ruang lingkup
penelitian, maka akan ditegaskan beberapa istilah dalam penelitian ini.
Diantaranya:
- Layanan informasi
Layanan informasi yang dimaksud adalah peraga
yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar, dengan tujuan
memperlancar kegiatan belajar dalam usaha pencapaian tujuan pembelajaran.
- Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah kecenderungan dimana
seseorang mempunyai perhatian terhadap sesuatu dan disertai keinginan untuk
mengetahui dan mempelajari maupun membuktikan lebih lanjut.
Motivasi belajar yang dimaksud dalam penelitian
tindakan ini adalah motivasi belajar siswa kelas VIII A SMP Mataram Kasihan, Bantul
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah.
B A B
II
KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Layanan Informasi
Pelayanan
Informasi yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan konseli
memahami lingkungan (seperti sekolah) yang baru dimasuki konseli,untuk
mempermudah dan memperlancar berperannya konseli dilingkungan yang baru.Tujuan
pelayanan informasi ditujukan untuk siswa yang baru dan untuk pihak lain
(terutama orang tua siswa ) guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri
(terutama penyesuaian siswa) terhadap sekolah yang baru dimasuki.
-
Bagaimana
Memilih Layanan informasi
Beberapa kriteria pemilihan media bersumber dari
konsep bahwa media merupakan bagian dari sistem instruksional secara
keseluruhan. Untuk itu ada beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam
memilih media. Diantaranya:
a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
Media dipilih berdasarkan
tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada
salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Tujuan ini dapat dilayanan informasikan dalam bentuk tugas yang
harus dikerjakan atau dipertunjukkan oleh siswa, seperti menghafal, melakukan
kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik atau pemakaian prinsip-prinsip seperti
sebab dan akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman konsep-konsep atau
hubungan-hubungan perubahan, dan mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan
pemikiran pada tingkatan lebih tinggi.
b. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang
sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi
Media yang berbeda, misalnya film dan grafik
memerlukan simbol dan kode yang berbeda, dan oleh karena itu memerlukan proses
dan keterampilan mental yang berbeda untuk memahaminya. Agar dapat membantu
proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan
kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa. Televisi, misalnya,
tepat untuk mempertunjukkan proses dan transformasi yang memerlukan manipulasi
ruang dan waktu.
c. Praktis, luwes, dan bertahan
Jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber daya
lainnya untuk memproduksi, tidak perlu dipaksakan. Media yang mahal dan memakan
waktu lama untuk memproduksinya bukanlah jaminan sebagai media yang terbaik.
Kriteria ini menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada, mudah
diperoleh, atau mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya
dapat digunakan di mana pun dan kapan pun dengan peralatan yang tersedia di
sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa ke mana-mana.
d. Guru terampil menggunakannya
Ini merupakan salah satu kriteria utama. Apa pun
media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran. Nilai
dan manfaat media amat ditentukan oleh guru yang menggunakannya. Proyektor
transparansi (OHP), proyektor slide dan film, komputer, dan peralatan canggih
lainnya tidak akan mempunyai arti apa-apa jika guru belum dapat menggunakannya
dalam proses pembelajaran ssebagai upaya mempertinggi mutu dan hasil belajar.
e. Pengelompokan sasaran
Media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu
sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perseorangan. Ada media
yang tepat untuk jenis kelompok besar, kelompok sedang, kelompok kecil dan
perseorangan.
f. Mutu Teknis
Pengembangan visual baik layanan informasi maupun
fotograf harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya, visual pada
slide harus jelas dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain
yang berupa latar belakang.
2. Manfaat dan Fungsi Layanan Informasi
Penggunanaa layanan informasi dalam kegiatan
belajar mengajar memiliki manfaat dan fungsi dalam upaya pencapaian hasil
belajar yang optimal. Adapun manfaat dan fungsi layanan informasi tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Manfaat Layanan Informasi
Menurut Sudjana & Rival (1992), beberapa manfaat
dari layanan informasi dalam proses belajar siswa. Diantaranya, (1) pengajaran
akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar,
(2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami
oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran, (3)
metode akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui
penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak
kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran, dan
(4) siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan sebagainya.
Pendapat tersebut senada disampaikan oleh Encyclopedia of Educational Research
yang dikutip oleh Hamalik (1994), yang merinci manfaat media pendidikan.
Diantaranya, (1) meletakkan dasar-dasar yang kongkrit untuk berpikir, oleh
karena itu mengurangi verbalisme, (2) memperbesar perhatian siswa, (3)
meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu
membuat pelajaran lebih mantap, (4) memberikan pengalaman nyata yang dapat
menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa, (5) menumbuhkan
pemikiran yang teratur dan terus-menerus terutama melalui layanan informasi
hidup, (6) membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan
kemampuan berbahasa, dan (7) memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh
dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaan yang lebih banyak dalam
belajar.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa manfaat dari penggunaan layanan informasi dalam proses belajar mengajar
adalah sebagai berikut :
1) Layanan informasi dapat memperjelas penyajian
dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil
belajar.
2) Layanan informasi dapat meningkatkan dan
mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar,
interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan memungkinkan
siswa untuk belajar sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
3) Layanan informasi dapat emngatasi keterbatasan
indera, ruang dan waktu: (a) obyek atau benda terlalu besar ditampilkan, dapat
diganti dengan layanan informasi, slide, dan model, (b) obyek atau benda yang
terlalu kecil dapat ditampilkan dengan layanan informasi, slide, dan model, (c)
kejadian yang telah berlangsung dimasa lalu dapat ditampilkan melalui rekaman
video, slide disamping secara verbal, (d) obyek yang rumit dapat ditampilkan
secara kongkrit melalui layanan informasi, slide dan lain-lain, (e) kejadian
yang dapat membahayakan dapat disimulasikan melalui media komputer, dan (f)
peristiwa alam dapat disajikan melalui film, video, slide dan sebagainya.
4) Layanan informasi dapat memberikan kesamaan
pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka.
- Fungsi Layanan Informasi
Menurut Kemp & Dayton (1985) layanan
informasi dapat memenuhi tiga fungsi utama bila media itu digunakan untuk
perorangan, kelornpok, atau kelompok yang besar jumlahnya, yaitu (a) memotivasi
minat dan tindakan, (b) menyajikan informasi, dan (c) memberi instruksi.
Untuk memenuhi fungsi motivasi, layanan informasi
dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil
yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa untuk
bertindak. Pencapaian tujuan ini akan mempengaruhi sikap, nilai, dan emosi.
Tujuan informasi, artinya layanan informasi
dapat digunakan dalam rangka menyajikan informasi dihadapan sekelompok siswa. Penyajian
ini dapat pula berbentuk hiburan, drama, atau teknik motivasi. Partisipasi yang
diharapkan dari siswa hanya terbatas pada persetujuan atau ketidaksetujuan
mereka secara mental, dan sebaliknya.
Layanan informasi berfungsi sebagai media
instruksi, dimana informasi yang terdapat dalam layanan tersebut harus
melibatkan siswa baik dari benak atau mental maupun bentuk aktivitas yang nyata
sehingga pembelajaran dapat terjadi. Di samping menyenangkan, layanan informasi
harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan
perorangan siswa. Hal ini ditegaskan oleh Dale (1969) dengan kerucut
pengalamannya.

Dasar pengembangan kerucut tersebut bukanlah
tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan, jumlah jenis indra yang turut
serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan
memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan
yang terkandung dalam pengalaman itu oleh karena ia melibatkan indra
pengelihatan, pendengaran, perasan, penciuman, dan peraba, yang dikenal dengan
istilah learning by doing.
- Media Berbasis Visual
Visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang
ingin disampaikan kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk. Salah
satunya adalah dalam bentuk layanan informasi. Jika mengamati bahan pelajaran
dalam bentuk layanan informasi, akan ditemukan gagasan untuk merancang bahan
visual yang menyangkut penataan elemen-elemen visual yang akan ditampilkan.
Tatanan elemen-elemen itu harus dapat menampilkan visual yang menarik dan dapat
dimengerti dengan jelas, dan menarik perhatian sehingga mampu menyampaikan
pesan yang diinginkan oleh penggunannya.
Ada beberpa hal yang harus diperhatikan dalam
proses penataan visualisaisi layanan informasi tersebut, diantaranya, (a)
kesederhanaan, (b) keterpaduan, (c) penekanan, dan (d) keseimbangan.
a.
Kesederhanaan
Penyampaian visual melalui layanan informasi,
harus memudahkan siswa untuk memahami maksud dan isi yang terkandung didalam
visual tersebut. Bentuk kalimat ringkas, tetapi padat dan jelas, serta mudah
dimengerti.
b.
Keterpaduan
Keterpaduan mengacu pada hubungan antara
elemen-elemen visual yang diamati. Elemen tersebut harus saling terkait dan
menyatu sebagai suatu keseluruhan sehingga visual itu merupakan suatu bentuk
menyeluruh yang dapat dikenal dan dapat membantu pemahaman pesan dan informasi
yang dikandungnya.
c.
Penekanan
Meskipun penyajian visual dirancang sesederhana
mungkin, sering kali konsep yang ingin disajikan memerlukan penekanan terhadap
salah satu unsur yang akan menjadi pusat perhatian siswa. Dengan menggunakan
ukuran, hubungan, perspektif, warna, atau ruang penekanan dapat diberikan
kepada unsur terpenting.
d.
Keseimbangan
Bentuk dan pola yang dipilih sebaiknya menempati
ruang penayangan yang memberikan persepsi keseimbangan meskipun tidak
seluruhnya simetris.
Berdasarkan penjelasan media visual tersebut,
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa kelas II SMP Mataram,
sangat tepat bila guru dalam menyampaikan materi pembelajaran melalui media
berlayanan informasi. Sebab dengan media berlayanan informasi, siswa kelas 8
yang umumnya merasa bosan atau jenuh dengan bimbingan dan koseling ini, maka
dengan visual yang digunakan guru, setidaknya dapat membantu menghilangkan
verbalisme yang ada pada siswa kelas VIII SMP Mataram Kasihan, Bantul.
Khususnya adalah siswa kelas VIII A
3. Motivasi Belajar
a.
Pengertian
Motivasi Belajar
Huitt, W. (2001) mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau status
internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat)
yang mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai
suatu tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian motivasi menurut
Huitt, yaitu: 1) kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah
pada perilaku seseorang; 2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan
perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan; 3) Tingkat kebutuhan dan
keinginan akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap,
kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi
sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh factor di dalam diri
seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik sedangkan faktor di luar diri
disebut ekstrinsik.
Faktor instrinsik berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan,
atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Sedangkan
factor ekstrinsik dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena pengaruh
pimpinan, kolega atau faktor-faktor lain yang kompleks.
Berkaitan dengan proses belajar siswa, motivasi belajar sangatlah
diperlukan. Diyakini bahwa hasil belajar akan meningkat kalau siswa mempunyai
motivasi belajar yang kuat. Motivasi belajar adalah keinginan siswa untuk
mengambil bagian di dalam proses pembelajaran (Linda S. Lumsden: 1994).
Siswa pada dasarnya termotivasi untuk melakukan suatu aktivitas untuk
dirinya sendiri karena ingin mendapatkan kesenangan dari pelajaran, atau merasa
kebutuhannya terpenuh. Ada juga Siswa yang termotivasi melaksanakan belajar
dalam rangka memperoleh penghargaan atau menghindari hukuman dari luar dirinya
sendiri, seperti: nilai, tanda penghargaan, atau pujian guru (Marx Lepper:
1988).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah
kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong oleh keinginannya
untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang dari luar.
Kegiatan itu dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus menerus dalam rangka
mencapai tujuan.
b.
Struktur Pembelajaran dan Motivasi Belajar
Keadaan motivasi belajar terkait erat dengan struktur
pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Struktur pembelajaran yang dikenal
adalah struktur kompetitif, struktur individual, dan struktur kooperatif (Ames,
1984). Garu harus dapat mengambil bagian-bagian yang baik dari setiap struktur
pembelajaran guna meningkatkan motivasi belajar siswa.
Ketiga struktur pembelajaran di atas secara singkat
dijelaskan oleh Haris Mudjiman (2005: 70-72) sebagai berikut:
1. Struktur
Kompetitif
Struktur pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan
formal-tradisional adalah struktur kompetitif. Sistem penilaian yang digunakan
dalam struktur ini mendorong siswa untuk berkompetisi dengan kawan-kawannya.
Kemampuan mereka diukur dengan nilai dan rank. Orientasi siswa adalah “menang
atau kalah”. Belajar yang berhasil adalah kalau dapat mengalahkan kawannya
sehingga terjadi persaingan dengan segala akibat baik dan buruknya.
Dalam struktur pembelajaran kompetitif, motivasi belajar siswa bersifat egoistic, karena kompetisi dalam konteks system tradisional menumbuhkan sikap self defense. Namun demikian struktur pembelajaran kompetitif motivasi belajar juga bersifat social comparative. Tujuan belajar tidak semata-mata untuk menguasai sesuatu kompetensi melainkan untuk menunjukkan kepada siswa lain bahwa ia lebih baik. Ini merupakan salah satu ciri motivasi eakstrinsik.
Dalam struktur pembelajaran kompetitif, motivasi belajar siswa bersifat egoistic, karena kompetisi dalam konteks system tradisional menumbuhkan sikap self defense. Namun demikian struktur pembelajaran kompetitif motivasi belajar juga bersifat social comparative. Tujuan belajar tidak semata-mata untuk menguasai sesuatu kompetensi melainkan untuk menunjukkan kepada siswa lain bahwa ia lebih baik. Ini merupakan salah satu ciri motivasi eakstrinsik.
2. Struktur
Individual
Pembelajaran dengan struktur individual banyak
dijalankan dalam system pendidikan nonformal atau dalam pendidikan
formal-tradisional tetapi ada penugasan-penugasan individual sesuai minat
masing-masing. Dalam struktur pembelajaran individual, siswa berorientasi
kepada pencapaian kompetisi. Bila masih terjadi kompetensi, yang terjadi adalah
kompetisi dengan diri sendiri, bukan dengan kawan-kawannya.
Suasana bebas dari rasa tertekan. Umumnya siswa percaya
bahwa kerasnya usahalah yang menentukan keberhasilan belajar, bukan semata-mata
kemampuan. Dalam struktur pembelajaran ini motivasi belajar siswa berorientasi
ke penguasaan sesuatu kompetensi. Sifat motivasinya intrinsik.
3.
Struktur Kooperatif
Struktur Pembelajarn ini dapat dilaksanakan di
kelas-kelas tradisional dalam bentuk kerja kelompok, atau di kelas-kelas
pendidikan non-formal. Sikap kompetitif masih ada pada setiap kelompok, tetapi
orientasi belajar utamanya adalah ke pencapaian suatu keompetensi atau
pemecahan masalah..
Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan guru untuk menyenangkan proses pengajaran, diantaranya: (1) hindari
pengulangan hal-hal yang telah diketahui, (2) suasana fisik kelas jangan
membosankan, (3) hindarkan terjadi frustasi yang dikarenakan situasi kelas, (4)
hindarkan suasana kelas yang bersifat emosional sebagai akibat adanya kontak
personal, (5) siapkan tugas menantang, (6) berilah pengetahuan tentang hasil
yang dicapai siswa, dan (7) beri hadiah/pujian dari usaha yang dilakukan oleh
siswa.
Guru dapat menggunakan
berbagai cara untuk menggerakkan atau membangkitkan motivasi belajar siswanya,
ialah sebagai berikut: (a) memberi angka.
Umumnya setiap siswa ingin mengetahui hasil pekerjaannya, yakni berupa angka
yang diberikan oleh guru. Murid yang mendapat angkanya baik, akan mendorong
motivasi belajarnya menjadi besar, sebaliknya murid yang mendapat angka kurang,
mungkin menimbulkan frustasi atau dapat juga menjadi pendorong agar belajar
lebih baik, (b) Pujian. Pemberian
pujian kepada murid atas hal-hal yang telah dilakukan dengan berhasil besar
manfaatnya sebagai pendorong belajar. Pujian menimbulkan rasa puas dan senang,
(c) Hadiah. Cara ini dapat juga
dilakukan oleh guru dalam batas-batas tertentu, misalnya pemberian hadiah pada
akhir tahun kepada para siswa yang mendapat atau menunjukkan hasil belajar yang
baik, memberikan hadiah bagi para pemenang sayembara atau pertandingan
olahraga, (d) Kerja kelompok. Dalam
kerja kelompok di mana melakukan kerja sama dalam belajar, setiap anggota
kelompok turutnya, kadang-kadang perasaan untuk mempertahankan nama baik
kelompok menjadi pendorong yang kuat dalam perbuatan belajar, dan (e) Persaingan. Baik kerja kelompok maupun
persaingan memberikan motif-motif sosial kepada murid. Hanya saja persaingan
individual akan menimbulkan pengaruh yang tidak baik, seperti: rusaknya
hubungan persahabatan, perkelahian, pertentangan, persaingan antar kelompok
belajar.
4.
Pentingnya mengatur waktu di Sekolah
a.
Pentingnya mengatur waktu di sekolah
Merupakan hasil rumusan rumusan dari “apa” yang
akan dicapai/dihasilkan oleh sekolah dan “kapan” tujuan akan dicapai. Tujuan
sekolah harus bertitik tolak dari visi misi sekolah.
Memahami usaha sekolah guna tercapainya aspek
kognitif
Berdasarkan pendekatan pengajaran kontekstual,
aspek kognitif dapat dikembangkan dengan belajar berbasis inquiry (Inquiry-Based Learning), belajar
berbasis masalah (Problem-Based Leraning),
dan pengajaran autentik (Authentic
Instruction)
·
Memahami sekolah guna tercapainya
aspek afektif
Sekolah sebagai wawasan wiyata mandala berusaha
membekali siswnya, antara lain pembekalan afektif. Siswa harus menghindari
sikap, tutur kata yang kotor, serta perbuatan asusial teramsuk melanggar
peraturan tata tertib sekolah.

·
Memahami usaha sekolah guna
tercapainya aspek psikomotorik
Walaupun pengertian aspek psikomotorik tidak
identik dengan keterampilan di SMP yang berhubugnan langsung dengan benda kerja
tetapi unsur-unsur keterampilan hendaknya perlu mendapat perhatian.

·
Wawasan terhadap manfaat aspek
kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
A.
Penelitian Yang
Relevan
B.
Kerangka
Berpikir
Penelitian
tindakan kelas ini berawal dari masalah yang muncul didalam proses belajar
mengajar. Oleh karena itu peneliti mencoba melaksanakan sebuah penelitian
tindakan kelas dengan kerangka berpikir sebagai berikut : penelitian ini
dilaksanakan berawal dari kurangnya motivasi belajar siswa VIII A SMP Mataram,
Kasihan, Bantul.
Melihat motivasi belajar siswa yang rendah
tentunya seorang guru berusaha utnuk meningkatkan motivasi belajar. Perbaikan
proses pembelajaran yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pemberian layanan
informasi menggunakan alat peraga khususnya OHP+LCD. Dengan metode alat peraga siswa
diharapkan tertarik dan dengan mudah dapat memahami dan menyerap materi yang
diberikan oleh guru, sehingga motivasi belajar siswa dapat meningkat.
B A B
III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Mataram kecamatan
Kasihan, kabupaten Bantul pada tanggal 05 Juni 2012 sampai 20 Juni 2012.
B. Prosedur Penelitian
Rancangan
dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian tindakan. Penelitian tindakan
merupakan merupakan intervensi skala kecil terhadap tindakan dunia nyata dan
pemeriksaan cermat terhadap pengaruh intervensi tersebut (Cohen dan Mantion,
(1980) yang dikutip oleh Zuriah, (2003).
Menurut Zuriah (2003) mengatakan bahwa
langkah-langkah penelitian tindakan terdiri atas empat tahap. Adapun
penjelasannya sebagai berikut.
1.
Tahap Perencanaan
Merupakan fase perencanaan yang dilakukan setelah
melakukan fase pertama, perlu mereview analisis awal yang harus dilakukan,
tentang penggunaan layanan informasi dalam kegiatan belajar mengajar pada siswa
kelas VIII A SMP Mataram Kasihan, Bantul. Dalam tahap ini
diharapkan (a) dapat menterjemahkan layanan informasi yang jelas tentang
penggunaan layanan informasi dalam proses belajar mengajar, dan alasan
pemilihan tema tersebut, (b) draft kerja tindakan tiap individu dan kelompok,
(c) layanan informasi tentang pihak yang terlibat, (d) garis besar rencana
program kerja (time achedirlle), (e)
memonitor perubahan saat penelitian berlangsung, dan (f) layanan informasi awal
tentang etisiensi data yang terkumpul. Tahap ini memastikan bahwa siswa kelas VIII A SMP Mataram Kasihan,
Bantul dijadikan sebagai obyek penelitian dengan pertimbangan karakteristik yang
dimiliki kelas ini sesuai dengan permasalahan yang akan di bahas.
2.
Tahap Pelaksanaan
Merupakan
tahap dimana seorang peneliti melaksanakan semua rancangan yang telah disusun
pada tahap perencanaan.
3.
Tahap Observasi
Tahap ini merupakan tahap penjabaran rencana ke
dalam tindakan dan mengamati jalannya tindakan. Menurut Nasution (1988) yang
dimaksud dengan observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan selama di
lapangan, peneliti berusaha berinteraksi dengan subjek secara aktif, sebab observasi
adalah kegiatan selektif dari suatu proses aktif. Dimaksudkan untuk mengetahui
keadaan obyek penelitian sebelum peneliti melakukan penelitian sesuai dengan
kenyataan yang ada.
4.
Tahap Refleksi
Tahap ini terdiri dari: (a) menganalisis, (b)
melakukan sintesis, (c) memberikan makna, (d) eksplanasi, dan (e) membuat
kesimpulan.
Rancangan
penelitian tindakan ini, dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan
guru-guru kelas VIII A SMP Mataram Kasihan, Bantul.
C. Instrumen Penelitian
Menurut Zuriah (2003), ada 5 jenis instrumen yang
digunakan dalam penelitian tindakan. Diantaranya observasi, wawancara, catatan
lapangan, angket, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini instrumen yang
digunakan meliputi: (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) dokumentasi
1. Observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian
(Zuriah, 2003).
Ada dua jenis observasi yang dilakukan, diantaranya:
(a) Observasi langsung, yaitu observasi yang dilakukan dimana observer berada
bersama objek yang diselidiki, dan (b) Observasi tidak langsung, yaitu
observasi atau pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu
peristiwa yang akan diteliti. Dengan menggunakan teknik ini, melakukan catatan
terhadap hasil observasi dengan menggunakan daftar cek (chek list).
Dalam penelitian ini metode observasi yang dilakukan
oleh peneliti adalah pengamatan berperan serta. Menurut Bogdan & Biklen
(1982) ketiga teknik tersebut merupakan teknik-teknik dasar yang digunakan
dalam penelitian kualitatif.
Menurut Bogdan (1973) dalam Moleong (2001)
mendifinisikan bahwa secara tepat pengamatan berperan serta sebagai penelitian
yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti
dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan
lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.
Spradley (1980) membagi tiga tahap pengamatan
berperan serta dalam penelitian kualitaif, diantaranya; a) dimulai dari
pengamatan-pengamatan yang bersifat memeriksa (descriptive observations) secara luas, dengan melukiskan situasi
social secara umum yang ada di lokasi penelitian, b) kemudian dilanjutkan
dengan pengamatan-pengamatan yang lebih terfokus (focused observations) untuk menemukan kategori-kategori utama
tentang fokus penelitian, dan c) setelah itu diadakan pengamatan-pengamatan
yang bersifat selektif (selective
observations) untuk menemukan kategori-kategori yang lebih rinci tentang
sub-sub fokus penelitian.
Selanjutnya Spradley (1980) menjabarkan lima tipe
keterlibatan peneliti dalam partisipasi observasi sebagai berikut, diantaranya:
(a) tidak berpartisipasi (non
participation). Pada tipe ini peneliti dalam melakukan penelitian tidak
berpartisipasi. Artinya peneliti hanya melakukan pengamatan (melihat) secara
pasif dan menjauhi agar tidak terlibat dalam aktivitas obyek penelitian, (b)
partisipasi pasif (passive participation).
Tahap ini peneliti ikut atau berada dalam obyek penelitian, tetapi tidak
berpartisipasi atau interaksi dengan obyek penelitian. Peneliti hanya
mondar-mandir sebagai penonton saja, (c) partisipasi moderat (moderat participation). Peneliti sudah
pada konteks untuk menjaga keseimbangan antara seseorang yang berada di dalam (insider) dan menjadi seseorang yang
berada di luar (outsider) ataupun
terlibat dan mengamati, (d) partisipasi aktif (active participation). Pada tahap ini peneliti secara aktif
melakukan apa yang dilakukan oleh personal-personal sekolah, dan (e)
Partisipasi secara total (complete or
ordinary participation). Tipe ini merupakan tahap tertinggi dalam
keterlibatan peneliti sebagai observer partisipant. Peneliti total melakukan
seperti apa yang dikerjakan oleh personal-personal sekolah dalam memperoleh
data penelitian.
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu prosedur terpenting
untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, sebab banyak informasi
yang diperoleh peneliti melalui wawancara.
Menurut Arifin (1999) yang dimaksud dengan wawancara
adalah suatu percakapan yang bertujuan memperoleh konstruksi yang terjadi
sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi,
pembakuan, kerisauan dan sebagainya.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan peneliti
untuk memperoleh data sesuai dengan kenyataan pada saat peneliti melakukan
wawancara. Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada guru dan siswa kelas
VIII A
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan jenis wawancara mendalam yang tidak
terstruktur. Sebab dalam wawacara tidak terstruktur akan diperoleh informasi
sebanyak-banyaknya yang rahasia, dan sensitif sifatnya sekalipun serta
memungkinkan sekali dicatat semua respons afektif informan yang tampak selama
wawancara berlangsung.
3.
Dokumentasi
Munurut Zuriah (2003) teknik ini adalah cara
mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan
termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum lain
yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Guba & Lincoln (1981) mengatakan bahwa
dokumen dan record dapat digunakan untuk keperluan penelitian karena: (1)
merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong, (2) berguna sebagai bukti
untuk suatu pengujian, (3) sifatnya alamiah sesuai dengan konteks, (4) hasil
pengkajian akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan yang
diselidiki.
D.
Teknik
Analisis Data
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan
pengurutan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat
ditemukan tema seperti yang disarankan oleh data. Miles dan Hubermen (1984)
mengatakan analisis data perlu dilakukan secara terus menerus selama penelitian
berlangsung. Selanjutnya Nasution (1988) mengatakan bahwa analisis data adalah
proses menyusun, mengkategorikan data, mencari pola atau tema dengan maksud
untuk memahami maknanya.
Selanjutnya Miles & Hubermen (1984)
menerapkan tiga alur kegiatan dalam analisis deskriptif yang menjadi satu
kesatuan yang tak dapat terpisahkan, yaitu:
(1) Reduksi
data, pada teknik ini peneliti melakukan proses pemilahan, pemusatan
perhatian untuk penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data mentah
atau data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan,
(2) Penyajian data, teknik ini memaparkan
hasil temuan secara narasi, dan
(3) Penarikan kesimpulan atau verifikasi,
teknik ini peneliti berusaha agar dapat menglayanan informasikan
Kerepresentatifan suatu peristiwa, kejadian atau suatu subjek.
Teknis analisis data dalam penelitian ini, adalah
analisis data kualitatif yang
bersifat linear (mengalir) maupun bersifat sirkuler. Adapun teknik analisis data
yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
(1) Menelaah seluruh data yang telah dikumpulkan. Penelaahan dilakukan
dengan cara menganalisis, mensintesis, memaknai, menerangkan, dan menyimpulkan.
Kegiatan penelaahan pada prinsipnya dilaksanakan sejak awal data dikumpulkan,
(2) Mereduksi data yang didalamnya melibatkan kegiatan mengkategorikan
dan pengklasifikasian, dan
(3) Menyimpulkan dan menferivikasi. Dari kegialan reduksi selanjutnya
dilakukan penyimpulan terakhir dan selanjutnya diikuti kegiatan ferivikasi atau
pengujian terhadap temuan penelitian.
Dalam kegiatan analisis data tersebut, akan
didapatkan dua jenis data yaitu, data kualitatif dan data kuantitatif. Data
kualitatif berupa hasil obeservasi yang dilakukan pada setiap tahap kegiatan,
dan data kuantitatif berupa hasil belajar atau prestasi
belajar yang didapatkan oleh siswa dalam melakukan proses pembelajaran dengan
penggunaan layanan informasi.
E.
Penyiapan
Partisipan
Penelitian ini dilandasi prinsip kolaboratif,
partisipatoris, dan kooperatif, maka kegiatan penyiapan partisipan dipandang
perlu dilakukan. Kegiatan pelatihan diawali dengan kegiatan diskusi tentang
penggunaan media layanan informasi dalam proses belajar mengajar siswa
kelas VIII A
SMP Mataram, Kasihan Bantul.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
A.
Subyek Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di SMP Mataram Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,
Yogyakarta. Adapun kelas yang dijadikan obyek penelitian adalah :
Kelas : VIII (8.A)
Tahun Pelajaran : 2011/2012
Jumlah Siswa : 40 siswa
Adapun waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan dengan jadwal sebagai berikut :
Jadwal
dan uraian encana kegitan penelitian :
No.
|
Uraian Kegiatan
|
Juni
Minggu ke-
|
||
I
|
II
|
III
|
||
1.
|
Penyusunan
rencana kegiatan
|
ü
|
|
|
2.
|
Pengumpulan
data
|
ü
|
|
|
3.
|
Pelaksanaan
tindakan
|
|
ü
|
ü
|
4.
|
Pengamatan
|
|
ü
|
ü
|
5.
|
Refleksi
|
|
|
ü
|
6.
|
Pengolahan
data
|
|
|
ü
|
7.
|
Penarikan
kesimpulan
|
|
|
ü
|
8.
|
Pelaporan
hasil penelitian
|
|
|
ü
|
B.
Deskripsi Persiklus
Penelitin tindakan kelas ini dilakukan dalam
dua siklus. Masing-masing siklus dilakukan satu tindakan yang diwujudkan dalam
kegiatan pembelajaran selama 2x35 menit.
Pelaksanaan tindakan dalam meningkatkan
motivasi belajar didasarkan atas rendahnya motivasi belajar siswa kelas VIII.A
yang disebabkan kurang menariknya metode atau cara yang digunakan oleh guru
kelas VIII.A dalam menyampaiakan informasi kepada siswa.
Secara garis besar langkah-langkah
penelitian yang ditempuh sebagai berikut :
1.
Siklus I
Materi
Pembelajaran : pentingnya mengatur waktu belajar dan tips-tipsnya.
a.
Perencanaan tindakan I
Disusun rumusan masalah disertai cara pemecahannya dan
peangkat pembelajaran yang terdiri :
a.1. Menyusun rencana perbaikan pembelajaran
a.2. Menyiapkan materi pentingnya mengatur waktu belajar
dengan
power point.
a.3. Menyiapkan OHP atau LCD dan proyektor
a.4. Memberikan pertanyaan kepada setiap siswa
Pada siklus ini tindakan yang diencanakan adalah
memberikan pemahaman tentang pentingnya cara mengatur waktu belajar yang
diwujudkan melalui pembelajaran yang interaktif menggunakan alat bantu peraga
LCD, proyektor, serta komputer.
b.
Pelaksanaan Tindakan I
Kegiatan pembelajaran diawali dengan
mempersiapkan siswa mengikuti pembelajaran. Langkah selanjutnya menyiapkan LCD,
proyektor, dan komputer yang didalamnya telah diisi materi pentingnya mengatur
waktu belajar. Setelah semuanya siap kemudian menayangkan materi tersebut
didepan kelas kemudian sambil dijelaskan. Dalam proses menjelaskan tidak lupa
mengajak para siswa untuk saling komunikatif. Pada akhir pembelajaran siswa
diberikan beberapa pertannyaan yang berhubungan dengan materi yang baru saja
dijelaskan, tujuannya untuk melakukan evaluasi terhadap motivasi siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar.
c.
Observasi Tindakan I
Selama proses pembelajaran, guru selain
berperan sebagai fasilitator juga berperan sebagai pengamat kegiatan
pembelajaran. Guru kelas dan guru pembimbing sebagai fasilitator belajar dan
siswa sebagai subyek didik. Untuk mengukur kemampuan kognitif siswa maka, pada
akhir sesi pembelajaran diajukan beberapa pertannyaan kepada siswa.
Data
observasi tindakan I :
Partisipasi
siswa :
50 %
Aktivitas
guru : 62 %
Nilai
rata-rata pos tes : 60
%
Tingkat
pemahaman siswa : 65 %
d.
Refleksi Tindakan I
Dari semua data dan temuan yang terkumpul,
menunjukkan bahwa tindakkan I belum berhasil meningkatkan motivasi belajar
siswa secara signifikan. Dari data yang terkumpul diketahui bahwa nilai
rata-rata pos tes siswa 50 % dan nilai tingkat pemahaman siswa 55 % masih jauh
dari harapan.
Belum berhasilnya tindak I dan nilai
tingkat pemahaman siswa 55 % masih jauh dari harapan.
Belum berhasilnya tindak I untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa dikarenakan oleh beberapa faktor :
a.1
Partisipasi siswa dalam mengikuti layanan informasi masih rendah.
Berdasarkan
pengamatan, partisipasi siswa baru mencapai 25 %
a.2
Guru belum maksimal dalam memberikan layanan informasi pada siswa.
Hasil pengamatan menunjukkan usaha yang
dilakukan guru baru mencapai
45 %.
a.3 Metode
pengajaran yang digunakan oleh guru kurang maksimal.
Berdasarkan refleksi tindakan I, dilakukan
tindakan kedua untuk berusaha mengatasi faktor-faktor penyebab kegagalan
tindakan pertama.
2.
Siklus II
Metode
Pembelajaran : Alat peraga (LCD, Proyektor, dan laptop)
Menyiapkan video motivasi belajar
a.
Perencanaan Tindakan II
Pembelajaran pada siklus II merupakan
hasil refleksi tindakan I. Pada siklus inidisusun perangkat pembelajaran
sebagai berikut :
a.1 Rencana
perbaikan pembelajaran
a.2
Menyiapkan alat peraga dan menyiapkan video
a.3 Melakukan
diskusi
a.4 menyiapkan
pos tes
b.
Pelaksanaan Tindakan II
Pada awal pembelajaran siswa disiapkan
untuk mengikuti pembelajaran. Kemudian memutar video motivasi belajar, setelah
video tersebut berakir selanjutnya guru menyampaikan inti dari video motivasi
belajar tersebut, langkah selanjutnya mendiskusikan tentang video motivasi
belajar, dan langkah yang terakir mengerjakan pos tes.
c.
Observasi Tindakan II
Selama pembelajaran berlangsung teman
sejawat dan supervaiser mengamati dan mencatat peran guru sebagai fasilitator
belajar dan peran siswa sebagai subjek didik. Untuk mengukur hasil belajar
siswa (aspek koknitif) diadakan pos tes.
Data
observasi tindakan II
Partisipasi
siswa : 81 %
Aktivitas
Guru : 75 %
Nilai rata-rata pos tes : 85 %
Tingkat
pemahaman siswa : 83 %
d.
Refleksi tindakan II
Dari hasil
observasi tindakan kedua menunjukan kemajuan dilihat dari adanya peningkatan
partisipasi siswa dari 50 % menjadi 81 %, aktivitas guru 62 % menjadi 75 %,
nilai rata-rata pos tes 60 % menjadi 85 %, dan tingkat pemahaman siswa 65 %
menjadi 83 %.
Hasil ini membuktikan adanya korelasi
antara penggunaan metode pembelajaran yang menarik ( mengunakan LCD dan
Proyektor ) dalam pembelajaran dengan peningkatan motivasi belajar siswa.
Meningkatnya
motivasi siswa yang signifikan ini disebabkan pemberian layanan informasi
menggunakan alat peraga berupa LCD dan Proyektor.
BAB V
PENUTUP
- Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Pemberian layanan informasi menggunakan media pembelajaran
yang menarik dapat meningkatkan motivasi belajar.
2.
Siswa dengan mudah dapat
memahami dan mengerti apa yang diajarkan oleh guru-gurunya.
3.
Ketrampilan siswa dapat dikembangkan dengan memberikan
contoh-contoh yang nyata.
4.
Situasi pembelajaran yang menyenangkan dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
- Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat disampaikan beberapa masukan yang
dapt digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa yaitu : setiap guru hendaknya bisa mengelola dan menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan dan mampu menciptakan alat peraga untuk setiap
proses pembelajaran berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukmadinata
Syaodih Nana. 2011. Metode Penelitan Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Offset.