BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sekarang ini pendidikan di Indonesia sedang berusaha untuk mencapai mutu pendidikan yang bagus. Agar mutu pendidikan yang bagus dapat tercapai, maka seorang siswa harus belajar dengan tekun karena tanggung jawab seorang siswa adalah belajar. Belajar adalah suatu proses usaha dimana seseorang berinteraksi langsung dengan menggunakan semua alat inderanya terhadap objek belajar dan lingkungan dengan membaca, mengamati, mendengarkan, dan meniru sehingga menghasilkan suatu tingkah laku yang mengalami perubahan seperti dalam pengertian, cara berpikir, kebiasaan, ketrampilan, kecakapan, ataupun sikap yang bertujuan untuk penguasaan materi ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, pendidikan juga tidak hanya untuk mencetak individu yang pandai dan terampil, tetapi juga menanamkan sikap dan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma di dalam masyarakat. Seperti kebiasaan, kecakapan, dan berkepribadian yang baik serta salah satunya yaitu tanggung jawab belajar siswa. Siswa di tuntut untuk wajib belajar agar ia dapat mencapai suatu prestasi yang gemilang. Rendahnya prestasi belajar siswa semata-mata tidak hanya disebabkan oleh rendahnya inteligensi siswa. Walaupun memiliki rencana belajar yang baik, namun hal itu akan tinggal rencana jika tidak dilakukan dengan baik.
Sikap malas belajar, menunda-nunda pekerjaan rumah, dan akhirnya menyontek juga merupakan salah satu ciri orang yang tidak bertanggung jawab terhadap belajar. Oleh karena itu rasa tanggung jawab sangatlah penting di dalam mencapai prestasi belajar. Rasa tanggung jawab juga tidak muncul secara otomatis pada diri seseorang karena itu, penanaman dan pembinaan tanggung jawab pada anak hendaknya dilakukan sejak dini agar sikap dan tanggung jawab ini bisa muncul pada diri anak. Anak dapat belajar bersikap tanggung jawab itu bisa diperoleh dari hasil interaksi dengan orang tua (pendidikan keluarga), guru dan teman sebayanya (pendidikan di sekolah), serta dengan masyarakat (pendidikan di masyarakat). Tanggung jawab bisa tertanam sejak kecil jika tanggung jawab anak telah dibentuk lebih awal di rumah karena pengaruh orang tua. Misalnya saja orang tua dapat memberi nasihat mana perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan dan norma agar dia mengetahui letak kesalahannya dan kemudian anak di ajarkan untuk bersikap bertanggung jawab atas apa yang mereka perbuat dengan penuh kesadaran diri dan kerelaan hati. Karena pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama yang diperoleh anak. Seperti yang dikutip oleh Sjarkawi (2008: 41) menjelaskan bahwa: mereka yang memiliki tingkat pertimbangan moral lebih tinggi, secara signifikan memiliki tingkat sosialisasi dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Sebaliknya, mereka yang memiliki tingkat pertimbangan moral rendah, secara signifikan memiliki tingkat sosialisasi dan tanggung jawab yang rendah.
Dari kutipan tersebut bisa kita pahami bahwa untuk memiliki moral yang tinggi pada anak maka perlu kita ajarkan perilaku tanggung jawab dalam keluarga melalui proses sosialisasi dengan anggota keluarga itu sendiri maupun dengan masyarakat luar. Selain pendidikan keluarga, anak juga perlu mendapat pendidikan di sekolah setelah mendapat pendidikan dari keluarga, sehingga dapat mengenal lingkungan baru seperti berinteraksi dengan guru dan teman-teman sebayanya. Sesuai yang telah dicantumkan di UU RI No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang berbunyi Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan pernyataan undang-undang tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa pendidikan juga disebut sebagai proses pembentukan pribadi mandiri dan proses pendewasaan diri. Rifa i dan Anni (2009: 71) menyebutkan bahwa masa dewasa merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Diharapkan anak dapat berusaha mandiri dalam menyelesaikan tugas-tugas disekolahnya tanpa bergantung dengan bantuan orang lain misalnya dalam menyelesaikan PR tidak lagi menyontek temannya, karena ia sadar akan tanggung jawabnya sebagai siswa adalah belajar dan mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.
Pendidikan sebagai proses pendewasaan diri juga bertujuan agar siswa dapat berpikir secara matang dan dewasa dengan kata lain adanya perubahan sikap yang lebih baik, bisa mengatur dirinya sendiri, adanya sikap tanggung jawab akan kewajiban yang harus ia lakukan sebagai siswa yaitu belajar, dan berani menerima resiko dan sanksi apapun bila ia melanggar suatu aturan dan norma tertentu. Siswa kelas XI SMK sudah memasuki masa remaja. Seperti yang dikemukakan oleh Myers (1996) dalam Desmita (2008: 194) bahwa ketika kemampuan kognitif mereka mencapai kematangan, kebanyakan anak remaja mulai memikirkan tentang apa yang diharapkan dan melakukan kritik terhadap masyarakat mereka, orang tua mereka, dan bahkan terhadap kekurangan diri mereka sendiri. Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa melakukan kritikan terhadap diri sendiri mencerminkan seorang siswa kelas XI seharusnya sudah bisa mengatur diri sendiri, memilih mana yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya sendiri serta harus sudah bisa bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan. Menurut Piaget juga remaja sudah mampu berpikir sistematik untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Tanggung jawab adalah suatu sikap dimana seseorang tersebut mempunyai kesediaan menanggung segala akibat atau sanksi yang telah dituntutkan (oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama) melalui latihan kebiasaan yang bersifat rutin dan diterima dengan penuh kesadaran, kerelaan, dan berkomitmen. Segala sikap dan perilaku harus bisa dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri, kehidupan bermasyarakat, lingkungan, negara, dan kepada Tuhan YME.
Belajar dikatakan sebagai suatu proses usaha dimana seseorang berinteraksi langsung dengan menggunakan semua alat inderanya terhadap objek belajar dan lingkungan dengan membaca, mengamati, mendengarkan, dan meniru sehingga menghasilkan suatu tingkah laku yang mengalami perubahan seperti dalam pengertian, cara berpikir, kebiasaan, ketrampilan, kecakapan, ataupun sikap yang bertujuan untuk penguasaan materi ilmu pengetahuan. Sehingga dapat didefinisikan bahwa tanggung jawab belajar merupakan suatu proses dimana seseorang berinteraksi langsung menggunakan semua alat inderanya terhadap objek belajar dan lingkungan melalui pendidikan di sekolah yang menghasilkan perubahan tingkah laku seperti pengetahuan, cara berpikir, ketrampilan, sikap, nilai dan kesediaan menanggung segala akibat dari kegiatan belajar dengan penuh kesadaran dan kerelaan yang bertujuan untuk menguasai materi ilmu pengetahuan. Seseorang yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab, maka ia dapat meningkatkan perkembangan potensinya melalui belajar sesuai dengan harapan dan keinginan dirinya sendiri maupun lingkungan sekitar.
Sikap tanggung jawab belajar tersebut dapat dicirikan seperti: (1) melakukan tugas belajar dengan rutin tanpa harus diberi tahu, (2) dapat menjelaskan alasan atas belajar yang dilakukannya, (3) tidak menyalahkan orang lain dalam belajar, (4) mampu menentukan pilihan kegiatan belajar dari beberapa alternatif, (5) melakukan tugas sendiri dengan senang hati, (6) bisa membuat keputusan yang berbeda dari keputusan orang lain dalam kelompoknya, (7) mempunyai minat yang kuat untuk menekuni belajar, (8) menghormati dan menghargai aturan di sekolah, (9) dapat berkonsentrasi dalam belajar, dan (10) memiliki rasa bertanggung jawab erat kaitannya dengan prestasi di sekolah. Sikap-sikap tersebut adalah cerminan dari gambaran orang yang mempunyai tanggung jawab dalam belajar. Lain halnya dengan fenomena yang peneliti temukan di SMK Negeri 1 Pemalang menunjukkan beberapa siswa yang memiliki tanggung jawab belajar rendah terjadi pada siswa kelas XI. Data ini diperoleh dari hasil wawancara awal dengan guru BK di sekolah dan didukung dengan data hasil penyebaran skala psikologis yang dilakukan oleh peneliti di kelas XI.
Berdasarkan wawancara awal dengan guru BK gejala ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) siswa mengerjakan PR di sekolah dengan cara menyontek temannya, (2) berbicara dengan temannya dan bermain handphone saat guru menjelaskan, (3) tidak siap untuk ulangan, (4) lebih memilih bermain game daripada belajar, (5) kurang dapat berkonsentrasi dalam belajar, dan (6) kurang mempunya minat dan komitmen dalam belajar.