BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian
integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses
pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk
mengembangkan sumber daya yang berkualitas.
Manusia yang berkualitas dapat dilihat dari segi pendidikan. Hal ini terkandung dalam tujuan pendidikan nasional, bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, selain beriman, bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa serta sehat jasmani dan rohani, juga memiliki kemampuan dan keterampilan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih, dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan kita terampil berpikir rasional.
Manusia yang berkualitas dapat dilihat dari segi pendidikan. Hal ini terkandung dalam tujuan pendidikan nasional, bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, selain beriman, bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa serta sehat jasmani dan rohani, juga memiliki kemampuan dan keterampilan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih, dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan kita terampil berpikir rasional.
|
Proses pembelajaran yang
dilakukan pada kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri dalam penilaiannya khususnya
pada pelajaran matematika, penilaian yang dilakukan oleh guru dapat dijadikan
sebagai analisis dan evaluasi terhadap nilai yang dihasilkan oleh para siswa.
Apabila tingkat keberhasilan masih berada di bawah 75%, maka mata pelajaran
yang telah diberikan guru belum diserap baik oleh kelas. Untuk itu perlu dikaji
kembali apakah soalnya terlalu sulit, atau soalnya sudah benar-benar sesuai
dengan indikator, atau cara pembelajarannya kurang baik sehingga siswa kurang
memahami materi pelajaran. Jika soalnya tidak terlalu sulit maka perlu
memperbaiki kegiatan pembelajarannya termasuk metodenya, media atau strategi
pembelajarannya (Depdiknas, 2005 : 36). Kenyataan nilai yang diperoleh oleh siswa
kelas VIII B di SMP Negeri 4 Wonogiri pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua
Variabel tahun pelajaran 2008/2009 tidak begitu memuaskan karena nilai yang
diperoleh rata-rata adalah 5,7. Padahal harapan yang ingin dicapai oleh pihak
sekolah nilai rata-rata minimal yang diperoleh oleh siswa adalah 7,5. harapan
yang ingin dicapai pihak sekolah adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang
berbeda dapat meningkatkan nilai dan tingkat pemahana siswa dalam pelajaran
matematika. Sehingga nilai yang diperoleh dan prestasi yang didapatkan dapat
maningkat. Keadaan tersebut menjadi
perhatian bagi semua guru matematika di SMP N 4 Wonogiri untuk berusaha mencari
jalan keluar agar hasil belajar siwa dapat ditingkatkan, terutama bagi guru
matematika yang mengajar di kelas VIII B. Sebagai guru matematika yang mengajar
di kelas VIII B, maka peneliti berusaha mencari cara menemukan model
pembelajaran yang tepat agar hasil belajar siswa kelas VIII B SMP N 4 Wonogiri
dalam Pokok Bahasan Persamaan Linear Dua Variabel dapat ditingkatkan
pemahamannya, agar siswa dapat lebih dini mempersiapkan dirinya dalam
menghadapi Ujian Nasional. Melihat kondisi seperti di atas maka untuk dapat
meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran matematika dalam pokok bahasan
Persamaan Linear Dua Variabel, maka di gunakanlah model pembelajaran melalui pendekatan
kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang yang telah diuraikan di atas, dapat teridentifikasi bahwa
pengalaman penulis selama mengajar mata pelajaran matematika pada kelas VIII B
adalah :
1.
Mengapa nilai yang diperoleh siswa kelas VIII B SMP Negeri
4 Wonogiri pada mata pelajaran matematika dalam pokok bahasan Persamaan Linear
Dua Variabel rendah?
2.
Mengapa nilai mata pelajaran matematika dalam pokok
bahasan Persamaan Linear Dua Variabel
pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri yang rendah harus
ditingkatkan?
3.
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan nilai matematika
pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP
Negeri 4 Wonogiri rendah?
C. Pembatasan Masalah
Guna keperluan penelitian agar
tidak melebar ke arah pembahasan yang lain, maka peneliti membatasi Penelitian
Tindakan Kelas ini dengan beberapa kajian khusus. Penelitian tindakan kelas ini
hanya difokuskan pada upaya peningkatan pemahaman siswa dalam pelajaran
matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel yang ditelitikan
pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran
2008/2009. Secara lebih terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut ruang
lingkup pembelajaran ini dibatasi pada siswa kelas VIII B pendekatan Kontekstual
untuk memecahkan masalah matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua
Variabel SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Palajaran 2008/2009.
D. Rumusan Masalah
Melihat latar belakang yang telah
dipaparkan di atas maka rumusan masalah yang dapat disampaikan adalah:
1. Bagaimanakah strategi dalam meningkatkan pemahaman
siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel
pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran
2008/2009?
2. Bagaimana pengaruh penerapan model
pembelajaran melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning (CTL)) terhadap peningkatan pemahaman siswa pada pembelajaran
Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B
SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009.
3. Mendiskripsikan faktor-faktor yang dapat
menghambat pelaksanaan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada
pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa
kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Pemahaman Siswa
Pada Pelajaran Matematika Dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Melalui Pendekatan Kontekstual (Contextual
Teaching And Learning) Pada siswa Kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester
I Tahun Pelajaran 2008/2009” adalah:
1.
Mendiskripsikan
strategi dalam meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok
bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4
Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009?
2.
Mengetahui
pengaruh penerapan model pembelajaran melalui pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning (CTL)) terhadap peningkatan pemahaman siswa pada
pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa
kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009.
3.
Mengetahui
faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan dalam upaya meningkatkan
pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua
Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun
Pelajaran 2008/2009?
F. Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan kelas
dengan judul “Peningkatan Pemahaman Siswa Pada Pelajaran Matematika Dalam Pokok
Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Melalui Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And
Learning) pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun
Pelajaran 2008/2009” ini diharapkan memberi manfaat kepada banyak pihak,
terutama siswa, guru dan sekolah.
1.
Manfaat yang diperoleh siswa:
a.
Aktivitas belajar siswa kelas VIII B SMP N 4 Wonogiri Semester
I Tahun Pelajaran 2008/2009 dalam belajar matematika, khususnya pokok bahasan Persamaan
Linear Dua Variabel meningkat.
b.
Hasil belajar siswa kelas VIII B SMP N 4 Wonogiri Semester
I Tahun Pelajaran 2008/2009 dalam pelajaran matematika khususnya pada pokok
bahasan Persamaan Linear Dua Variabel meningkat.
c.
Penerapan model pembelajaran dengan pendekatan Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning (CTL)) dapat dikembangkan atau
diterapkan pada siswa di kelas-kelas yang lain.
2.
Manfaat yang diperoleh guru:
a.
Merupakan upaya guru dalam menunjang program pemerintah
pusat dalam meningkatkan kemampuan belajar dan pemahaman serta hasil belajar
siswa, khususnya dalam mata pelajaran matematika.
b.
Adanya inovasi model pembelajaran matematika dari dan
oleh guru yang menitik beratkan pada penerapan model pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)).
3.
Manfaat bagi sekolah (SMP N 4 Wonogiri):
a.
Diperoleh panduan inovatif model pembelajaran matematika
dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) yang
selanjutnya diharapkan dipakai di kelas-kelas lainnya, baik di SMP N 4 Wonogiri
maupun di SMP yang lain.
b.
Diharapkan akan menghilangkan atau mengurangi kemungkinan
adanya siswa SMP N 4 Wonogiri yang gagal dalam UAN, yang disebabkan oleh
rendahnya nilai matematika.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar
Salah satu kebutuhan
vital bagi manusia dalam usaha mengembangkan diri serta mempertahankan
eksistensinya adalah belajar sepanjang hayatnya. Tanpa belajar manusia akan
mengalami kesulitan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dalam
memenuhi tuntutan hidup dan kehidupan yang selalu berubah. Keharusan belajar
sepanjang hayat sudah disepakati para pakar. Jauh sebelum itu diakui pula bahwa
Islam adalah agama pertama yang merekomendasikan keharusan belajar seumur
hidup. Rasulullah Muhammad S.A.W. memotivasi umatnya dalam hadits: “Menuntut
ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian
sampai liang kubur. Tiada amalan yang lebih utama daripada belajar”. Islam
mewajibkan pemeluknya untuk belajar dan mengembangkan kemampuan nalarnya secara
terus menerus bukan saja terhadap objek-objek di luar dirinya (dunia flora dan
fauna, dunia anorganik, serta alam raya), tetapi juga terhadap kehidupannya
sendiri baik sebagai perorangan maupun sebagai suatu komunitas (Sudjana, 2000 :
53).
|
Pengertian belajar yang
seragam dan berlaku umum tidak mudah untuk dikemukakan. Sepanjang sejarah
perkembangannya, pengertian belajar yang diketengahkan beberapa pakar
pendidikan dan psikologi ternyata bermacam ragam. Keragaman ini disebabkan oleh
perbedaan latar belakang dan pandangan kepakaran masing-masing. Demikian pula
fenomena kegiatan belajar yang terjadi dalam lingkungan, melalui observasi yang
dilakukan para pakar, turut pula mempengaruhi keragaman pengertian yang mereka
ajukan. Gagne (1970), dalam bukunya The Conditions of Learning, mengemukakan
bahwa belajar itu adalah “perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang
dicapai melalui upaya orang itu, dan perubahan itu bukan diperoleh secara
langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah.” Dengan pengertian ini
belajar merupakan upaya yang disengaja oleh seseorang yang bertujuan untuk
mencapai tujuan belajar. Upaya untuk mencapai tujuan belajar yaitu perubahan
tingkah laku, memberi petunjuk bahwa belajar itu sendiri merupakan bagian dari
tingkah laku manusia, yang mencerminkan adanya sikap dan perbuatan untuk
belajar pada diri seseorang. Dikatakan sebagai upaya perubahan tingkah laku
karena kegiatan belajar bertujuan meningkatkan disposisi dan kemampuan.
Disposisi yang dimaksud disini ialah sikap, pengetahuan, ketrampilan dan nilai
atau aspirasi. Adapun yang dimaksud dengan kemampuan ialah wujud penampilan
seseorang dalam lingkungan tertentu, misalnya lingkungan pekerjaan dan dunia
kehidupan pada umumnya. Perubahan ini tidak terjadi secara mendadak (incidential)
melainkan diperoleh dalam masa yang jelas tenggang waktunya. Oleh sebab itu
hasil kegiatan belajar harus dapat dibandingkan dalam perubahan tingkah laku
pada saat sebelum memasuki situasi kegiatan belajar dengan perubahan tingkah
laku setelah melakukan kegiatan belajar. Pada sisi lain, perubahan yang dicapai
seseorang melalui kegiatan belajar itu harus dibedakan dengan perubahan yang
dapat diketahui dalam pertumbuhan seseorang. Ke dalam pertumbuhan ini termasuk
perubahan tinggi badan, makin kekarnya otot karena melakukan olah raga secara teratur,
dan lain sebagainya. Singkatnya, perubahan tingkah laku yang dimaksud dalam
pendidikan adalah perubahan yang dicapai secara sengaja melalui kegiatan
belajar.
Pengertian lain tentang
belajar dikemukakan oleh John Travers (1972) dalam bukunya Learning Analysis
and Application. Ia mengemukakan bahwa “belajar adalah suatu proses yang
menghasilkan tingkah laku”. Sebelum merumuskan definisi tersebut, Travers
membedakan belajar menjadi dua macam yaitu pertama, belajar sebagai proses dan
kedua, belajar sebagai hasil. Dalam hubungan ini, yang disebut kedua,
belajar sebagai hasil, merupakan akibat wajar dari yang disebut pertama yaitu,
belajar sebagai proses. Dengan perkataan lain bahwa proses belajar menyebabkan
hasil belajar. Upaya menyusun pengertian belajar sebagai proses adalah lebih
sulit bila dibandingkan dengan penyusunan pengertian belajar sebagai hasil.
Dengan lebih dahulu membahas pengertian belajar sebagai hasil diharapkan akan
lebih mempermudah untuk menjelaskan tentang pengertian belajar sebagai proses,
sehingga hubungan antara keduanya akan lebih mudah untuk dipahami.
a. Belajar sebagai hasil
Belajar sebagai hasil
yang berupa aktivitas adalah kebiasaan belajar yang ditumbuhkan melalui
kegiatan belajar. Belajar menjadi nilai budaya yang melekat pada dirinya
sehingga tiada saat dalam kehidupannya tanpa aktivitas belajar. Dengan
demikian, belajar sebagai hasil bermakna sebagai suatu kemampuan yang dicapai
oleh seseorang setelah melalui kegiatan belajar sebagai proses, seseorang dapat
berpikir, merasakan, dan bertindak di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.
Tegasnya belajar sebagai hasil adalah perubahan tingkah laku seseorang melalui
proses belaajr, sedangkan perubahan tersebut harus dan dapat digunakan untuk
meningkatkan ketrampilan diri dalam dunia kehidupannya.
b. Belajar sebagai proses
Belajar sebagai proses,
menunjukkan bahw abelajar itu sendiri adalah suatu proses. Belajar dimulai
dengan adanya dorongan, semangat dan upaya yang timbul dalam diri seseorang
sehingga orang itu melakukan kegiatan belajar. Ia melakukan kegiatan belajar
dengan menyesuaikan tingkah lakunya dalam upaya meningkatkan dirinya. Dalam
hubungan ini, belajar adalah perilaku mengembangkan diri melalui proses
penyesuaian tingkah laku. Penyesuaian tingkah laku itu dapat terwujud melalui
kegiatan belajar, bukan karena akibat langsung dari pertumbuhan seseorang yang
melakukan kegiatan belajar itu. Dapat dikatakan bahwa belajar sebagai proses
adalah kegiatan seseorang yang dilakukan secara sengaja melalui penyesuaian
tingkah alku dirinya dalam upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
Kegiatan belajar sebagai proses memiliki unsur-unsur tersendiri. Unsur-unsur
itu dapat membedakan antara kegiatan belajar dan kegiatan bukan belajar.
Unsur-unsur tersebut mencakup tujuan belajar yang ingin dicapai, motivasi,
hambatan, stimulus dari lingkungan, persepsi, dan respon peserta didik
(Sudjana, 2000 : 103).
Belajar adalah suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan
sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk,
seperti terjadi perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan,
kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang
belajar. Mengkaji dari paparan di atas dapat dideskripsikan bahwa belajar
adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu.
Belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada suatu tujuan, proses berbuat
melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati,
mendengar, menyimak, merasakan, dan memahami sesuatu yang dipelajari. Apabila
kita mendiskusikan tentang cara belajar, maka kita bicara tentang cara mengubah
tingkah laku seseorang melalui berbagai pengalaman yang ditempuhnya.
Tingkah laku sebagai
hasil dari proses belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang
terdapat dari dalam diri individu (faktor internal) maupun faktor yang berada
di luar individu (faktor eksternal). Faktor internal ialah apa-apa yang
dimiliki seseorang, antara lain: minat dan perhatian, kebiasaan, memotivasi
serta faktor-faktor lainnya. Sedangkan faktor eksternal dalam proses belajar
dapat dibedakan menjadi tiga lingkungan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat. Di antara ketiga lingkungan itu yang paling
besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar
mengajar adalah lingkungan sekolah, seperti guru, sarana belajar, kurikulum,
teman sekelas, peraturan sekolah, dan lain-lain. Unsur lingkungan sekolah yang
disebutkan di atas pada hakekatnya berfungsi sebagai lingkungan belajar siswa,
yakni lingkungan tempat siswa berinteraksi, sehingga menumbuhkan kegiatan
belajar pada dirinya. Hasil interaksi tersebut berupa perubahan tingkah laku
seperti pengetahuan, sikap, kebiasaan, keterampilan, dan lain-lain. Dalam
konteks inilah belajar bisa bermakna sesuai dengan hakekat belajar sebagai
suatu proses (Depdiknas, 2005 : 6).
2.
Definisi Matematika
Matematika berasal dari
bahasa Latin manthenein atau mathena yang berarti belajar atau
hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau
ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika
adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar
konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran
dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa
nyata atau intuisi. Proses induktif-induktif dapat digunakan untuk mempelajari
konsep matematika. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta
yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan
hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan
demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama
berperan penting dalam mempelajari matematika. Penerapan kerja matematika
diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada
siswa. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur,
menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar, dan trigonometri.
Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan
dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan
matematika, diagram, grafik atau tabel.
a. Pengertian Pembelajaran
Matematika
Pembelajaran matematika
tidaklah sama maknanya dengan mengajar matematika. Para ahli psikologi dan
pendidikan memberikan batasan mengajar yang berbeda-beda rumusannya. Perbedaan
tersebut disebabkan oleh titik pandang terhadap makna mengajar. Pandangan
pertama melihatnya dari segi pelakunya, yaitu pengajarnya. Atas pandangan ini,
mengajar diartikan menyampaikan ilmu pengetahuan (bahan ajar) kepada siswa atau
peserta didik. Batasan ini telah lama dianut kalangan pendidik dari jenjang
pendidikan dasar sampai dengan jenjang pendidikan tinggi. Kritik yang paling
banyak dilontarkan terhadap rumusan mengajar di atas ialah siswa dianggap
sebagai objek, bukan sebagai subjek. Siswa hanya pasif menerima apa yang
disampaikan guru. Sebaliknya peranan guru sangat menentukan. Itulah sebabnya
pandangan ini sering disebut berpusat pada guru.
Atas dasar kritikan ini
muncul pemikiran yang melihat mengajar bukan dari sudut pelakunya yang
mengajar, tetapi dari sudut siswa yang belajar. Bertolak dari hakikat belajar
seperti yang telah dibahas di muka, maka mengajar dirumuskan dalam beberapa
batasan yang intinya memberikan tekanan kepada kegiatan optimal yang dilakukan
siswa dalam belajar. Batasan mengajar yang bertolak dari batasan pertama, dapat
dipaparkan sebagai berikut: mengajar adalah membimbing kegiatan siswa belajar.
Mengajar adalah mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar
siswa, sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan minat siswa melakukan kegiatan
belajar. Paradigma baru memandang siswa bukan sebagai objek, tetapi siswa
menjadi subjek dalam pembelajaran. Konsep matematika tidak dipandang sebagai
barang jadi yang hanya menjadi bahan informasi untuk siswa. Namun guru
diharapkan merancang pembelajaran matematika, sehingga memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan aktif dalam membangun konsep
secara mandiri atau bersama-sama. Siswa diharapkan dapat “menemukan kembali” (reinvention)
akan konsep, aturan ataupun algoritma. Algoritama dalam matematika yang dahulu
diberikan begitu saja oleh guru kepada siswa untuk menambah pengetahuan,
sekarang selain untuk itu, siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri
algoritma tersebut, dan tidak menutup kemungkinan siswa menemukan cara lain
yang belum diketahui oleh guru. Pembelajaran matematika yang demikian, akan
dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa, menumbuhkan minat, rasa percaya
diri, memupuk dan mengembangkan imajinasi dan daya cipta (kreativitas) siswa.
b. Tujuan Pembelajaran
Matematika
Melatih cara berpikir dan
bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan,
eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan
inkonsistensi; mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi,
intuisi dan penermuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba ; Mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah; Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi
atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,
grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
3. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu:
a. Konstruktivisme (Contructivisme)
Construktivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir
(filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit), dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkonstruksi ‘bukan’ menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses
belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, buka guru. Dalam pandangan
konstruktivis strategi ‘memperoleh’ lebih diutamakan dibandingkan seberapa
banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah
menfasilitasi proses tersebut dengan: Menjadikan pengetahuan bermakna dan
relevan bagi siswa.; Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya
sendiri, dan Menyadarkan siswa agar
menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
b. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari
kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil
dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada
kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Langkah-langkah kegiatan
menemukan (Inquiry): Merumuskan masalah, mengamati atau melakukan
observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar tulisan,
gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, mengkomunikasikan atau
menyajkan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.
c. Bertanya (Questioning)
Bertanya (questioning) merupakan
strategi utama dalam pembelajaran berbasis CTL. Bertanya dipandang sebagai
kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir
siswa, kegiatan bertanya penting dalam melaksanakan pembelajaran berbasis
inquiri yaitu menggali informasi. Mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui,
dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Kegiatan bertanya
dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara
guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas
tersebut. Kegiatan bertanya dilakukan ketika berdiskusi, bekerja dalam kelompok,
ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan
tersebut mendorong untuk ‘bertanya’.
d. Masyarakat Belajar (Learning community)
Konsep Learning Community menyarankan
agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil
belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu
ke yang belum tahu. Dalam kelas CTL disarankan selalu melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok-kelompok belajar yang heterogen. Masyarakat belajar bisa terjadi
apabila ada proses komunikasi dua arah. Hal ini bisa terjadi apabila tidak ada
pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang merasa paling
tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa
setiap orang memiliki pengetahuan, pengalaman, atau ketrampilan yang berbeda
yang perlu dipelajari.
e. Pemodelan (Modeling)
Pembelajaran dengan pemodelan
adalah belajar dengan meniru dari suatu aktivitas yang dapat ditiru. Dalam
pembelajaran ini guru dapat memberikan contoh untuk membuktikan suatu identitas
dari masalah dan perlu diingat bahwa guru bukanlah merupakan satu-satunya
model.
f. Refleksi (Reflection)
Reflekfi adalah cara berpikir
tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang
sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,
aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
g. Penilaian Sebenarnya (Authentic
Assement)
Penilaian merupakan proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Gambaran perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan
bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang
dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam
belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa
terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu
diperlukan di sepanjang di akhir periode (cawu/semester/akhir tahun/UNAS),
tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisah) dari
kegiatan pembelajaran.
Sebuah kelas di katakan menggunakan
pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam
pembelajarannya. Dan untuk melaksanakan hal itu, secara garis besar, langkahnya
adalah sebagai berikut: Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan ketrampilannya.; Laksanakan sejauh mungkin kegiatan
inkuiri untuk semua topik.; Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.;
Ciptakan ”masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok-kelompok).; Hadirkan “Model”sebagai
contoh pembelajaran.; Lakukan refleksi diakhir pertemuan.; Lakukan penilaian
yang sebenarnya dengan berbagai cara.
4. Materi
Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV)
a. Kalimat Terbuka, Variabel dan Konstanta
1) Kalimat yang benar dan kalimat yang salah
a) Kalimat yang benar adalah kalimat yang
mempunyai nilai benar.
Contoh:
(1) Jakarta adalah ibukota Indonesia
(2) 10 – 3 = 7
(3) 8 < 10
b) Kalimat yang salah adalah kalimat yang
mempunyai nilai salah
contoh:
1. Air mendidih pada suhu 500
2. 4 x 5 = 9
2) Kalimat terbuka adalah kalimat yang memuat
lambang “ *, Δ, , a, b, c, …, z” atau sejenisnya dan belum dapat
diketahui benar salahnya.
Contoh:
a) * adalah faktor dari 10
b) : 3 = 4
c) x + 5 = 11
3) Variabel dan konstanta
a) Variabel atau peubah adalah
lambang atau simbol yang terdapat pada kalimat terbuka yang dapat diganti oleh
sembarang bilangan sehingga menjadi kalimat yang benar atau kalimat yang salah.
b) Konstanta adalah suatu
bilangan yang tidak perlu pergantian, disebut juga nilai tetap.
Contoh:
1. x + 7 = 15 variabelnya :
x
konstantanya : 7 dan 15
2. 12 - y = 6 variabelnya :
y, konstantanya : 12 dan 6
b. Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV)
Persamaan Linear Dua Variabel adalah persamaan
dengan dua variabel dan berpangkat satu.
Contoh:
Di antara persamaan berikut manakah persamaan
linear dua varabel dan manakah yang bukan?
a. x+y = 4 c.
3x-4 = 5 e. x2 -4x
= 1
b. a =2b-3 d.
xy = 8 f. 5x-y=y-4
Jawab:
yang merupakan
PLDV adalah a, b, f
yang merupakan bukan PLDV adalah c, d, dan e
c. Penyelesaian Persamaan Linear Dua Variabel
Penyelesaian persamaan adalah
pengganti variabel sehingga persamaan tersebut menjadi kalimat benar.
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel adalah suatu Sistem
yang terdiri dari dua Persamaan Linear Dua Variabel di mana antara variabel
dari Persamaan Linear Dua Variabel terkait dengan persamaan dua variabel yang
lain.
Ada 3 cara untuk menyelesaikan SPLDV yaitu:
1) Cara Substitusi
“Substitusi” artinya pengganti.
Contoh: selesaikan SPLDV y = 3x dan x + 2x = 7
dengan cara substitusi
Jawab:
y = 3x disubstitusikan ke x + 2x = 7 sehingga
didapat:
x + 2 (3x)
= 7
ó x + 6x = 7
ó 7x = 7
ó x
= 1
Kemudian x = 1 di substitusikan ke y = 3 x,
didapat y = 3.1 = 3
Jadi penyelesaiannya adalah x = 1 dan y = 3, dan
himpunan penyelesaiannya adalah = { (1,3) }
2) Cara Eliminasi
“Eliminasi” artinya menghilangkan
Contoh:
Selesaikan
2x + 3y-4 = 0
3x – 4y-23 = 0 dengan cara eliminasi
Jawab:
Persamaan-persamaan tersebut disusun menjadi:
p (2x + 3y – 4) + q (3x -4y -23) = 0
dipilih p = 4 dan q = 3 sehingga didapat:
4 (2x + 3y -4) + 3 (3x -4y -23) = 0
ó 8x +12y
-16 + 9x -12y -69 = 0
ó
8x +9x + 12y -12y = 16 + 69
ó 17 x = 85
ó x =
5
selanjutnya dipilih p = 3 dan q = -2 didapat
3 (2x + 3y
-4) + (-2) (3x -4y -23) = 0
ó 6x +
9y -12 + 6x + 8y - 46 = 0
ó 6x + 6x + 9y - 8y = 12-46
ó 17 y
= -34
ó
y = -2
Jadi penyelesaiannya adalah x = 5 dan y =
-2 dan himpunan penyelesaianya adalah: { (5 , -2) }
c) Cara grafik
menyelesaikan SPLDV cara grafik sama saja dengan
menentukan titik potong grafik pada masing-masing persamaan yang membentuk
SPLDV.
Contoh selesaikan
SPLDV x + y = 4 dan x + 3y = 6 dengan cara grafik
x + y = 4
|
||
x
|
0
|
4
|
y
|
4
|
0
|
( x, y )
|
( 0, 4 )
|
( 4,0)
|
x + 3y = 6
|
||
x
|
0
|
6
|
y
|
2
|
0
|
( x, y )
|
( 0, 2 )
|
( 6,0)
|
Grafik persamaan
x + y = 4 melalui titik (0,4) dan (4,0) dan grafik x + 3y = 6 melalui titik (0,2) dan (6,0).
Koordinat titik potong kedua grafik itu (3,1), jadi himpunan penyelesaiannya
adalah = { (3, 1)}.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian lain yang
dijadiakan perbandingan dilakukan pada tahun 2007 oleh Kholisoh Program Studi
S1 Pendidikan Matematika, UNNES, hasil yang diperoleh adalah bahwa model
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learnng
(CTL)) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pokok bahasan persamaan
linear satu variabel pada siswa kelas VII A SMP N 1 Balapulang Kabupaten Tegal
tahun pelajaran 2006/2007. Aktivitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan
belajar mengajar meningkat serta kemampuan guru dalam kegiatan Pembelajaran
juga meningkat. Oleh sebab itu dalam pembelajaran disarankan guru menggunakan
model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang telah
disampaikan di atas, maka kerangka berpikir penelitiannya adalah sebagai
berikut. Dengan melihat hasil nilai atau prestasi oleh siswa dalam memahami
pelajaran matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel adalah
kurang memuaskan dan kuarang baik, makad engan demikian, para guru pelajaran
matematika SMP N 4 Wonogiri perlu berusaha secara kolaboratif untuk mencari
cara pembelajaran, yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel. Cara yang dipilih adalah
mengimplementasikan model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual
and Learning (CTL)).
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian Teori dan kerangka
berpikir yang telah disampaikan di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Diduga bahwa terdapat peningkatan
pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua
Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun
Pelajaran 2008/2009;
2. Diduga bahwa terdapat pengaruh dalam
penerapan model pembelajaran melalui pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning (CTL)) terhadap peningkatan pemahaman siswa pada
pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa
kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009.;
3. Diduga bahwa terdapat faktor-faktor yang
dapat mengambat pelaksanaan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada
pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa
kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Setting menurut Webster (1983)
adalah lingkungan, tempat kejadian, atau bingkai. Dalam hal ini setting
penelitian dapat diartikan sebagai tempat kejadian atau lingkungan di mana
sesuatu kegiatan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan penelitian Sukardi
(2006: 17). Penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Pemahaman Siswa
Pada Pelajaran Matematika Dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Melalui Pendekatan Kontekstual (Contextual
Teaching And Learning) Pada siswa Kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri
Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009” mempunyai setting di SMP Negeri 4
Wonogiri Kabupaten Wonogiri pada siswa kelas VIII B.
B. Subyek Penelitian
|
1. Subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIII
B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 sejumlah 38 siswa;
2. Penelitian juga melibatkan dua orang guru
mata pelajaran matematika pada kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri. Satu guru
sebagai peneliti, satu guru yang lain sebagai pengamat.
C. Sumber Data
Data yang baik adalah data yang diambil
dari sumber yang tepat dan akurat (Supardi, 2007:129). Menurut Arikunto (2006:
129) yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana
data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara
dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaa tertulis
maupun lisan. Data yang baik adalah data yang diambil dari sumber yang tepat
dan akurat (Supardi, 2007:129). Lofland dan Lofland dalam (Moleong, 2007: 157)
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Nara sumber dalam penelitian
ini adalah guru, dan siswa di kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I
Tahun Pelajaran 2008/2009. Sedangkan dokumen yang dipakai sebagai data adalah
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan Silabus mata pelajaran matematika. Selain
itu sumber data diperoleh dari:
1. Hasil pengamatan oleh guru pengamat yang
dicatat dalam lembar pengamatan.
2. Hasil uji kompetensi di akhir siklus I dan
II.
3. Hasil tes formatif di akhir siklus III.
D. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) tidak hanya satu, tetapi
menggunakan multi teknik atau multi instrument. Ada tiga kelompok teknik
pengumpulan data, yang oleh Wolcott, (1992) dalam Sugiyono (2007:152)
disebutnya sebagai strategi pekerjaan lapangan primer, yaitu pengalaman,
pengungkapan dan pengujian.
1. Pengalaman dilakukan dalam bentuk
observasi. Peneliti pelaksana (guru, dosen, konselor, administrator, dll)
melakukan observasi sambil melakukan tugasnya sehari-hari. Ada beberapa variasi
bentuk observasi yang dilakukan oleh peneliti, yaitu: (a) observsi
partisipasif, di mana peneliti melakukan observasi sambil ikut serta dalam
kegiatan yang sedang berjalan. (b) observasi khusus, observasi dilakukan ketika
peneliti melakukan tugas khusus umpamanya memberikan bimbingan. (c) observasi
pasif, peneliti hanya bertindak sebagai pengumpul dta, mencatat kegiatan yang
sedang berjalan.
2. Pengungkapan dilakukan melalui wawancara.
Peneliti mengadakan wawancara terhadap pihak-pihak terkait untuk mendapatka
data yang diperlukan. Strategi pengungkapan juga memilkibeberapa bentuk, yaitu:
wawancara informal, wawancara formal terstruktur, pengedaran angket,menggunakan
skala(model likert, thurstone) dan pengukuran dengan test standart.
3. Pembuktian, pembuktian dilakukan dengan
mencari bukti-bukti documenter, seperti: dokumen arsif, jurnal, peta, audio dan
video tape, benda-benad bersejarah, catatan lapangan.
Dalam penelitian ini, lebih spesifiknya
pengambilan data dilakukan dengan cara:
1. Dibuat lembar observasi untuk mengamati
proses pembelajaran, aktivitas guru dan siswa, serta cara yang efektif dalam
menerapkan model pembelajaran dengan pendakatan kontekstual (Coktextual
Teaching and Learning(CTL)).
2. Dibuat lembar kerja siswa yang berisi
permasalahan yang berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel yang akan
diselesaikan siswa melalui pembelajaran kontekstual.
3. Siswa diberi uji kompetensi di akhir
siklus I dan II dan tes formatif di akhir siklus III.
E. Validitas Data
Suatu data penelitian
dikatakan akurat apabila data yang diperoleh telah di uji keabsahanya. Validitas
menunjukkkan ketepatan pengumpulan data, atau data yang dikumpulkan memang
benar-benar yang ingin diperoleh peneliti (Sukmadinata, 2007:153). Validitas
pengumpulan data oleh peneliti meliputi dua hal yaitu:
1.
Keterpercayaan
(trustworthiness) pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, menurut
Guba (1981) ditandai oleh karakteristik-karakteristik sebagai berikut. (a)
kredibilitas, kemampuan peneliti memahami dan mengumpulkan data dari situasi
yang kompleks dan mengungkap pola-pola yang sukar dijelaskan. (b)
transferbilitas, penelitian kualitatif tidak menghasilkan generalisasi, tetapi
sampai sejauh mana temuan-temuan dalam penelitian ini dapat digunakan atau
diterapkan pada situasi lain.ini dapat dilakukan melalui pengumpulan data yang
rinci, sehingga memungkinkan diperbandingkan antara satu konteks dengan konteks
yang lainnya, dan melalui pembuatan diskripsi tentang konteks yang mendetail
sehingga bisa silakukan penelitian kecocokannya pada konteks lain. (c)
keabsahan, menunjukkan bahwa data yang diperoleh adalah benar, dicek kepada
beberapa pihak hasilnya hampir sama. Keabsahan diperoleh dengan trianggulasi
dan member check. (d) konfirmabilitas, menunjukkan bahwa data yag
diperoleh adalah netral atau obyektif, menggambarkan keadaan yang sebenarnya
bukan rekaan.
2. Keterpahaman (understanding),
berkenaan dengan kejelasan dan kemudahan data untuk dipahami. Maxwell (1992)
dalam Sukmadinata (2007: 153) mengemukakan empat kriteria keterpahaman
pengumpulan data kualitatif. (a) Validitas diskriptif, menunjukkan ketepatan
data yang dikumpulkan (b)Validitas interpretatif, menunjukkan kepedulian
peneliti terhadap pandangan-pandangan partisipan (c) validitas teoritis,
kemampuan peneliti menjelaskan fenomena-fenomena yang dipelajari dan
dideskripsikan. (d) kebergunaan, menunjukkan bahwa data yang dihasilkan dapat
digunakan dalam komunitas yang diteliti dan komunitas yang lebih luas (e)
validitas evaluatif, menunjukkan kemampuan peneliti untuk menghasilkan data
yang bukan perkiraan.
F. Teknik Analisis Data
Dalam suatu penelitian terdapat dua macam
data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif menurut Ryan
dan Bernard (2000) dalam Sukardi (2006:71) adalah semua informasi yang berupa
test, surat kabar, sit com, email, ceritera rakyat, sejarah kehidupan yang
berguna untuk membangun dan mengarahkan pada pengembangan pengertian yang
mendalam atas dasar setting orang-orang yang teliti. Menurut Sukardi (2006:72)
ada beberapa elamen penting dalam
analisis data yang perlu terus di ingat oleh setiap peneliti dalam melakukan
kegiatan analisis data adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Proses
analisis data ini mestinya dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber. Setelah dikaji langkah berikutnya adalah membuat rangkuman
untuk setiap kontak atau pertemuan dengan responden. Selain itu, reduksi data
juga dimaksudkan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu dan mengorganisir data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
2. Menampilkan data
Pada
langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan, sehingga menjadi
informasi yang dapat disimpulakna dan memiliki makna tertentu dengan cara
menampilkan dan membuat hubungan antar variabel agar peneliti lain atau pembaca
laporan penelitian mengerti apa yang telah terjadi dan apa yang perlu di tindak
lanjuti untuk mencapai tujuan penelitian.
3. Verifikasi Data
Verifikasi
atau penarikan kesimpulan merupakan kegiatan penting, dimana sejak awal
pengumpulan data, peneliti sebaikanya peneliti juga memulai memutuskan antara
gejala yang mempunyai makna termasuk data-data yang memilki pattern,
konfigurasi, aliran penyebab dan proporsi dengan data yang tidak diperlukan
atau tidak bermakna.
Teknis analisis data adalah
analisis data tertata dalam situs (Miles, Huberman, 1997: 137-155).
Metode-metode dalam analisis ini guna menarik dan memverifikasi kesimpulan
tentang situs tunggal, yaitu suatu fenomena dalam konteks terbatas yang
membentuk satu “kajian kasus,” apakah itu kasus seorang individu dalam suatu
latar, satuan kelompok, satuan yang lebih luas seperti departemen, organisasi,
atau komunitas. Teknik analisis ini adalah membangun sajian dengan
mengembangkan format untuk menyajikan data kualitatif, menganalisis dan
mengambil kesimpulan. Bentuk-bentuk format-format dapat sama beragamnya seperti
imajinasi si penganalisis, tetapi umumnya format-format itu keluar berupa tabel
ringkasan (matriks, bagan, daftar cek) atau gambar.
G. Indikator Kinerja
Menurut
Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi
Sekolah Menengah Pertama (SMP), standar keberhasilan atau sering disebut tuntas
belajar individu atau siswa secara individu dinilai berhasil jika mencapai
nilai minimal 75 dan kelas mencapai tuntas belajar klasikal yaitu minimal 75%
dari semua siswa di kelas itu mencapai nilai minimal 75.
H.
Prosedur Penelitian
Prosedur
penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan
Robbin MC Taggart yang terdiri dari empat komponen yaitu : 1) Perencanaan (planning),
2) Aksi/tindakan (acting), 3) Observasi (observing), 4) Refleksi
(refleting). Pada tahap
perencanaan ini difokuskan pada bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
tindakan kelas ini sekaligus kesiapan para guru dan siswa dalam melaksanakan
pembelajaran matematika melalui pendekatan komunikatif untuk memecahkan masalah
matematika pada pokok bahasan aritmatika sosial dengan bimbingan kelompok .
1. Perencanaan
Perencanaan adalah
aktivitas untuk menyiapkan segala sesuatu yang akan dilaksanakan dalam
tindakan.
2. Implementasi Tindakan
Rencana pelaksanaan penelitian
yang telah disusun sebelumnya kemudian harus dilaksanakan sesuai dengan
ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. Dengan demikian maka perlu
dilakukan pembahasan ulang mengenai strategi yang akan digunakan dalam
penelitian tindakan kelas ini.
3. Observasi dan Implementasi
Tahap observasi ini juga perlu
dilakukan karena adanya data-data yang pendukung penelitian yang tidak
ditemukan pada saat proses pengumpulan data. Observasi ini dilakukan untuk
melihat pelaksanaan apakah semua rencana yang telah dibuat dengan baik tidak
ada penyimpangan-penyimpangan yang dapat memberikan hasil yang kurang maksimal
dalam penelitian tindakan kelas ini.
4.
Analisis dan Refleksi
Kegiatan yang berhubungan
dengan pendekatan komunikatif untuk memecahkan masalah matematika pokok bahasan
aritmatika perlu dipahami oleh semua warga sekolah khususnya siswa kelas VIII B.
Kemudian sesudah suatu siklus selesai
diimplementasikan, khususnya setelah ada refleksi, selanjutnya diikuti dengan
adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam siklus tersendiri. Demikian
seterusnya sampai beberapa kali siklus. Pelaksanaan tindakan yang di buat
skenario tindakan yang telah direncanakan, dilaksanakan dalam situasi yang
aktual. Pada saat yang bersamaan kegiatan ini juga disertai dengan kegiatan
observasi dan interpretasi yang diikuti dengan kegiatan refleksi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Awal
Suatu sekolah
pastilah dalam mewujudkan visi dan misi yang sudah ada, pastilah membutuhkan
suatu upaya dan
B. Deskripsi Pra Siklus
|
Sebelum diterapkannya metode
pendekatan kontekstual, maka guru mulai mengadakan tes awal untuk mengetahui
terlebih dahulu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika yaitu
mengenai Persamaan Linear Dua Variabel yang dapat dilihat dari nilai tes yang telah
dilakukan.
Tabel 4.1. Daftar
Nilai Matematika Kelas VIII B
NO.
|
NIS
|
NAMA
|
NILAI
|
1.
|
6726
|
ADITIA SURYA PRATAMA
|
52
|
2.
|
6728
|
AGUNG TRI H
|
57
|
3.
|
6729
|
AHMADI PURNO N
|
62
|
4.
|
6657
|
ASRI DANAWATI
|
54
|
5.
|
6658
|
CIPTO BAGUS A
|
56
|
6.
|
6771
|
DEDE ADITYA
|
64
|
7.
|
6772
|
DEVI SRI RAHAYU
|
58
|
8.
|
6621
|
DHANIEL ROSALIA
|
67
|
9.
|
6625
|
DWI LASMINI
|
54
|
10.
|
6745
|
ENI SULISTYORINI
|
63
|
11.
|
6746
|
ERNA STYWATI
|
59
|
12.
|
6773
|
ERPINA MURTI
|
68
|
13.
|
6628
|
FAJAR PRISMA PRATAMA
|
69
|
14.
|
6776
|
FITRIANI
|
75
|
15.
|
6777
|
HARI SETYAWAN
|
74
|
16.
|
6779
|
HARNO
|
68
|
17.
|
6629
|
HENDRI WICAKSONO
|
54
|
18.
|
6780
|
II MARSELA
|
52
|
19.
|
6671
|
IMANIA SAFITRIANA
|
56
|
20.
|
6753
|
JAUHAR INSIA
|
60
|
21.
|
6709
|
LINDA SETYAWATI
|
64
|
22.
|
6754
|
MELINDA PS
|
62
|
23.
|
6672
|
MEIGITA PUTRI Y
|
57
|
24.
|
6712
|
MUH. TAUFIK H
|
59
|
25.
|
6676
|
MUH. RAKHA S
|
61
|
26.
|
6681
|
NUGROHO FEBRI
|
63
|
27.
|
6716
|
PUTRI ARUM
|
72
|
28.
|
6789
|
RATIH EKA SRIYANTI
|
54
|
29.
|
6682
|
RISKA APRILIA
|
64
|
30.
|
6645
|
ROMADHON ADI S
|
54
|
31.
|
6719
|
SANTI MELIAWATI
|
59
|
32
|
6720
|
SINTA NOVIANA
|
54
|
33
|
6767
|
SITI AISYAH
|
62
|
34
|
6649
|
SRI YUHANI
|
57
|
35
|
6762
|
TRI MAHAS TUTININGRUM
|
56
|
36
|
6687
|
WINARSIH
|
68
|
37
|
6724
|
YANUAR WISNU
|
57
|
38
|
6764
|
YUNITA BERLY VANESA
|
62
|
Berdasarkan hasil tes di atas maka diperoleh data
sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil tes pra siklus
No
|
Kategori
|
Interval
|
X
|
f
|
f(J)
|
%
|
Ket
|
1
2
3
4
|
Amat baik
Baik
Cukup
Kurang
|
90-100
70-89
60-69
£59
|
95
80
65
35
|
0
3
13
22
|
0
240
1040
665
|
0.00
12.94
53.47
34.19
|
1945/38
= 51.18
|
Jumlah
|
38
|
1945
|
100
|
(Kurang)
|
C. Deskripsi Siklus I
Pada Siklus I ini dilakukan beberapa
tahapan dari mulai Tindakan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan
refleksi. Dalam menentukan siklus I ini dilakukan beberapa usaha, baik berdiskusi
dengan teman guru lain maupun dengan kepala sekolah. Karena dengan meminta
masukan dari beberapa teman sejawat dan Kepala Sekolah akan mendapatkan
informasi yang jelas mengenai tahap-tahapan yang harus dilakukan untuk
memperbaiki pembelajaran Matematika di SMP Negeri 4 Wonogiri Kabupaten
Wonogiri.
Siklus I merupakan langkah awal yang
sangat menentukan siklus berikutnya, karena dalam siklus ini terdapat usaha
pembenahan dalam proses interaksi antara siswa dan guru dalam pembelajaran Matemática pada pokok bahasan persamaan
linear dua variable pada siswa kelas VIII B di SMP Negeri 4 Wonogiri Semestre 1
Tahun Pelajaran 2008/2009, adapun langkah-langkah yang merupakan tahapan proses
pembenahan, antara lain;
1. Perencanaan Tindakan
Pada siklus I ini,
langkah-langkah yang akan dilakukan adalah melakukan beberapa persiapan sebelum
melaksanakan semua tindakan pembelajaran Matematika pada pokok bahasan Persamaan
Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B di dalam kelas. Sebelum melakukan
proses pembelajaran di dalam kelas, terlebih dahulu mempersiapkan beberapa hal
yang menunjang seperti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
membuat Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan membuat beberapa soal uji kompetensi,
menyiapkan pembentukan kelompok-kelompok siswa yang heterogen dan memilih salah
satu siswa sebagai ketua kelompok, membuat lembar pengamatan aktivitas siswa
dalam KBM dan lembar pengamatan tinjauan kelas, menetapkan satu guru (peneliti)
untuk mengajar, dan satu guru yang lain sebagai pengamat. Kemudian menyiapkan
lembar observasi agar dapat memantau perkembangan siswa dalam memahami
pelajaran matematika.
2. Tindakan Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah direncanakan pada tindakan perencanaan di atas.
Pertama kali yang dilakukan dalam tindakan pada siklus I ini adalah: setelah
guru masuk ke dalam kelas, guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
kemudian guru menginformasikan model pembelajaran yang digunakan yaitu
menggunakan pendekatan kontekstual. Setelah itu maka guru memotivasi siswa
(memfokuskan siswa) dengan cara tanya jawab masalah kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel. Siswa diingatkan kembali
tentang materi pelajaran operasi hitung pada bentuk aljabar, mengenai variabel,
konstanta, koefisien dan suku-suku pada bentuk aljabar (permodelan dan questioning).
Kemudian Guru membagi siswa dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 4 orang
siswa dan menetapkan satu siswa sebagai ketua kelompok dan membagikan lembar
kerja siswa yang berisikan permasalahan yang berkaitan dengan persamaans linear
dua variabel untuk didiskusikan secara berkelompok (menciptakan masyarakat
belajar). Pada pelaksanaan tindakan ini guru senantiasa mengajukan pertanyaan
yang membuat siswa berpikir tentang permasalahan tersebut (question).
Dengan bimbingan guru, kelompok-kelompok tersebut menyimpulkan hasil diskusi
mereka (inquiri dan constructivisme), setelah itu beberapa
kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas
(permodelan), dan kelompok lain menanggapi (question), selain para siswa
memberikan tanggapan maka guru juga menanggapi dan menghargai presentasi dan
pendapat siswa. Pada akhir kegiatan guru membimbing siswa menyimpulkan hasil
diskusi mengenai Persamaan Linear Dua Variabel. Setelah itu dilakukan iji
kompetensi guna mengetahui pemahaman siswa dalam pelajaran matematika pada
pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel.
3. Observasi
Hasil observasi yang telah
dilakukan nampak bahwa pada saat KBM berlangsung, pengamat mengamati
aktivitas belajar siswa, yang ditandai dengan keberanian siswa bertanya,
menjawab pertanyaan, keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi mereka.
Dari hasil pengamatan tersebut diperoleh bahwa siswa yang mampu bertanya hanya
sebagian kecil siswa dan yang mampu menjawab pertanyaan hanya sebesar menjawab
pertanyaan 30 % dari jumlah siswa, dan yang paing banyak adalah siswa yang
tidak melakukan aktivitas sama sekali yaitu sekitar 47.5 %. Dari hasil uji
kompetensi pada siklus I diperoleh hasil belajar siswa kelas VIII B SMPN 4
Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 pada pokok bahasan Persamaan
Linear Dua Variabel sebagai berikut:
Tabel 4.3. Hasil tes siklus I
No
|
Kategori
|
Interval
|
X
|
f
|
f(J)
|
%
|
Ket
|
1
2
3
4
|
Amat baik
Baik
Cukup
Kurang
|
90-100
70-89
60-69
£59
|
95
80
65
35
|
4
5
17
12
|
380
400
1105
420
|
16.49
17.35
47.94
18.22
|
2305/38
= 60.66
|
Jumlah
|
38
|
2305
|
100
|
(Cukup)
|
4. Refleksi
Hasil
yang didapatkan dalam tahap pengamatan dikumpulkan dan dianalisa. Dari hasil
pengamatan tersebut guru dapat merefleksikan diri, ternyata pada siklus I ini,
belum bisa meningkatkan hasil prestasi siswa dalam menyelesaikan soal yang
berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel, sehingga masih perlu adanya
perbaikan dalam pengelolaan KBM dengan Metode Pendekatan Kontekstual ini. Hasil
refleksi ini merupakan bahan acuan untuk memperbaiki pembelajaran ini pada
siklus berikutnya.
D. Deskripsi Siklus II
Melihat hasil siklus I yang
kurang maksimal dalam pemelajaran matematika, maka guna memaksimalkan hasil
yang diingin dicapai maka dilakukan siklus lanjutan. Siklus lanjutan ini juga
terdiri dari tindakan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
1. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan pada
siklus II ini dilakukan tidak jauh beda dengan siklus I yaitu dengan membuat
Rencana Pembelajaran (RP) Siklus II, membuat Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan
membuat beberapa soal uji kompetensi siklus II, membuat Lembar Pengamatan
Aktivitas Siswa dalam KBM dan Lembar Pengamatan Tinjauan Kelas. Tidak lupa
dalam akhir kegiatan selalu dilakukan suatu evaluasi guna mengetahui
peningkatan d an perubahan yang dialami oleh siswa selama melakukan KBM.
2. Tindakan Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan yang
dilakukan pada siklus II ini, dilakukan dengan melihat hasil pada siklus I di
atas, dengan melihat kekurangan yang ada, maka pada siklus II ini dilakukan
langkah-langkah perbaikan. Tindakan yang dilakukan pada siklus II ini meliputi:
Tindakan siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan yaitu: pada
pertemuan (1) Setelah guru memasuki ruang maka guru/peneliti menyampaikan
tujuan pembelajaran, setelah itu guru mulai membagi siswa dalam
kelompok-kelompok yang heterogen yang terdiri atas 4 siswa. Setelah kelompok
terbentuk maka guru menyajikan masalah kontekstual yang berhubungan dengan
operasi bentuk aljabar kepada siswa, dan kemudian guru memberikan soal pada setiap kelompok untuk
dikerjakan siswa bersama kelompoknya. Guru membimbing siswa cara menentukan
penyelesaian Persamaan Linear Dua Variabel. Beberapa kelompok diminta untuk
menyampaikan hasil diskusinya, kelompok lain menanggapi, kemudian guru
memberikan penghargaan berupa pujian kepada kelompok yang tampil terbaik dan
guru merangkum materi pelajaran yang telah mereka dapatkan. Pada pertemuan ke
dua, pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah dengan mengadakan uji
kompetensi kepada para siswa guna mengetahui peningkatan yang diperoleh siswa
dalam memahami pelajaran matematika dalam pokok bahasan Persamaan Linear Dua
Variabel.
3. Observasi
Hasil pengamatan yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa Pada saat KBM berlangsung, pengamat
mengamati aktivitas belajar siswa, yang ditandai dengan keberanian siswa
bertanya, menjawab pertanyaan, keberanian siswa dalam menyampaikan hasil
diskusi mereka. Dari hasil pengamatan tersebut diperoleh bahwa siswa yang
mempunyai keberanian untuk bertanya mengalami peningkatan, dan siswa yang
menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru juga meningkat dan siswa
yang tidak melakukan aktivitas apapun mengalami penurunan dibandingkan pada
siklus I, dengan melihat hal tersebut maka dapat dikatakan pada siklus II ini
tingkat pemahaman siswa dalam pembelajaran Matematika mengalami peningktan.
Selain itu pada uji kompetensi yang telah dilakukan dapat terlihat perolehan
nilai siswa juga mengalami penngkatan yaitu dapat dilihat dari tabel di bawah
ini:
Tabel 4.4. Hasil tes siklus II
No
|
Kategori
|
Interval
|
X
|
f
|
f(J)
|
%
|
Ket
|
1
2
3
4
|
Amat baik
Baik
Cukup
Kurang
|
90-100
70-89
60-69
£59
|
95
80
65
35
|
11
14
7
6
|
1045
1120
455
210
|
36.93
39.58
16.08
7.42
|
2830/38
= 74.47
|
Jumlah
|
38
|
2830
|
100
|
(Baik)
|
4. Refleksi
Dari
pengamatan yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah
dilakukan telah diuraikan dapat diambil suatu kesimpulan bahwa: Aktivitas siswa
pada siklus II ini mengalami peningkatan meski belum sesuai dengan yang
diharapkan, sebagai penyempurnaannya akan dilakukan siklus ke III, Pengelolaan kelas oleh gurupun mengalami
peningkatan dan akan lebih diperbaiki pada siklus ke III, Hasil pemahaman siswa
nampak terdapat peningkatan pada siklus II ini, dan akan lebih ditingkatkan
lagi pada siklus berikutnya
E. Deskripsi Siklus III
Siklus III merupakan
penggabungan antara hasil refleksi siklus I dan II baik mengenai kekurangan
yang ada maupun kelebihan yang ada. Pada siklus III ini juga terdiri dari
tindakan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Adapun
langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan Tindakan
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam perencanaan tindakan pada siklus III ini adalah peneliti
membuat Rencana Pembelajaran Siklus III, kemudian membuat soal-soal yang berkaitan
dengan Persamaan Linear Dua Variabel untuk tes formatif dan menyiapkan Tabel
Pengamatan Aktivitas Siswa dalam KBM, dan Pengamatan Tinjauan Kelas.
2. Tindakan Pelaksanaan
Pada siklus III ini guru terlebih dahulu
memberikan informasi kepada para siswa tentang hasil dari siklus I dan II.
Dengan melihat kekurangan yang ada maka pada siklus ini langkah yang pertama
kali dilakukan yaitu dengan melakukan langkah-langkah perbaikan. Setelah
menyusun langkah perbaikan kemudian guru mengingatkan kembali pelajaran yang
lalu dan memotivasi siswa untuk lebih memahami materi berikutnya dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang hebdak
dicapai pada siklus ini. Setelah itu Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok
yang terdiri atas 4 – 5 siswa (menciptakan masyarakat belajar), kemudian guru
membagikan LKS yang berisikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan Persamaan
Linear Dua Variabel kepada setiap kelompok untuk dikerjakan. Beberaa kelompok
mempresentasikan hasil diskusi mereka dan kelompok lain menanggapi
(permodelan/modeling dan bertanya/questioning). Guru memberikan
pujian/penghargaan untuk kelompok dengan hasil terbaik, setelah itu Siswa
dengan bimbingan guru merangkum materi pelajaran (refleksi). Pada pertemuan
kedua pelaksanaan tindakan dilakukan untuk melakukan tes formatif.
3. Observasi
Hasil pengamatan yang telah
dilakukan pada siklus III ini menunjukkan bahwa pada saat KBM
berlangsung, pengamat mengamati aktivitas belajar siswa, yang ditandai dengan
keberanian siswa bertanya, menjawab pertanyaan, keberanian siswa dalam
menyampaikan hasil diskusi mereka. Dari hasil pengamatan tersebut diperoleh
bahwa siswa yang mempunyai keberanian untuk bertanya mengalami peningkatan yang
pesat, dan siswa yang menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru juga
meningkat dan siswa yang tidak melakukan aktivitas apapun mengalami penurunan
bahkan hampir tidak terdapat siswa yang kurang aktif, karena semua siswa yang
ada sudah dapat aktif dalam mengikuti pembelajaran matematika dibandingkan pada
siklus II. Peningkatan tersebut didukung dengan perolehan nilai yang diperoleh
oleh siswa mengalami peningkatan. Berdasarkan data statistik yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Hasil tes siklus III
No
|
Kategori
|
Interval
|
X
|
f
|
f(J)
|
%
|
Ket
|
1
2
3
4
|
Amat baik
Baik
Cukup
Kurang
|
90-100
70-89
60-69
£59
|
95
80
65
35
|
25
10
3
0
|
2375
800
195
0
|
70.47
23.74
5.79
0.00
|
3370/38
= 88.68
|
Jumlah
|
38
|
3370
|
100
|
(Baik)
|
4. Refleksi
Dari
data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah
diuraikan dapat diambil suatu kesimpulan bahwa: Aktivitas siswa pada siklus III
ini mengalami peningkatan sesuai dengan yang diharapkan. Pengelolaan kelas oleh
guru pun sudah cukup meningkat. Hasil pemahaman siswa pada siklus III juga
mengalami peningkatan sesuai dengan target yang diharapkan terbukti dengan
peningkatan prestasi yang diperoleh para siswa.
F. Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus
Proses pembelajaran yang
diterapkan oleh guru sering tidak sesuai dengan mata pelajaran yang dibawakan.
Akibat dari ketidaksesuaian metode pembelajaran yang digunakan dalam mengajar
akan mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar, bisa menjadikan siswa merasa
bosan dan tidak bersemangat untuk melakukan pembelajaran, sehingga pemahaman
terhadap suatu pelajaran atau materi yang telah disampaikan oleh guru juga
kurang sehingga prestasi atau nilai yang diperoleh juga rendah dan
mengakibatkan pembelajaran yang dilakukan tidak berjalan dengan baik. Seperti
halnya di SMP Negeri 4 Wonogri khususnya kelas VIII B Semester I Tahun
Pelajaran 2008/2009, metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran
matematika guru biasanya menggunakan metode ceramah, dimana guru hanya
menerangkan materi yang akan disampaikan dan siswa hanya disuruh memperhatikan,
kemudian siswa diberi soal yang sesuai dengan
buku diktat yang diberikan tanpa adanya suatu pengembangan soal yang
ada, sehingga siswa merasa takut dan malas untuk mengikuti pembelajaran
tersebut. Melihat kondisi tersebut maka dalam penelitian ini digunakan suatu
pendekatan kontekstual atau CTL untuk dapat memecahkan masalah matematika pada
pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel dengan adanya bimbingan dari guru
yang bersangkutan. Tahap pra siklus merupakan suatu tahap awal sebelum proses
penelitian dilakukan, dimana dalam tahap ini prestasi siswa menunjukkan hasil
yang sangat tidak baik atau nilai yang mereka peroleh sangat kuran, hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa dalam mata pelajaran Matematika
kurang. Untuk itu diterapkan siklus I, sebagai awal dari pelaksanaan metode
yang baru.
Pada
siklus I dari 38 siswa ternyata banyak siswa yang kurang aktif atau acuh dalam
mengikuti proses belajar mengajar. Hal ini dapat disebabkan karena siswa kurang
memiliki prasyarat dalam mengikuti pembelajaran pada pokok bahasan Persamaan
Linear Dua Variabel sehingga materi ini dianggap sukar oleh sebagian siswa.
Maka siswa harus diberi motivasi agar lebih bersemangat dalam proses belajar
mengajar yaitu antara lain dengan diberi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disampaikan. Bila jawaban siswa benar, guru memberi
penguatan atau pujian agar siswa merasa senang. Guru juga harus memberi tahu
bahwa manfaat menguasai materi Persamaan Linear Dua Variabel itu sangat penting
karena dapat digunakan menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan
sehari-hari yang berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel. Dengan melihat
hasil pemahaman siswa, ternyata dari 38 siswa terdapat 12 siswa (18.22%) yang
dapat dikategorikan memiliki tingkat pemahaman yang kurang yaitu mendapat nilai
£ 59, sedang siswa
yang memiliki kemampuan dalam kategori cukup sejumlah 17 siswa (47,94%) yaitu
mendapat nilai antara 60-69. siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori baik
sejumlah 5 siswa (17,35%) yaitu mendapat nilai antara 70-89 dan siswa yang
memiliki kemampuan dalam kategori amat baik sejumlah 4 siswa (16,49 %) yaitu
mendapat nilai antara 90-100, dan rata-rata kemampuan dalam memahami pelajaran
matematika yang diperoleh pada siklus I ini oleh para siswa kelas VIII B ini
adalah 60.66. Dengan melihat hasil yang diperoleh siswa dalam tingkat pemahaman
pelajaran matematika dalam pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel dapat
dijelaskan bahwa dalam sikus I penguasaan guru terhadap materi pembelajaran
sudah baik, tapi perhatian guru kurang merata pada seluruh siswa. Sehingga ada
beberapa siswa yang kurang aktif, acuh, dan sibuk bermain (ngobrol) sendiri.
Kesimpulannya pada siklus I kegiatan pembelajaran belum berhasil karena belum
memenuhi tolak ukur keberhasilan yaitu tuntas belajar klasikal minimal 75%. Hal
ini disebabkan karena masih banyak siswa yang acuh dan kurang aktif dalam
mengikuti KBM. Siswa yang kurang menguasai materi prasyarat yaitu suku-suku
pada bentuk aljabar. Dengan demikian peneliti perlu melakukan tindakan
selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal Persamaan
Linear Dua Variabel.
Pada
siklus kedua ini, terlihat bahwa siswa yang kurang aktif sudah berkurang jika
dibandingkan dengan siklus pertama. Dari hasil pemahaman siswa juga terjadi
peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal, terbukti dari 38 siswa
terdapat 6 siswa (7,42 %) yang dapat dikategorikan memiliki tingkat pemahaman
yang kurang yaitu mendapat nilai £ 59,
sedang siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori cukup sejumlah 7 siswa
(16,08 %) yaitu mendapat nilai antara 60-69. siswa yang memiliki kemampuan
dalam kategori baik sejumlah 14 siswa (39.58 %) yaitu mendapat nilai antara
70-89 dan siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori amat baik sejumlah 11
siswa (36.93%) yaitu mendapat nilai antara 90-100, dan rata-rata kemampuan
dalam memahami pelajaran matematika yang diperoleh pada siklus II ini oleh para
siswa kelas VIII B adalah 74,47. Berarti ada peningkatan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal Persamaan Linear Dua Variabel. Pada siklus II ini kegiatan guru
dalam melakukan pembelajran matematika sudah ada peningkatan dibandingkan
siklus I yaitu perhatian guru sudah merata dan siswa yang pasif diberi
pertanyaan sehingga siswa menjadi aktif. Kesimpulannya pada siklus ke-2 terjadi
peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam pemelajaran matematika pada pokok
bahasan Persamaan Linear Dua Variabel, hal ini disebabkan karena siswa semakin
aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Pada
siklus ketiga ini, siswa sudah semakin aktif dibandingkan dengan siklus kedua,
dari hasil prestasi siswa juga terjadi peningkatan kemampuan pemahaman siswa
dalam menyelesaikan soal, terbukti siswa yang masuk dlam kategori mempunyai
pemahaman yang kurang sudah tidak terdapat lagi. Dan tidak tuntas belajar tinggal 9 siswa (22,5%)
sedang siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori cukup sejumlah 3 siswa
(5,79 %) yaitu mendapat nilai antara 60-69. Siswa yang memiliki kemampuan dalam
kategori baik sejumlah 10 siswa (23,74 %) yaitu mendapat nilai antara 70-89 dan
siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori amat baik sejumlah 25 siswa (70,47
%) yaitu mendapat nilai antara 90-100 atau hampir 50% dari jumlah siswa yang
ada dan rata-rata kemampuan dalam memahami pelajaran matematika yang diperoleh
pada siklus II ini oleh para siswa kelas VIII B adalah 88.68. melihat hasil
tersebut berarti terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal Persamaan
Linear Dua Variabel. Sedang dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru, kegiatan
guru sudah cukup baik dalam mengelola kegiatan belajar mengajar dengan
pendekatan kontekstual (CTL). Kesimpulan pada siklus ketiga terjadi peningkatan
prestasi belajar Persamaan Linear Dua Variabel, hal ini disebabkan karena siswa
semakin aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
G.
Kesimpulan Dari Hasil Pengamatan
Berdasarkan
penjabaran dan pemaparan yang telah dilakukan di atas, bahwa suatu pembelajaran
akan dapat berjalan dengan baik apabila dalam proses pembelajaran menggunakan
metode pembelajaran yang cocok. Dari hasil yang diperoleh di atas, dapat di
simpulkan bahwa dengan melihat hasil penelitian di kelas VIII B SMP N 4
Wonogiri Kabupaten Wonogiri pada semester I tahun pelajaran 2008/2009 tersebut
di atas dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor yang paling banyak menyebabkan
siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pokok bahasan Persamaan Linear
Dua Variabel adalah:
1.
Siswa tidak mampu menyelesaikan Persamaan
Linear Dua Variabel karena tidak memahami materi prasyarat yaitu operasi hitung
pada bentuk aljabar pada bab sebelumnya.
2.
Siswa tidak dapat menyelesaikan Persamaan
Linear Dua Variabel disebabkan karena siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar
mengajar dengan pendekatan kontekstual (CTL).
3.
Siswa kurang aktif dalam kegiatan
belajar mengajar dengan pendekatan kontekstual karena siswa kurang memiliki
keberanian untuk tampil di muka kelas (malu dan kurang percaya diri).
4.
Siswa
tidak mampu menyelesaikan soal-soal cerita ke dalam kalimat matematikanya
otomatis siswa akan mengalami kesalahan pada tahap perhitungan dalam menarik
kesimpulan.
Tindakan yang harus dilakukan pada
siswa yang mengalami kesulitan adalah:
1.
Siswa
yang tidak mampu menyelesaikan Persamaan Linear Dua Variabel karena tidak memahami
operasi hitung pada bentuk aljabar diberikan PR yang berkaitan dengan operasi
hitung pada bentuk aljabar utuk latihan di rumah.
2.
Siswa
yang tidak mampu menyelesaikan Persamaan Linear Dua Variabel karena kurang
aktif dalam kegiatan pembelajaran diberi perhatian dengan pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel agar siswa tersebut menjadi
lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3.
Siswa
yang kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar karena kurang memiliki keberanian
untuk tampil di muka kelas, diberikan kepercayaan, dorongan dan motivasi agar
siswa tersebut lebih percaya diri untuk tidak malu-malu tampil di muka kelas
dan lebih aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
4.
Siswa
yang tidak mampu menyelesaikan soal-soal cerita dalam kalimat matematika
dibimbing agar mampu mengungkapkan soal-soal cerita ke dalam kalimat
matematika.
BAB V
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari hasil penelitian tindakan kelas
sebagai upaya meningkatkan pemahaman siswa kelas VIII B SMP N 4 Wonogiri
Kabupaten Wonogiri dalam pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel melalui
model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL) maka dapat diambil suatu
kesimpulan yaitu:
1.
Strategi
yang digunakan dalam meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika
pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri
4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 adalah dengan menggunakan
pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning (CTL)), metode
ini digunakan karena sebelum menggunakan metode ini dalam proses pembelajran
guru sering menggunakan metode ceramah atau ekspositori sehingga siswa kurang
dituntut untuk dapat lebih aktif dan kreatif sehingga pemahaman siswa dalam
pembelajaran Matematika juga rendah.
2.
Pengaruh penerapan
model pembelajaran melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning (CTL)) terhadap peningkatan pemahaman siswa pada pembelajaran
Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B
SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 adalah melalui
metode pembelajaran dengan menggunakan model pendekatan kontektual ini, tingkat
pemahaman siswa dalam pelajaran matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear
Dua Variabel dapat meningkat.
|
3.
Faktor-faktor
yang dapat menghambat pelaksanaan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada
pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa
kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 adalah
siswa tidak mampu menyelesaikan Persamaan Linear Dua Variabel karena tidak
memahami materi prasyarat yaitu operasi hitung pada bentuk aljabar pada bab
sebelumnya, siswa tidak dapat menyelesaikan Persamaan Linear Dua Variabel
disebabkan karena siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar dengan
pendekatan kontekstual (CTL), karena siswa kurang memiliki keberanian untuk
tampil di muka kelas (malu dan kurang percaya diri), siswa tidak mampu
menyelesaikan soal-soal cerita ke dalam kalimat matematikanya otomatis siswa
akan mengalami kesalahan pada tahap perhitungan dalam menarik kesimpulan.
B.
Implikasi/Rekomendasi
Penerapan pendekatan CTL menggunakan model
kontektual diterapkan di SMP Negeri 4 Wonogiri telah berjalan dengan baik dan
mampu meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika. Karena dengan
metode ini siswa lebih dicondongkan untuk kreatif dan aktif dalam melakukan
pembelajaran serta pengerjaan soal yang diberikan, karena dengan pemecahan soal
baik secara kelompok maupun individu siswa lebih mudah untuk memecahkannya.
Keberhasilan ini tidak lepas dari peran guru yang telah berhasil membangkitkan
keaktifan siswa untuk lebih aktif dalam memahami pelajaran matematika. Dengan
meningkatnya keaktifan siswa maka minat siswa terhadap mata pelajaran matematika
yang dianggap sebagai mata pelajaran
yang menakutkan akan menjadi pelajaran yang menyenangkan dan akan berujung pada
peningkatan pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan dan prestasi yang
diperoleh mata pelajaran matematika di SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun
Pelajaran 2008/2009.
C. Saran
Berdasrkan hasil penelitian di atas saran
yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Dalam
pembelajaran pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel guru disarankan untuk
menggunakan metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning (CTL)).
2. Guru
harus dengan sabar membimbing siswa, khususnya siswa di kelas rendah agar pokok
bahasan Persamaan Linear Dua Variabel bukan merupakan pokok bahasan yang
dirasakan sulit.
3.
Guru harus bisa menciptakan suasana yang
ceria sehingga pelajaran matematika khususnya pokok bahasan Persamaan Linear
Dua Variabel menjadi pelajaran yang menyenangkan.
4.
Guru harus memiliki sifat dasar yaitu ikhlas
dan ulet dalam melakukan pembelajaran kepada siswa, sehingga siswapun akan
dengan senang hati dan ikhlas menerima pelajaran matematika terutama pada pokok
bahasan Persamaan Linear Dua Variabel.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto.S., 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta-Jakarta
Depdiknas.
2005. Kurikulum 2004. Pedoman Khusus Pengembangan System
Penilaian Berbasis Kompetensi SMP Mata Pelajaran Matematika. Dirjen
Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Jakarta.
Depdiknas.
2005. Modul SMP Terbuka, Matematika Kelas I Semester I, Kegiatan Siswa. Dirjen
Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Depdiknas.
2005. Pendekatan Pembelajaran Matematika. Bahan Pelatihan Terintegrasi
Berbasis Kompetensi Guru SMP di PPPG Matematika Yogyakarta. Dirjen Dikdasmen
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Depdiknas.
2005. Penelitian Tindakan Kelas. Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis
Kompetensi Guru SMP di PPPG Matematika Yogyakarta. Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Dimyati, dkk. 2006. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta. Penerbit Rineka
Cipta.
Miles M.B dan Huberman A.M.
1997. Analisis Data Kualitatif. Universitas Indonesia Press.
Moleong L.J. 2007. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Sudjana S.
2000. Strategi
Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah. Bandung. Penerbit Falah
Production.
Sugiyono, Prof. Dr., 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Sukardi. 2006. Penelitian
Kualitatif-Naturalistik Dalam Pendidikan. Yokyakarta. Usaha Keluarga.
Sukmadinata N.S. 2007. Metode
Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
|