A. Pengertian Orang Tua
Mengenai pengertian orang tua dalam kamus besar bahasa
Indonesia disebutkan “Orang tua artinya ayah dan ibu.“ (Poerwadarmita, 1987:
688).
Sedangkan dalam penggunaan bahasa Arab istilah orang tua
dikenal dengan sebutan Al-walid pengertian tersebut dapat dilihat
dalam Alquran surat Lukman ayat 14 yang berbunyi.
Artinya: “Dan kami perintahkan kepada manusia (Berbuat
baik) kepada dua orang ibu bapaknya ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambahdan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Q.S.
Lukman ayat 14)
Banyak dari kalangan para ahli yang mengemukakan
pendapatnya tentang pengertian orang tua, yaitu menurut Miami yang dikutip oleh
Kartini Kartono, dikemukakan “Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat
dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan
ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.“ (Kartono, 1982 : 27).
Maksud dari pendapat di atas, yaitu apabila seorang
laki-laki dan seorang perempuan telah bersatu dalam ikatan tali pernikahan yang
sah maka mereka harus siap dalam menjalani kehidupan berumah tangga salah
satunya adalah dituntut untuk dapat berpikir seta begerak untuk jauh kedepan,
karena orang yang berumah tangga akan diberikan amanah yang harus dilaksanakan
dengan baik dan benar, amanah tersebut adalah mengurus serta membina anak-anak
mereka, baik dari segi jasmani maupun rohani. Karena orang tualah yang menjadi
pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Seorang ahli psikologi Ny. Singgih D Gunarsa dalam bukunya
psikologi untuk keluarga mengatakan, “Orang tua adalah dua individu yang
berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan
kebiasaan- kebiasaan sehari-hari.“ (Gunarsa, 1976 : 27). Dalam hidup berumah
tanggga tentunya ada perbedaan antara suami dan istri, perbedaan dari pola
pikir, perbedaan dari gaya dan kebiasaan, perbedaan dari sifat dan
tabiat, perbedaan dari tingkatan ekonomi dan pendidikan, serta banyak lagi
perbedaan-perbedaan lainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat mempengaruhi
gaya hidup anak-anaknya, sehingga akan memberikan warna tersendiri
dalam keluarga. Perpaduan dari kedua perbedaan yang terdapat pada kedua orang
tua ini akan mempengaruhi kepada anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga
tersebut.
Pendapat yang dikemukakan oleh Thamrin Nasution adalah
“Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau
tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan
ibu.” (Nasution:1986 : 1).
Seorang bapak atau ayah dan ibu dari anak-anak mereka
tentunya memiliki kewajiban yang penuh terhadap keberlangsungan hidup bagi
anak-anaknya, karena anak memiliki hak untuk diurus danan dibina oleh
orang tuanya hingga beranjak dewasa.
Berdasarkan Pendapat-pendapat para ahli yang telah
diurarakan di atas dapat diperoleh pengertian bahwa orang tua orang tua
memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina ank-anaknya baik dari
segi psikologis maupun pisiologis. Kedua orang tua dituntut untuk dapat
mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat menjadi generasi-generasi yang
sesuai dengan tujuan hidup manusia.
B. Tugas dan Peran orang tua
Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan berumah tangga
tentunya memiliki tugas dan peran yang sangat penting, ada pun tugas dan peran
orang tua terhadap anaknya dapat dikemukakan sebagai berikut. (1). Melahirkan,
(2). Mengasuh, (3). Membesarkan, (4). Mengarahkan menuju kepada kedewasaan
serta menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Disamping itu juga
harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak, memberi teladan dan
mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung jawab dan penuh
kasih sayang. Anak-anak yang tumbuh dengan berbagai bakat dan kecenderungan
masing-masing adalah karunia yang sangat berharga, yang digambarkan sebagai
perhiasan dunia. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam Alquran surat Al-Kahfi ayat
46.
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia, tetapi amanah-amanah yang kekal lagi soleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS.
Al-Kahfi ayat 46).
Ayat di atas paling tidak mengandung dua pengertian. Pertama,
mencintai harta dan anak merupakan fitrah manusia, karena keduanya adalah
perhiasan dunia yang dianugerahkan Sang Pencipta. Kedua, hanya harta
dan anak yang shaleh yang dapat dipetik manfaatnya. Anak harus dididik menjadi
anak yang shaleh (dalam pengertian anfa’uhum linnas) yang bermanfaat bagi
sesamanya.
Beberapa penelitian yang dikemukakan oleh beberapa ahli,
seperti yang di kemukakan dalam majalah rumah tangga dan kesehatan bahwa “Orang
tua berperan dalam menentukan hari depan anaknya. Secara fisik
supaya anak-anaknya bertumbuh sehat dan berpostur tubuh yang lebih baik, maka
anak-anak harus diberi makanan yang bergizi dan seimbang. Secara mental anak-anak
bertumbuh cerdas dan cemerlang, maka selain kelengkapan gizi perlu juga diberi
motivasi belajar disertai sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan secara
sosial suapaya anak-anak dapat mengembangkan jiwa sosial dan budi pekerti yang
baik mereka harus di beri peluang untuk bergaul mengaktualisasikan diri,
memupuk kepercayaan diri seluas-luasnya. Bila belum juga terpenuhi biasanya
karena soal teknis seperti hambatan ekonomi atau kondisi sosial orang tua.“
(Sabri Alisuf : 1995 :24 )
Orang tua yang tidak memperdulikan anak-anaknya, orang tua
yang tidak memenuhi tugas-tugasnya sebagai ayah dan ibu, akan sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup anak-anaknya. Terutama peran seorang
ayah dan ibu adalah memberikan pendidikan dan perhatian terhadap anak-anaknya. Sebagaimana
dikemukakan, “Perkembangan jiwa dan sosial anak yang kadang-kadang berlangsung
kurang mantap akibat orang tua tidak berperan selayaknya. Naluri kasih sayang
orang tua terhadap anaknya tidak dapat dimanifestasikan dengan menyediakan
sandang, pangan, dan papan secukupnya. Anak-anak memerlukan perhatian dan
pengertian supaya tumbuh menjadi anak yang matang dan dewasa.”(Depdikbud, 1993
: 12 ).
Dalam berbagai penelitian para ahli dapat dikemukakan
beberapa hal yang perlu di berikan oleh orang tua terhadap anaknya, sebagai
mana diungkapkan sebagai berikut:
- Respek dan kebebasan pribadi.
- Jadikan rumah tangga nyaman dan menarik.
- Hargai kemandiriannya.
- Diskusikan tentang berbagai masalah.
- Berikan rasa aman, kasih sayang, dan perhatian.
- Anak-anak lain perlu di mengerti.
- Beri contoh perkawinan yang bahagia. (Ahmadi Abu,
1991 : 44)
Dari beberapa poin yang telah dikemukakan para ahli di atas
dapat dipahami bahwa banyak hal yang harus dilakukan oleh orang tua dalam
melakukan tugas serta peran mereka sebagai orang tua, yaitu harus respek
terhadap gerak-gerik anaknya serta memberikan kebebasan pribadi dalam
mengembangkan bakat serta menggali potensi yang ia miliki, orang tua dalam
menjalani rumah tangga juga harus dapat menciptakan rumah tangga yang nyaman,
sakinah serta mawaddah sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada
anak-anaknya, orang tua harus memiliki sikap demokratis. Ia tidak boleh
memaksakan kehendak sehingga anak akan menjadi korban, ia harus betul-betul
mengerti, memahami, serta memberikan kasih sayang dan perhatian yang penuh.
Orang tua yang tidak memenuhi peran dan tidak menjalankan tugas tugasnya
seperti apa yang di jelaskan di atas, maka anak-anak hidupnya menjadi
terlantar, ia akan mengalami kesulitan dalam menggali potensi dan bakat
yang ia miliki
Conny Semiawan dan kawan-kawan menyatakan bahwa, “Orang tua
perlu membina anak agar mau berprestasi secara optimal, karena kalau tidak
berarti suatu penyia-nyiaan terhadap bakat-bakatnya. Pembinaan dilakukan dengan
mendorong anak untuk mencapai prestasi yang sesuai dengan kemampuannya. Ada
pula orang tua, karena tingkat pendidikan mereka sendiri terbatas, karena acuh
tak acuh atau karena kurang memperhatikan anak, pendidikan anak, tidak peka
dalam pengamatan ciri-ciri kemampuan anaknya”.
Seorang anak sangat memerlukan bimbingan kedua orang tuanya
dalam mengembangkan bakat serta menggali potensi yang ada pada diri anak
tersebut. Dalam rangka menggali potensi dan mengembangkan bakat dalam diri anak
maka seorang anak memerlukan pendidikan sejak dini
Conny Semiawan dan kawan-kawan menyatakan, “Orang tua perlu
menciptakan lingkungan rumah atau keluarga yang serasi, selaras, dan seimbang
dengan kehadiran anak-anak berbakat. Disamping itu perlu menyiapkan sarana
lingkungan fisik yang memungkinkan anak mengembangkan bakatnya. Perlu sikap
demokrasi juga dalam memberikan banyak larangan, dirangsang untuk menjadi
mandiri dan percaya diri.” (Semiawan, 1990 : 31-55).
Lingkungan keluarga sangat mempengaruhi bagi pengembangan
kepribadian anak dalam hal ini orang tua harus berusaha untuk menciptakan
lingkungan keluarga yang sesuai dengan keadaan anak. Dalam lingkungan keluarga
harus diciptakan suasana yang serasi, seimbang, dan selaras, orang tua harus
bersikap demokrasi baik dalam memberikan larangan, dan berupaya merangsang anak
menjadi percaya diri. Pendapat lain tentang peran dan tugas orang tua adalah
sebagai berikut, ”Komunikasi ibu dan ayah dalam keluarga sangat menentukan
pembentukan pribadi anak-anak di dalam dan di luar rumah. Selanjutnya dikatakan
bahwa seorang ayah umumnya berfungsi sebagai dasar hukum bagi putra-putrinya,
sedangkan seorang ibu berfungsi sebagai landasan moral bagi hukum itu
sendiri.”(Ali, 1995 : 30).
Tugas-tugas serta peran yang harus dilakukan orang tua
tidaklah mudah, salah satu tugas dan peran orang tua yang tidak dapat
dipindahkan adalah mendidik anak-anaknya. Sebab orang tua memberi hidup anak,
maka mereka mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak
mereka. Jadi, tugas sebagai orang tua tidak hanya sekadar menjadi perantara
makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya, agar
dapat melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya, maka diperlukan adanya
beberapa pengetahuan tentang pendidikan.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di
atas penulis dapat memberikan suatu kesimpulan bahwa orang tua harus
memperhatikan lingkungan keluarga, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang
sehat, nyaman, serasi serta lingkungan yang sesuai dengan keadaan anak.
Komunikasi yang dibangun oleh orang tua adalah komunikasi yangn baik karena
akan berpengaruh terhadap kepribadian anak-anaknya.
C. Kewajiban Orang Tua Terhadap anak
Seorang peria dan wanita yang berjanji dihadapan Allah SWT
untuk hidup sebagai suami istri berarti bersedia untuk memikul tanggung jawab
sebagai ayah dan ibu anak-anak yang bakal dilahirkan. Ini berarti bahwa pria
dan wanita yang terikat dalam perkawinan siap sedia untuk menjadi orang tua dan
salah satu kewajiban, hak orang tua tidak dapat dipindahkan adalah mendidik
anak-anaknya. Sebab seorang anak merupakan amanah dan perhiasan yang wajib
dijaga dengan sebaik-baiknya. Apabila tidak dijaga akan menyebabkan kualitas
anak tidak terjamin, sehingga dapat membahayakan masa depannya kelak. Orang tua
harus dapat meningkatkan kualitas anak dengan menanamkan nilai-nilai yang baik
dan ahlak yang mulia disertai dengan ilmu pengetahuan agar dapat tumbuh manusia
yang mengetahui kewajiban dan hak-haknya. Jadi, tugas orang tua tidak hanya
sekadar menjadi perantara adanya makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga
mendidik dan memeliharanya.
Nasikh Ulwan dalam bukunya ”Tarbiyah Al-Aulad Fi-Al
Islam,” sebagaimana dikutif oleh Heri Noer Aly, merincikan bidang-bidang
pendidikan anak sebagai berikut:
- Pendidikan Keimanan, antara lain dapat dilakukan dengan
menanamkan tauhid kepada Allah dan kecintaannya kepada Rasul-Nya.
- Pendidikan Akhlak, antara lain dapat dilakukan dengan
menanamkan dan membiasakan kepada anak-anak sifat terpuji serta
menghindarkannya dari sifat-sifat tercela.
- Pendidikan Jasmaniah, dilakukan dengan memperhatikan gizi anak
dan mengajarkanya cara-cara hidup sehat.
- Pendidikan Intelektual, dengan mengajarkan ilmu pengetahuan
kepada anak dan memberi kesempatan untuk menuntut mencapai tujuan
pendidikan anak. (Aly, 1999 : 182).
Adapun fungsi keluarga secara ilmu menurut ST. Vembrianto
sebagaimana dikutip oleh M. Alisuf Sabri mempunyai 7 (tujuh) yang ada
hubungannya denagan si anak yaitu.
- Fungsi biologis: keluaraga merupakan tempat lahirnya anak-anak
secara biologis anak berasal dari orang tuanya.
- Fungsi Afeksi: kerluarga merupakan tempat terjadinya hubungan
sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa
aman).
- Fungsi sosial: fungsi keluaraga dalam membentuk kepribadian
anak melalui interaksi sosial dalam keluarga anak, mempelajari pola-pola
tingkah laku, sikap keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam keluarga
anak, masyarakat, dan rangka pengembangan kepribadiannnya.
- Fungsi Pendidikan: keluarga sejak dulu merupakan institusi
pendidikan dalam keluarga dan merupakan satu-satunya institusi untuk
mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dimasyarakat, sekarang
pun keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama
dalam mengembangkan dasar kepribadian anak.
- Fungsi Rekreasi: kelurga merupakan tempat/medan rekreasi bagi
anggotanya untuk memperoleh afeksi, ketenangan, dan kegembiraan.
- Fungsi Keagamaan : merupakan pusat pendidikan upacara dan
ibadah agama, fungsi ini penting artinya bagi penanaman jiwa agama pada si
anak.
- Fungsi perlindungan: keluarga berfungsi memelihara, merawat dan
melindungi anak baik fisik maupun sosialnya. (Sabri, 1999 : 16).
Di samping itu, tugas orang tua adalah menolong
anak-anaknya, menemukan, membuka, dan menumbuhkan kesedian-kesedian bakat,
minat dan kemampuan akalnya dan memperoleh kebiasaan-kebiasaan dan sikap
intelektual yang sehat dan melatih indera. Adapun cara lain mendidik anak
dijelaskan dalam Alquran.
Artinya: ”(Lukman berkata) : Wahai anakku, dirikanlah
shalat dan surhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan ceagahlah (mereka) dari
perbutan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuak hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.
(QS.Luqman : 17).
Dalam ayat tersebut terkandung makna cara mendidik
sebagai berikut
Menggunakan kata “Wahai anakku” Artinya seorang ayah/ibu
apabila berbicara dengan putra-putrinya hendaknya menggunakan kata-kata lemah
lembut.
Orang tua memberikan arahan kepada anak-anaknya untuk
melakukan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang munkar dan selalu
bersabar dalam menjalani apapun yang terjadi dalam kehidupannya.
Dalam memeritah dan melarang anak, disarankan kepada kedua
orang tua untuk menggunakan argumentasi yang logis, jangan menakut-nakuti anak.
Kewajiban orang tua yang harus dipenuhi dengan
sungguh-sungguh adalah memenuhi hak-hak anak. Hak-hak anak sangatlah banyak di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Hak Nasab
“Nasab adalah hubungan darah antara seorang anak dengan
ayah dan ibu, karena sebab-sebab yang sah menurut syara’, yaitu jika si anak
dilahirkan atas dasar perkawinan dan dalam kandungan tertentu yang oleh syara’
diakui keabsahannya. Dengan demikian, setiap anak yang lahir langsung
dinasabkan kepada ayahnya untuk lebih menguatkan perkawinan kedua orang
tuanya.’’(Khairiyah Husen, 1994 : 57)
Salah satu contoh dari hak nasab ini adalah hak penyusuan
di mana setiap bayi yang lahir berhak atas susuan pada priode tertentu dalam
kehidupan, yaitu priode pertama ketika ia hidup. Adalah satu fitrah bahwa
ketika bayi dilahirkan ia membutuhkan makanan yang paling cocok dan paling baik
untuknya, yaitu air susu ibu (asi).
Secara klinis terbukti bahwa air susu ibu mengandung
unsur-unsur penting dan vital yang dibutuhkan bayi bagi perkembangannya. Air
susu ibu berdaya guna untuk memberikan segala kebutuhan bayi untuk tumbuh
dengan sehat dan melindunginya dari berbagai penyakit.
Menurut Abdullah Al-Sayyid dalam bukunya mengatakan “Hak
ini menunjukkan adanya perintah wajib yang harus dilaksanakan oleh para ibu
untuk menyusukan anaknya.” (Al-Sayyid, 1994 : 80).
2. Hak Pemeliharaan
Anak berhak mendapatkan asuhan, yaitu memperoleh pendidikan
dan pemeliharaan untuk mengurus makan, minum, pakaian dan kebersihan si anak
pada priode kehidupan pertama (sebelum ia dewasa). Yang dimaksud dengan pemeliharaan
di sini dapat berupa pengawasan dan penjagaan terhadap keselamatan jasmani dan
rohani, anak dari segala macam bahanya yang mungkin dapat menimpanya agar
tumbuh secara wajar. Anak juga membutuhkan pelayanan yang penuh kasih sayang
dan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal dan pakaian. Oleh karena itu, pada usia
balita seorang anak belum mempunyai kemampuan, sehingga kehidupan mereka sangat
tergantung pada orang lain yang dewasa, yaitu ibu dan bapaknya.
Hak asuh bagi anak adalah agar dirawat dengan penuh kasih
sayang, diperhatikan dan dipilihkan makanan dan minuman yang baik serta
dilindungi dari berbagai penyakit demi kelangsungan pertumbuhan dan
perkembangan hidupnya. Dengan kasih sayang, anak akan tumbuh dengan kepribadian
yang sempurna dan sehat sehingga menghasilkan manusia-manusia yang baik. Dengan
memperhatikan makanan, minuman, dan kesehatannya berarti akan menciptakan
manusia-manusia yang sehat dan kuat jasmani dan rohaninya.
3. Hak Mendapatkan Nafkah
Anak berhak mendapatkan nafkah, yaitu pemenuhan kebutuhan
pokok. Nafkah terhadap anak adalah untuk kelangsungan hidup dan pemiliharaan
kesejahtraannya. Dengan demikian, anak terhindar dari kesengsaraan hidup di
dunia karena mendapatkan kasih sayang orang tuanya melalui pemberian nafkah
tersebut. Hak mendapatkan nafkah merupakan akibat dari nasab, yaitu nasab
seorang anak terhadap ayahnya menjadikan anak berhak mendapatkan nafkah dari
ayahnya.
4. Hak Mendapatkan Pendidikan
Orang tua memiliki kewajiban untuk memenuhi hak pendidikan
atas anaknya. Dengan pendidikan, anak akan dapat mengembangkan potensi-potensi
dan bakat yang ada pada dirinya. Sehingga ia akan menjadi generasi-generasi
yang kuat, kuat dari faktor psikologis maupun fisiologis. Seorang anak
merupakan generasi penerus dari generasi sebelumnya.Setiap generasi ke
generasi akan memiliki pengaruh yang ditimbulkan dari generasi
sebelumnya, generasi yang lemah akan mewariskan kelemahan kepada generasi
berikutnya begitu juga dengan generasi yang kuat akan mewariskan kekuatan
kepada generasi sesudahnya. Dengan memenuhi hak anak atas pendidikan diharapkan
akan menjadi generasi yang kuat yang dapat mewariskan kekuatan pada generasi
berikutnya .Sebagai mana Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 9 sebagai
berikut:
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-oarng
yang seandainya meninggalakan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendakalah mereka mengucpakan perkataaan ayang
benar. (QS. An-Nisa : 9).
Dalam pendidikan ilmiah, seorang ayah memiliki fungsi
sebagai guru pertama sebelum sang anak dilepas kepada guru di sekolahnya.
Seorang ayah terlebih dahulu harus membekali mereka dengan pemahaman yang
benar, memberikan semangat dalam belajar dan menuntut ilmu, mengarahkan kepada
ilmu-ilmu syari’at yang bermanfaat. Sang ayah tidak boleh mengarahkan anaknya
hanya untuk mempelajari ilmu dunia, melainkan akhiratnya, sebaliknya ia harus
mengarahkan anaknya untuk mempelajari ilmu yang akan mendekatkan anaknya kepada
Allah dan kecintaan kepada kehidupan akhiratnya.
Dalam membimbing anak, orang tua perlu memiliki kesabaran
dan sikap dan bijaksana, orang tua harus memahami alam pikiran anak dan harus
mengerti kemampuan yang dimiliki anak. Ada bermacam-macam kegiatan bimbingan
belajar yang dapat dilakukan oleh orang tua antara lain yang diungkapkan oleh
Kartini Kartono sebagai berikut:
- Menyediakan fasilitas belajar, yang dimaksud dengan fasilitas
belajar di sini adalah alat tulis, buku tulis, buku-buku ini pelajaran dan
tempat untuk belajar. Hal ini dapat mendorong anak untuk lebih giat
belajar, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar.
- Mengawasi kegiatan belajar di rumah, sehingga dapat mengetahui
apakah anaknya belajar dengan sebaik-baiknya.
- Mengawasi penggunaan waktu belajar anak di rumah, sehingga
orang tua dapat mengetahui apakah anaknya menggunakan waktu dengan teratur
dan sebaik-baiknya.
- Mengetahui kesulitan anak dalam belajar, sehingga dapat
membantu usaha anak dalam mengatasi kesulitannya dalam belajar.
- Menolong anak mengatasi kesulitannya, dengan memberikan
bimbingan belajar yang di butuhkan anaknya. (Kartono, 1992 :
91-92)
D. Orang Tua Sebagai Pembimbing dalam Bersosial dan
Adab
1. Kegiatan Sosial
Dalam kegiatan sosial orang tua harus melatih anak-anaknya
agar mereka mengerti akan kewajiban hidup bermasyarakat. Ia haraus membiasakan
anak-anaknya untuk saling menolong, menjenguk saudara dan familinya yang sakit,
mengunjunginya untuk menyambung hubungan silaturahim, mencarikan teman sebaya
yang akan membantunya dalam proses pergaulan, menghindarkan dari kawan yang
jahat dan mengarahkan mereka untuk dapat hidup mandiri dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang sedang dihadapinya.
2. Adab dan Sopan santun
Terkait dengan adab dan sopan santun dalam berpakaian maka
orang tua harus membiasakan anaknya untuk selalu menutup aurat, berpakaian yang
sesuai dengan syariat dan menghindari pakaian-pakaian yang dilarang, dan juga
tidak memperbolehkan anak-anaknya (yang laki-laki) untuk memakai perhiasan yang
dilarang, seperti cincin emas, kalung, apalagi anting-anting yang jelas–jelas
dilarang karena menyerupai wanita. Jika anaknya adalah perempuan, maka harus
dibiasakan untuk berhijab, menggunakan pakaian yang tidak menampakkan unsur
tabaruj, jauh dari perangai jahiliah dan tidak menyerupai pakaian
laki-laki.
E. Peran dan Fungsi Orang Tua Sebagai Pendidik yang
Pertama dan Utama
Jika cinta orang tua terhadap anak merupakan perasaan alami
yang dimiliki semenjak lahir, maka seharusnya mereka tidak perlu diperingatkan.
Namun Islam untuk lebih menekankan perlu dan pentingnya melindungi keselamatan
anak, secara keras memperingati orang tua agar mereka tidak lengah, sehingga
anggota keluarganya dan seluruh anggota masyarakat hidup bahagia secara sempurna.
Selanjutnya, dengan demikian akan tumbuh dan tercipta suatu generasi baru yang
cukup kuat untuk menanggung beban kehidupan selanjutnya dengan penuh optimis
dan mandiri.
Dalam upaya melindungi keselamatan anak, orang tua perlu
melakukan pembinaan-pembinaan agar dapat mencapai kehidupan yang lebih
sempurna, pembinaan tersebut antara lain:
1. Membina Pribadi Anak
Setiap orang tua dan semua guru ingin membina agar anak
menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang
sehat dan akhlak yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan melalui pendidikan,
baik yang formal (di sekolah) maupun non formal (di rumah oleh orang tua).
Setiap pengalaman yang dilakui anak, baik melalui penglihatan, pendengaran,
maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.
Orang tua adalah pembinaan pribadi yang pertama dalam hidup
anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur
pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi
anak yang sedang tumbuh itu. Sikap anak terhadap guru agama dan pendidikan
agama di sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orang tuanya terhadap agama dan
guru agama khususnya
Perilaku orang tua terhadap anak tertentu dan terhadap
semua anaknya, merupakan unsur pembinaan lainnya dalam pribadi anak. Perlakuan
keras, akan berlainan akibatnya daripada perlakuan yang lembut dalam pribadi
anak. Hubungan orang tua dengan sesama mereka sangat mempengaruhi pertumbuhan
jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang, akan
membawa kepada pembinaan pribadi yang tenang terbuka dan mudah didik, karena ia
mendapat kesempatan yang cukup dan baik untuk tumbuh dan berkembang. Tapi
hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak perselisihan dan percecokan akan
membawa anak kepada pertumbuhan pribadi yang sukar dan tidak mudah dibentuk,
karena ia tidak mendapatkan suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu
tergantung oleh suasana orang tuanya.
Banyak faktor-faktor secara tidak langsung, dalam keluarga yang
mempengaruhi pembinaan pribadi anak. Di samping itu, tentunya banyak pula
pengalaman-pengalaman anak, yang mempengaruhi nilai pendidikan baginya, yaitu
pembinaan-pembinaan tertentu yang di lakukan orang tua terhadap anak, baik
melalui makan dan minum, buang air, tidur dan sebagainya. Semuanya termasuk
unsur pembinaan bagi pribadi anak.
Berapa banyak macam pendidikan tidak langsung yang telah
terjadi pada anak sebelum ia masuk sekolah, tentu saja sertiap anak mempunyai
pengalamannya sendiri, yang tidak sama terhadap anak lain. Pengalaman yang di
bawa oleh anak-anak dari rumah itu, akan menentukan sikapnya terhadap sekolah
dan guru. Guru agama mempunyai tugas yang cukup berat, yaitu ikut membina
pribadi anak disamping mengajarkan pengetahuan agama kepada anak, guru agama
mempunyai tugas memperbaiki pribadi anak yang kurang baik, karena tidak
mendapat pendidikan dalam keluarga.
Guru agama bertugas membawa anak didik kearah kebaikan,
setiap guru agama harus menyadari bahwa segala sesuatu pada dirinya akan merupakan
unsur pembinaan bagi anak didik. Di samping pendidikan dan pengajaran yang
dilaksanakan dengan sengaja oleh guru dalam pembinaan anak didik, juga sangat
penting dan menentukan pula adalah kepribadian, sikap dan cara hidup guru itu
sendiri, bahkan cara berpakaian, cara bergaul, berbicara dan menghadapi setiap
masalah, yang secara tidak langsung tidak tampak hubungannya dengan pengajaran,
namun dalam pendidikan atau pembinaan pribadi si anak, hal-hal tersebut sangat
berpengaruh dalam proses pembinaan pribadi anak.
2. Membentuk kebiasaan
Masalah- masalah yang sudah menjadi ketetapan dalam syariat
Islam bahwa sang anak diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang
lurus, dan iman kepada Allah. Yang dimaksud dengan fitrah Allah adalah bahwa
manusia diciptakan Allah mempuyai naluri beragama, yaitu agama tauhid.
Jika ada manusia tidak memiliki agama tauhid itu hanya lantaran pengaruh
lingkungan.
Dari sini peranan pembisaan, pengajaran dan pendidikan
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak akan menemukan tauhid yang murni,
keutamaan-keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus. Zakiyah
Daradjat berpendapat, “Tidak dapat dipungkiri betapa pentingnya pendekatan
agama Islam dalam rangka membangun manusia seutuhnya. Tidak dapat dibayangkan
membangun manusia tanpa agama. Kenyataan membuktikan bahwa dalam masyarakat
yang kurang mengindahkan agama (atau bahkan anti agama), perkembangan
manusianya pincang. Hal ini berlaku di negara-negara berkembang maupun di
negara maju. Ilmu pengetahuan tinggi, tapi akhlaknya rendah. Kebahagiaan hidup
tidaklah mudah dicapainya. Agama menjadi penyeimbang, penyelaras dalam diri
manusia sehingga dapat mencapai kemajuan lahiriyah dan kebahagiaa rohaniyah.”
(Daradjat, 1995 : 65).
Di sinilah pendidikan agama Islam mempunyai peran yang
cukup penting. Oleh karenanya untuk membentuk kepribadian muslim tersebut
diperlukan suatu tahapan, di antaranya dengan membentuk kebiasaan serta
latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena
pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang
lambat laun, sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak
tergoyahkan lagi, karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.
Muhammad Quthb yang dialih bahasakan oleh Salman Harum
mengatakan, “Kebiasaan memiliki yang sangat istimewa dalam kehidupan manusia
karena dalam aktualisasi perannya tidak begitu banyak menyita tenaga manusia.
Kebiasaan hanya bisa dilakukan dengan cara memberikan latihan-latihan secara
terus menerus, sehingga menjadi terbiasa dan menjadi melekat dalam diri mereka
dan dengan spontan mereka melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dengan enteng
tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan” (Quthb,
1984 : 363 ).
Jadi, latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah,
seperti sembahyang, doa, membaca Alquran (atau menghafal ayat-ayat atau
surat-surat pendek), shalat berjamaah di sekolah dan di masjid harus dibiasakan
sejak kecil, sehingga lambat laun akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut.
Anak dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan sendirinya akan terdorong
untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar, tapi dorongan dari dalam, karena
pada dasarnya prinsip agama Islam tidak ada paksaan, tapi ada keharusan
pendidikan yang dibebankan kepada orang tua dan guru atau orang yang mengerti
agama.
Dengan kata lain dapat kita sebutkan bahwa pembiasaan dalam
pendidikan anak sangat penting, terutama dalam pembentukkan pribadi, akhlak dan
agama pada umumnya, karena pembiasaan-pembiasaan agama itu akan memasukkan
unsur-unsur positif dalam pribadi yang sedang tumbuh. Semakin banyak pengalaman
agama yang didapatnya melalui pembiasaan itu, akan semakin banyaklah unsur
agama dalam pribadinya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan
pembiasaan itu sangat penting dalam mendidik anak, terutama dalam pendidikan
agama.
3. Membentuk Kerohanian Menjadi Pribadi Muslim
Muhammad Quthb mengatakan, ”Menurut pandangan Islam rohani
adalah pusat eksistensi dan menjadi titik pusatnya, karena dengan rohani itu
seluruh alam saling berhubungan dan memelihara kehidupan manusia untuk menuntut
kepada keberanian. Pendeknya merupakan penghubung antara manusia dan Allah SWT.
Sungguh sangat besar sekali kekuatan rohani dibandingkan kekuatan tubuh, karena
kekuatan tubuh hanya terbatas wujud, materi, dan kekuataan berfikir, terbatas
hanya dalam hal-hal yang dapat dipikirkan dan terbatas oleh ruang dan waktu,
sedangkan rohani manusia tidak mengenal batasan dan rintangan, tidak mengenal
waktu dan tempat, tidak pernah sirna.” (Quthb, 1984 : 59-60).
Dalam pembentukkan rohani tersebut, pendidikan agama
memerlukan usaha dari guru (pengajar) untuk memudahkan dalam pelaksanaannya,
dan usaha itu sendiri dilakukan dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan
keikhlasan. Dalam pembinaan itu dilaksanakan secara terus menerus tidak
langsung sekaligus melainkan melalui proses. Maka, dengan adanya ketekunan,
keikhlasan, benar-benar penuh perhatian dengan penuh tanggung jawab maka Insya
Allah kesempurnaan rohani tersebut akan tercapai sesuai dengan yang
diharapkan.
Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan
yang di harapkan adalah sebagai berikut:
a. Menanamkan Kepercayaan Diri
- Menanamkan kepercayaan kepada Allah SWT agar merasakan bahwa
Allah SWT selalu dekat dan selanjutnya takut untuk melaksanakan hal-hal
yang buruk.
- Menanamkan kepercayaan tentang adanya malaikat, dengan
menanamkan kepercayaan tersebut, dapat merasakan bahwa setiap gerak-gerik
selalu diawasi oleh malaikat.
- Menanamkan kepercayaan akan kitab Allah SWT.
- Menanamkan kepercayaan akan rasul-rasul-Nya, untuk mengambil
contoh tauladan mereka.
- Menanamkan kepercayaan kepada Qodho dan Qodhar.
- Menanamkan kepercayaan akan adanya hari kiamat, dengan
menanamkan rasa ini akan merasa takut melakukan perbuatan tercela, karena
saat di akhirat nanti ada balasannya. (Seniawan, 1990 : 28).
b. Mengadakan bimbingan agama dengan cara mengikat terus
menerus antara manusia dengan Allah SWT, dengan cara:
- Menciptakan suasana pada hati mereka untuk merasakan adanya
Allah SWT dengan melihat segala keagungan yang telah di ciptakan-Nya,
sehingga akan membuat mereka terpana dan terkesan ke dalam hati mereka.
- Menanamkan pada hati mereka bahwa Allah SWT akan selalu hadir
dalam sanubari mereka di mana pun mereka berada.
- Menanamkan pada hati mereka perasaan cinta kepada Allah SWT,
secara terus menerus mencari keridhaan-Nya.
- Menanamkan perasaan takwa dan tunduk kepada Allah SWT, dan
mengorbankan perasaan damai bersama Allah SWT dalam keadaan apapun. (Al,
wafa, 6 : 1997)
c. Membimbing mereka dengan cara memberikan dorongan
kepada hal-hal yang mengarah ketaatan kepada Allah SWT dan mendidik mereka
dengan berbagai macam ibadah agar dengan hal itu akan terbukalah hatinya.
(Al-Qasim, 6 : 1999 )
Usaha yang dilakukan dengan cara yang telah dilakukan dalam
membentuk kerohanian tersebut, dengan di jalankan secara terus menerus, tanpa
mengenal batas, maka Insya Allah hal itu akan menemani perasaan jiwanya serta
mendapatkan cahaya dan petunjuk dari Allah SWT, yang selanjutnya akan
terbentuklah kepribadian muslimin yang hakiki. Menurut Ahmad D. Marimba
kepribadian muslim adalah “Kepribadian yang selurus aspek-aspeknya, baik
tingkah-laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan
kepercayaan menunjukkan pengabdian kepada Allah SWT dan penyerahan diri
kepadanya.” (Marimba, 1962 : 68 )
Hal yang dapat menguatkan kepribadian muslim di antaranya
adalah kesederhanaan di dalam hidup dengan melalui jalan yang lurus dalam
pengaturan harta benda, tidak bersifat kikir, dan tidak juga berlaku boros.
Kepribadian muslim juga dapat diperkuat dengan cara memperkuat pisik atau
menjaga kesetabilan tubuh, dijaga supaya badan selalu sehat. Selain itu Islam
juga menawarkan agar umatnya dapat saling nasehat menasehati dalam hal kebaikan
Allah berfirman dalam surat Al-Ashr ayat 3 sebagai berikut:
Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan
menngerjakan amal soleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran.” (QS. Al-Ashr: 3)
Dari uraian-uraian yang telah dijelaskan di atas mengenai
orang tua, dapat diambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya peran orang tua
dalam membentuk kepribadian seorang anak, tanpa bimbingan dan arahan orang tua
tidak mungkin kepribadian anak dapat terbentuk dengan baik. Sehingga Islam
sangat menekankan kepada umat manusia untuk membina anak-anaknya kea rah yang
baik sesuai denngan ajaran-ajarannya.
F. Konsep Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan
Emosional Anak
Setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi orang yang
berkembang secara sempurna. Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak
menjadi orang yang sehat dan kuat, berketrampilan, cerdas, pandai dan beriman.
Yang bertindak sebagai pendidik dalam keluarga adalah ayah dan ibu (orang tua)
si anak. Pendidikan yang harus dijalankan orang tua adalah pendidikan bagi
perkembangan akal dan rohani anak, pendidikan ini mengacu pada aspek-aspek
kepribadian secara dalam garis besar. Menggenai pendidikan akal yang dilakukan
orang tua adalah menyekolahkan anak karena sekolah merupakan lembaga paling
baik dalam mengembangkan akal dan interaksi sosial.
Kunci pendidikan dalam rumah tangga, sebenarnya terletak
pada pendidikan rohani dalam arti pendidikan kalbu, lebih tegas lagi pendidikan
agama bagi anak karena pendidikan agamalah yang berperan besar dalam membentuk
pandangan hidup seseorang. Ada dua arah mengenai kegunaan pendidikan agama
dalam rumah tangga. Pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan
hidup, yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akal. Kedua,
penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan
di sekolah.
Anak pada hakikatnya merupakan amanat dari Allah SWT yang
harus disyukuri, dan kita sebagai muslim wajib mengemban amanat itu dengan baik
dan benar. Cara mensyukuri karunia Allah tersebut yang berupa anak adalah
dengan melalui merawat, mengasuh, dan mendidik anak tersebut dengan baik dan
benar, agar mereka kelak tidak menjadi anak-anak yang lemah, baik fisik dam
mental, serta lemah iman dan lemah kehidupan duniawinya.
Tujuan dari pendidikan tersebut adalah menjadi seorang
muslim yang sempurna, yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Orang tua
adalah pendidik pertama yang utama bagi anak, sebelum anak mengenal dunia luar,
maka terlebih dahulu anak mengenal orang tuanya yang merupakan orang terdekat bagi
anak. Setiap orang tua wajib mendidik dengan pendidikan yang baik dan benar,
sehingga mereka tumbuh dewasa menjadi seorang muslim yang kuat, kuat dalam arti
kuat iman dan Islamnya, wawasan dan pengetahuannya luas, serta dewasa dalam
bersikap dan dalam mengambil dan menentukan keputusan.
Sabda Rasulullah SAW yang berkenaan kewajiban orang tua
untuk mendidik anaknya.
Artinya : “Tiada seorang anak pun yang lahir, kecuali
ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan
anak itu baragama yahudi, nasrani, atau majusi. “ (HR. Bukhari – Muslim).
Fitrah yang dimaksud adalah bahwa setiap anak yang
dilahirkan sudah memiliki potensi-potensi yang harus diwujudkan dan
dikembangkan, potensi-potensi tersebut berupa bakat-bakat kreatifitas anak yang
harus dimunculkan, sehingga bakat tersebut dapat menjadi acuan bagi
kelangsungan hidupnya kelak setelah dewasa. Orang tua hendaklah teliti dalam
perkembangan anak. Potensi beribadah shalat anak haruslah sejak dini
diperhatikan, dimulai dengan mengenal lingkungan sekitar.
Pendidikan yang dijalankan dengan cara sistematik dan penuh
kesadaran yang dilakukan orang tua agar didikannya itu sesuai dengan tujuan
dari pendidikan itu sendiri, yaitu mengarahkan anak kearah kedewasaan.
Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan
yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Menanamkan kepercayaan diri.
- Menanamkan kepercayaan kepada Allah SWT agar merasakan bahwa
Allah SWT selalu dekat dan selanjutnya takut untuk melaksanakan hal-hal
yang buruk
- Menanamkan kepercayaan tentang adanya malaikat, dengan
menanamkan kepercayaan tersebut, dapat merasakan bahwa setiap gerak garik
selalu diawasi oleh para malaikat.
- Menanamkan kepercayaan akan kitab Allah SWT.
- Menanamkan kepercayaan akan rasul-rasul-Nya. Untuk mengambil
contoh tauladan dari mereka.
- Menanamkan kepercayaan kepada Qodho dan Qodar.
- Menanamkan kepercayaan akan adanya hari kiamat, dengan
menanamkan kepercayaan ini, akan merasa takut melakukan perbuatan tercela,
karena saat diakhirat nanti ada balasannya. (Omar Muhammad, 197 :
234)
b. Mengadakan bimbingan agama dengan cara mengikuti
terus-menerus antara manusia dengan Allah SWT, dengan cara:
- Menciptakan suasana pada hati mereka untuk merasakan adanya
Allah SWT dengan melihat segala keagungan yang telah terpana dan terkesan
kedala hati mereka.
- menanamkan pada hati mereka bahwa Allah SWT akan selalu hadir
dalam sanubari mereka di mana pun mereka berada.
- Menanamkan pada hati mereka perasaan cinta kepada Allah SWT,
secara terus menerus mencari keridhaan-Nya.
- Menanamkan perasaan taqwa dan tunduk kepada Allah dan
mengorbankan perasaan damai bersama Allah SWT dalam keadan apapun.
(Seniawan, 1990 : 30)
Membimbing mereka dengan cara memberikan dorongan kepada
hal-hal yang mengarah pada ketaatan kepada Allah SWT dan mendidik mereka dengan
berbagai macam ibadah agar dengan hal itu akan terbukalah hatinya.
Demikianlah usaha yang dilakukan, semoga dengan cara yang
telah dilakukan dalam mengembangkan potensi beribadah anak tersebut dengan
dijalankan secara terus menerus, tanpa mengenal batas maka insya Allah
hal itu akan menemani perasaan jiwanya serta mendapat cahaya dan petunjuk
dari Allah SWT, yang selanjutnya akan terbentuklah kepribadian muslim yang
hakiki.***