PENGARUH KONSELING KELOMPOK TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII


PENGARUH KONSELING KELOMPOK TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII


Dosen pengampu:   Dra. Ika Ernawati M.pd



















Disusun oleh:

AMIR AGUS PRIONO              09144200003

        KELAS              A3


PROGRAM STUDI BIBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
A.    Latar belakang masalah
Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal.
Matematika adalah suatu bidang studi yang mempunyai peran penting dalam pendidikan khususnya dalam pendidikan di sekolah. Secara teoritik matematika adalah ilmu yang bertujuan mendidik anak manusia agar dapat berfikir secara logis, kritis, rasional dan percaya diri sehingga mampu membentuk kepribadian yang mandiri, kreatif serta mempunyai kemampuan dan keberanian dalam menghadapi maalah-masalah dalam kehidipan seharihari. Apabila dalam pembelajran matematika di sekolah mampu membentuk siswa dengan karakteristik seperti itu berarti pembelajaran matematika di sekolah telah memberi sumbangan besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. (Asikin, 2001:1-2)
Matematika secara luas merupakan bahasa bagi ilmu dan teknologi. Tidak ada satupun teknologi yang tidak menggunakan matematika. Bila matematika merupakan bahasa, maka logika adalah tata bahasanya. Hal ini merupakan tantangan bagi para matematikawan Indonesia untuk dapat menjelaskan bahwa berpikir tidak lain adalah membuat perhitungan dan untuk itu diperlukan langkah pemikiran yang masuk akal (secara logika) dan menghasilan pemikiran yang benar.
Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar.
Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Menurut Irwanto (1997 :105) belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan.
Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet (dalam buku Winkel 1997:529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.
Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang. Maka dari pada itu butuh bimbingan dari lembaga lain selain bimbingan belajar pada umumnya, dalam hal ini guru pembimbing adalah orang yang paling tepat. Guru pembimbing dapat melakukan pola bimbingan yang berbeda contohnya melalui layanan konseling kelompok.
Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Apabila dinamika kelompok dapat terwujud dengan baik, maka anggota kelompok akan saling menolong, menerima dan berempati tulus. Konseling kelompok merupakan wahana untuk menambah penerimaan diri dan orang lain, menemukan alternatif cara menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang tepat dari konflik yang dialaminya.
Permasalahan yang sering muncul bahwa siswa pada usia sekolah masih perlu diberikan motivasi dan bimbingan ataupun pemberian konseling untuk mengatasi masalah-masalahnya yang berhubungan dengan tugas sehari-harinya karena untuk tiap-tiap siswa yakin akan kemampuannya jika menghadapi orang di lingkungan barunya. Oleh karena itu, pemahaman untuk dapat mandiri sangat diperlukan dalam upaya mendapatkan titik tengah penyelesaian konflik yang dialami remaja.
Menurut Latipun (2008: 178) konseling kelompok merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik (feed back) dan pengalaman belajar. Konseling kelompok dalam prosesnya menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (group dynamic).
Menurut Gozda dalam Latipun (2008: 178) konseling kelompok adalah suatu proses intrapersonal yang dinamis yang memusatkan pada usaha dalam berfikir dan tingkah laku serta melibatkan fungsi-fungsi terapi yang dimungkinkan serta berorientasi pada kenyataan-kenyataan, membersihkan jiwa, saling percaya mempercayai, pemeliharaan, pengertian, penerimaan dan bantuan. Fungsi-fungsi dan terapi itu diciptakan dan dipelihara dalam wadah kelompok kecil melalui sumbangan perorangan dalam anggota kelompok sebaya dan konselor.
Pada penelitian ini, penulis mengunakan sampel siswa SMP Negeri 2 binangun  Kelas 2 Tahun Pelajaran 20011/2012.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Prestasi Belajar matematika siswa”. 

B.     Rumusan masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah penelitian di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah Konseling Kelompok Berpengaruh Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa?”. 

C.     Penegasan istilah
Untuk memberikan gambaran yang jelas agar tidak salah pengertian, maka istilah dalam judul skripsi ada yang perlu dijelaskan sebagai berikut: 
1.      Konseling kelompok
Konseling kelompok adalah suatu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok, masalah yang dibahas itu adalah masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok (Prayitno, 2001: 89). 
2.      Prestasi belajar matematika
Prestasi belajar adalah hasil belajar matematika yang dicapai oleh seorang siswa dari kegiatan belajar mengajar dalam bidang akademik yaitu pelajaran matematika di sekolah dalam jangka waktu tertentu. 
3.      Siswa
Siswa menurut Fuad Ikhsan (1995: 22) yang dimaksud dengan siswa adalah subjek yang sedang belajar didalam lingkungan, lembaga pendidikan formal yaitu sekolah. 

D.    Keaslian penelitian
Penulisan karya ilmiah harus menghindarkan diri dari tindakan curang seperti mengambil karya orang lain untuk diakui sebagai karya sendiri.
Penelitian yang penulis lakukan dengan variabel Pengaruh konseling kelompok terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 binangun tahun pelajaran 2011/2012. Menurut hemat penulis belum ada yang melakukan penelitian. Jika kebetulan ada kemiripan dalam judul, maka hal itu tentunya akan berbeda tentang tempat penelitian, latar belakang masalah, populasi dan sampel yang diambil, metode pengumpulan data yang digunakan, tehnik analisis data yang dipilih. Untuk itu penulis bertanggung jawab atas keaslian penelitian ini. 

E.     Tujuan penelitian
Bertitik pada permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konseling kelompok terhadap prestasi belajar matematika siswa di SMP Negeri 2 binangun. 

F.      Manfaat penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 
1.      Manfaat teoritis
Sebagai bahan informasi ilmiah untuk menambah referensi dan pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling, khususnya tentang bimbingan belajar dalam konseling kelompok. 
2.      Manfaat praktis
a.       Bagi siswa
Siswa dapat mengetahui cara-cara belajar yang efektif, dan mengetahui tentang konseling kelompok melalui berkonsultasi kepada guru pembimbing dalam menghadapi masalah terutama masalah belajar. 
b.      Bagi guru pembimbing
Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pengaruh konseling kelompok terhadap prestasi belajar siswa sehingga dapat menambah ketrampilan guru terutama guru pembimbing dalam membantu siswa, dan memberi pandangan tentang apa yang akan di lakukan guru pembimbing jika menemukan kasus/ permasalahan yang seperti ini.
c.       Bagi sekolah
Dapat memberikan masukan bagi kepala sekolah dan guru dalam menerapkan konseling kelompok sehingga dapat memberikan bantuan yang tepat dalam mengatasi belajar siswa. 

G.    Kajian teori
1.      Konseling kelompok
a.       Pengertian konseling kelompok
Layanan konseling kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok, masalah yang dibahas itu adalah masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok (Prayitno, 2001: 89).
Menurut Latipun (2008: 178) konseling kelompok merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik (feed back) dan pengalaman belajar. Konseling kelompok dalam prosesnya menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (group dynamic).
Menurut Gozda dalam Latipun (2008: 178) konseling kelompok adalah suatu proses intrapersonal yang dinamis yang memusatkan pada usaha dalam berfikir dan tingkah laku serta melibatkan fungsi-fungsi terapi yang dimungkinkan serta berorientasi pada kenyataan-kenyataan, membersihkan jiwa, saling percaya mempercayai, pemeliharaan, pengertian, penerimaan dan bantuan. Fungsi-fungsi dan terapi itu diciptakan dan dipelihara dalam wadah kelompok kecil melalui sumbangan perorangan dalam anggota kelompok sebaya dan konselor. 
Menurut Latipun (2008: 179) berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka konseling kelompok secara prinsipil adalah sebagai berikut:
1) Konseling kelompok merupakan hubungan antara beberapa konselor dengan beberapa klien.
2) Konseling kelompok berfokus pada pemikiran dan tingkah laku yang disadari.
3) Dalam konseling kelompok terdapat faktor-faktor yang merupakan aspek terapi bagi klien.
4) Konseling kelompok bermaksud memberikan dorongan dan pemahaman kepada klien, untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien. 
b.      Tujuan layanan konseling kelompok
Tujuan konseling kelompok pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan teoritis dan tujuan operasional. Tujuan teoritis berkaitan dengan tujuan yang secara umum melalui proses konseling, yaitu pengembangan pribadi, pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok agar masalah terselesaikan dengan cepat melalui bantuan anggota kelompok yang lain, sedangkan tujuan operasional disesuaikan dengan harapan klien dan masalah yang dihadapi klien.
Menurut Corey dalam Latipun (2008: 181), tujuan konseling kelompok adalah sebagai berikut: 
1) Belajar mempercayai diri dan orang lain.
2) Mengembangkan pengetahuan dan perkembangan identitas yang baik.
3) Mengetahui kebiasaan, kebutuhan dan masalah partisipan.
4) Mengembangkan penerimaan diri, kepercayaan diri, harga diri untuk mencapai gambaran dirinya.
5) Menemukan alternatif pemecahan masalah dan mengambil keputusan yang tepat dan konflik yang dialaminya.
6) Untuk meningkatkan tujuan diri, otonomi, dan rasa tanggung jawab pada diri dan orang lain.
7) Mengetahui satu pilihan dan bisa membuat keputusan yang bijaksana.
8) Membuat rencana khusus untuk mengganti perilaku tertentu dan berkomitmen untuk menjalankan rencana tersebut.
9) Belajar secara lebih efektif tentang ketrampilan bergaul.
Menurut Prayitno (2001: 89) tujuan konseling kelompok yaitu memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan penegentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok.
Menurut Winkel (2004: 592) tujuan layanan konseling kelompok yaitu:
1) Masing-masing anggota kelompok memahami dirinya dengan lebih baik dan menemukan dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman diri itu dia lebih rela menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif dalam kelpribadiannya.
2) Para anggota kelompok mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain, sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas untuk fase perkembangan mereka.
3) Para anggota kelompok memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontak antar pribadi di dalam kelompok dan kemudian dalam kehidupan sehari-hari diluar kelompoknya.
4) Para anggota kelompok menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain. Kepekaan dan penghayatan ini membuat mereka lebih sensitif juga terdapat kebutuhan psikologis dan alam perasaan sendiri.
5) Masing-masing anggota kelompok menerapkan suatu sasaran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.
Layanan konseling kelompok merupakan sarana siswa mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan permasalahannya melalui dinamika kelompok. Manfaat konseling kelompok salah satunya menumbuhkan rasa kemandirian pada diri siswa dan menciptakan ketrampilan siswa dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya.

c.       Dinamika kelompok dalam konseling kelompok
Menurut pandangan Darwin Cartwright dalam Winkel (2004: 599) dapat ditunjukkan implikasi beberapa implikasi dari dinamika kelompok. Dinamika kelompok yaitu rasa keterikatan yang kuat terhadap kelompok, daya tarik kegiatan kelompok bagi masing-masing anggota, relevansi dari sikap, pandangan dan perilaku yang akan diubah bagi semua anggota kelompok, penghargaan dari anggota yang satu terhadap yang lain. Sehingga semua sumbangan pikiran dan perasaan diakui dan diterima. Kesempatan bersama mengenai tuntutan untuk merubah diri dan kearah mana perubahan ini harus diusahakan.
Menurut Prayitno (1995: 32) Peranan anggota kelompok yang hendaknya dimainkan oleh anggota kelompok agar dinamika kelompok benar-benar dapat diwujudkan seperti yang diharapkan, adalah: membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok, mencurahkan segenap perasaan untuk melibatkan diri dalam kegiatan kelompok, berusaha agar apa yang dilakukannya dapat membantu tercapainya tujuan bersama, membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik dan membantu orang lain..
Menurut Prayitno (1995: 22) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kelompok antara lain: 
1) Tujuan dan kegiatan kelompok.2). Jumlah anggota.3). Kualitas masing-masing pribadi anggota kelompok.4). Kedudukan kelompok.5). Kemampuan kelompok dalam memenuhi kebutuhan anggota kelompok untuk saling berhubungan sebagai kawan, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan bantuan moral dan sebagainya.
Secara khusus dinamika kelompok dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pribadi para anggota kelompok, yaitu apabila interaksi dalam kelompok itu difokuskan pada pemecahan masalah pribadi yang dimaksudkan. Dalam suasana seperti ini melalui dinamika kelompok yang berkembang masing-masing anggota kelompok akan menyumbang baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pemecahan masalah pribajdi tersebut Prayitno (1995: 24). 

2.   Prestasi belajar
a.       Pengertian belajar
              Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari berbuatan belajar, karena belajar merupakan suatu proses, sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut.
Bagi seorang siswa belajar merupakan suatu kewajiban. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa tersebut.
Menurtut Logan, dkk (1976) dalam Sia Tjundjing (2001:70) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan latihan . Senada dengan hal tersebut, Winkel (1997:193) berpendapat bahwa belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.
Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah saja, namun dapat dilakukan dimana-mana, seperti di rumah ataupun dilingkungan masyarakat. Irwanto (1997:105) berpendapat bahwa belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Mudzakir (1997:34) belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
Di dalam belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach (Sumadi Suryabrata, 1998:231) : “Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu pelajar mempergunakan pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera pengelihatan saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”
Belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri siswa, namun tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas (Syah, 2000:116) antara lain : 
1.      Perubahan intensional
Perubahan dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.
2.  Perubahan positif dan aktif
Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan.
3. Perubahan efektif dan fungsional
Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan manfaat tertentu bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam diri siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.
Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, secara sengaja, disadari dan perubahan tersebut relatif menetap serta membawa pengaruh dan manfaat yang positif bagi siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
 
b.      Pembelajaran matematika
Matematika sebagai suatu mata pelajaran yang sering menja dimomok bagi para siswa. Siswa merasa matematika sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tergolong sukar. Hal tersebut disebabkan oleh sikap guru Matematika yang melakukan pembelajaran tidak memahami dasar-dasar dan konsep Matematika serta siswa tidak mengerti kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Siswa merasakan pelajaran matematika kurang bermakna, akhirnya menyebabkan siswa malas belajar matematika.
Menurut ET Ruseffendi dalam Lisnawati (2001:72) bahwa agar anak memahami dan mengerti konsep Matematika seyogyanya diajarkan dengan urutan konsep murni, dilanjutkan dengan konsep notasi, dan diakhiri dengan konsep terapan. Untuk dapat mempelajari struktur matematika dengan baik maka refresentasinya dimulai dengan benda-benda konkrit yang beraneka ragam. Misalnya anak akan lebih cepat memahami arti bendabenda bila disajikan berbagai bentuk dan jenis benda-benda atau dengan kata lain bahwa benda-benda yang akan diamati harus beragam jenisnya. 

c.       Pengertian prestasi belajar matematika
Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan, karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi.
Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana ia telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel (1997:168) bahwa proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa terhadap pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui prestasi belajar siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.
Sedangkan Marsun dan Martaniah (dalam Sia Tjundjing 2000:71) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Hal ini berarti prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.
Menurut Poerwodarminto (Mila Ratnawati, 1996 : 206) yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam buku rapor sekolah.
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam buki laporan yang disebut rapor. 

d.      Faktor faktor yang mempengaruhi belajar matematika
Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.
Untuk meraih prestasi belajar yang baik banyak sekali faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Suryabrata (1998 : 233) dan Shertzer dan Stone (dalam Winkle, 1997 : 591), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 
1.      Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
1). Faktor fisiologis
Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera
a) Kesehatan badan
Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.
b) Pancaindera
Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.
2) Faktor psikologis
Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah :
a) Intelligensi
Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Binet (dalam Winkle,1997 :529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya .
b) Sikap
Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Sarlito Wirawan (1997:233) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap siswa yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.
c) Motivasi
Menurut Irwanto (1997 : 193) motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar. Sedangkan menurut Winkle (1991 : 39) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. 
2.      Faktor eksternal
Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :
1). Faktor lingkungan keluarga
a) Sosial ekonomi keluarga
Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah
b). Pendidikan orang tua
Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.
c). Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga
Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.
2). Faktor lingkungan sekolah
a). Sarana dan prasarana
Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah; selain bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar
b). Kompetensi guru dan siswa
Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas , yang dapat memenihi rasa ingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.
c). Kurikulum dan metode mengajar
Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metrode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito Wirawan (1994:122) mengatakan bahwa faktor yang paling penting adalah faktor guru. Jika guru mengajar dengan arif bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi belajar siswa akan cenderung tinggi, paling tidak siswa tersebut tidak bosan dalam mengikuti pelajaran.
3). Faktor lingkungan masyarakat
a). Sosial budaya
Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru/pengajar.
b). Partisipasi terhadap pendidikan
Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. 

H.    Hipotesis
            Setelah mengetahui dari landasan teori maka peneliti mengambil hipotesis tindakan sebagai berikut.
Adapun hipotesis kerja yang penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Prestasi Belajar Siswa”. 

I.       Metode penelitian
1.   Rancangan penelitian
        Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain pre-Eksperimental (eksperimental pura-pura) dengan jenis desain one group pre test and post test design. Maksudnya yaitu subjek dikenakan dua kali pengukuran, pengukuran (menggunakan formal tes prestasi belajar matematika) pertama dilakukan untuk mengukur kemempuan siswa dalam pelajaran matematika sebelum diberi layanan konseling kelompok (pre test) dengan kode O1. Adapun design pre test and post test group sebagai berikut:
 O2
´Pola = O1
Menggunakan design ini karena untuk mengetahui efek dari treatment yang diberikan dalam bentuk layanan konseling kelompok.




Untuk memperjelas eksperimen dalam penelitian ini disajikan tiap-tiap rancangan eksperimen, yaitu: 1) Melakukan pre-test, adalah pengukuran (dengan mengisi format skala kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah) kepada sampel penelitian sebelum dan sesudah diadakan perlakukan dalam bentuk konseling kelompok. Hasil dari pre test akan menjadi data perbandingan post-test, 2) Melakukan post-test sesudah pemberian layanan konseling kelompok dengan tujuan untuk mengetahui hasil apakah layanan konseling kelompok berpengaruh terhadap kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah, dan 3) Proses analisis data menggunakan uji-t. 

2.   Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 
Sutrisno Hadi dan Suharsimi Arikunto (2006: 96) mendefinisikan variabel sebagai bentuk gejala yang bervariasi. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi. Sedangkan variabel terikat adalah variabel akibat atau variabel tak bebas. Yang menjadi variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah konseling kelompok dan sebagai variabel terikat (Y) adalah belajar. 
a.       Konseling kelompok
Konseling kelompok adalah layanan yang memungkinkan bagi sekelompok individu memperoleh kesempatan untuk membahas dan mengentaskan masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-mamsing anggota kelompok melalui dinamika kelompok sehingga individu tersebut dapat mengembangkan segenap potensi yang sehubungan penelitian ini adalah eksperimen, maka variabel konseling kelompok ini diwujudkan dalam bentuk perlakuan atau treatment oleh karena itu, perencanaannya diwujudkan dalam bentuk satuan layanan konseling kelompok. 
b.      Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam buki laporan yang disebut rapor.

3.   Populasi dan sampel
a.       Populasi penelitian
Sebelum penelitian ini dilakukan, terlebih dahulu menetapkan populasi yang akan dijadikan objek penelitian.
Suharsimi Arikunto (2006: 130) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yaitu elemen yang ada di wilayah penelitian.
Dalam penelitian ini populasi dikenakan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 binangun Tahun Ajaran 2009/2010.
b.  Sampel penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melihat apakah konseling kelompok efektif untuk memandirikan siswa dalam menyelesaikan masalah, maka pengambilan sampel dengan menggunakan sampel bertujuan (purposive sampel), yaitu sampel yang akan diambil berdasarkan tujuan tertentu, mengingat adanya keterbatasan waktu dan konseling kelompok membutuhkan waktu yang lama, jumlah anggota yang mengikuti konseling kelompok, serta dana dan tenaga dari peneliti sendiri, maka peneliti mengambil sampel kelas VIII .

4.   Metode pengumpulan data
Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode tes prestasi belajar karena data yang diungkap berupa aspek objektif yaitu tentang prestasi belajar siswa. Pada tes prestasi belajar pertanyaan merupakan soal dari mata pelajaran matematika yang berjumlah 10 soal pilihan ganda . Tes prestasi matematika berupa pilihan ganda berjumlah 10 soal sebanyak 2 kali tes, yaitu tes sebelum perlakuan (konseling) dan tes setelah perlakuan (konseling) dengan materi soal yang bobotnya sama.
Tes sebagai salah satu metode pengumpulan data, memegang peranan yang cukup penting. Dengan memberikan tes dapat sebagai cermin hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan. Perlu disadari, hasil tes memang tidak semata-mata tergantung pada kemampuan siswa, namun untuk mendeteksi kemampuan tersebut, tes merupakan alternative terbaik. 
1) Pelaksanaan tes
Tes pertama dilaksanakan sebelum perlakuan konseling dan tes kedua dilaksanakan setelah perlakuan konseling.
2) Kisi-kisi tes
Kisi-kisi tes disesuaikan dengan materi yang sedang diberikan oleh guru, meliputi:
a) Menentukan unsur dan dan bagian-bagian lingkaran
b) Menghitung keliling dan luas lingkaran
c) Menggunakan hubungan sudut pusat sudut pusat, panjang busur, dan luas juring dalam pemecahan masalah.
3) Tolok Ukur Keberhasilan
Untuk mengukur keberhasilan dalam penelitian ini, tolok ukurnya adalah sistem belajar tuntas yaitu pencapaian nilai 7,0. Keberhasilan belajar diukur apabila setiap siswa telah mencapai nilai 7,0 maka dikatakan berhasil tuntas dan secara klasikal apabila sebanyak 75%, siswa telah mencapai nilai 7,0 maka dikatakan tuntas. Sistem tersebut diterapakan di SMP Negeri 2 Randudongkal dalam pelajaran matematika.

5. uji validitas dan reabilitas
a. Uji Validitas
“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kesahihan suatu instrument” (Arikunto, 2006: 75). Tehnik uji validitasnya yaitu menggunakan tehnik statistik parametik rumus “korelasi product moment”



Keterangan:
= kooefisien antara X dan Y
X = skor item
Y = skor total
N = banyaknya subjek yang diteliti
b. Reliabilitas
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah instrumen cukup dapat dipercaya atau dapat diandalkan sebagai alat pengumpul data. Dalam penelitian ini uji reliabilitas instrumen menggunakan rumus alpha dari chornbach dalam Suharsimi Arikunto (2006: 196).

Keterangan:
= reliabilitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan
= jumlah varian butir
= varian total

6. metode analisa data
Untuk menganalisis hasil eksperimen yang menggunakan pre-test dan Post-test one group design (design 2) menggunakan uji-t dengan rumus yaitu:

Keterangan:
Md = Mean dari perbedaan pre-test dan post-test (post test- pre test)
Xd = Deviasi masing-masing subjek (d – Md)
= Jumlah kuadrat deviasi
N = Subjek pada sampel
db = ditentukan dengan N – 1
(Arikunto, 2006: 307)
Apabila thitung > ttabel, maka hipotesis kerja diterima sebaliknya jika thitung < ttabel, maka hipotesis ditolak dengan taraf signifikan 5%.















DAFTAR PUSTAKA



Adinwan Cholik dan Sugiyono. 2006. Matematika untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Azwar, Slafuddin. 2006. Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Basri, Hasan. 2004. Remaja Berkualitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Antonius Atosokhi, Gea. 2005. Relasi Dengan Diri Sendiri. Jakarta: Gramedia
Harlock, E.B. 1989. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
Muhammad Ali dan Mohammad Asrori. 2005. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: Ghalia Indonesia
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud
Ratna Wilis, D. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Penerbit Erlannga.
Sudjana, Nana. (2001). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Cetakan ketujuh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Sudjana, Nana. (2001). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Cetakan ketujuh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto Suharsimi, 1991. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta
Winkel, WS dan MM Sri Hastuti. 2005. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi