AKSIOLOGI


1.      Ilmu dan Moral
Merupakan kenyataan yang tidak bisa di pungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan tegnologi. Berkat keajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa di lakukan secara cepat dan lebih mudah di samping penciptaan berbagai kemudahn dalam bidang-bidang seprti kesehata, pengangkutan,pemukiman, pendidikan, dan komunikasi. Nmun dalam kenyataannya apakah ilmu selalu merupakan berkah, terbatas dari kutuk, yang membawa malapetaka dan kesengsaraan?

Ilmu bukan saja di gunakan untuk menguasai alam melainkanjuga untuk memerangi sesama manusia dan menguasai mereka. Bukan saja bermacam-macam senjata pembunuh berhasil di kembangkan namun juga berbagai teknik penyiksaan dan cara memperbudak massa. Di pihak lain, perkembangan ilmu sering melupakan faktor manusia, dimana bukan lagi tegnologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan manusia, namun justru sebaliknya: manusia akhirnya yang harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yng memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri,
Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup sendiri. Ilmu tidak saja bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman, namun lebih jauh lagi, bertujuan memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi.
Di hadapkan dengan maslah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan  teknologi yang bersifat merusak ini para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologi dan aksiologi, ontologi adlah sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang  di telaah dalam membuahkan pengetahuan. Oksiologi di artikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari engetahuan yang di peroleh. Golongan ke dua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terbatas pada metafisis keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahka pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harusberlandaskan asas- asas moral. Tahap tertinggi dalam kebudayaan moral manusia, ujar Charles Darwin, adalah ketika kita menyadari behwa kita sebaiknya mengontrol pikiran kita.
Masalah moral tak bisa du lepaskan dari tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi, untu mempertahankan kebenaran, di perlakukan keberanian moral.
2.      Tanggung Jawab Sosial Ilmuan
            Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masarakat. Peciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Sikap sosial seorang ilmuan adalah kosisten proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Tanggung jawab seorang ilmuwan dalam hal ini adalah memberikan perspektif yang benar, untung dan ruginya, baik dan buruk, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimunginkan. Kemampuan analisis seorang ilmuwan mungkin pula menemukan alternatif dari objek permasalahan yang sedang menjadi pusat perhatian, kemampuan analisis seorang ilmuan dapat dipergunakan untuk mengubah kegiatan nonproduktif menjadi kegiatan produktif yang bermanfaat bagi masyarakat banyak. Dengan menghadapi masyarakat ilmuan yang elitis dan esoterik, dia harus berbicara dengan bahasa yang dapat dicernakan oleh orang awam. Karakteristik dari ilmu terletak dalam cara berfikir untuk menemukan kebenaran.
            Kita harus bangga dengan julukan kita selaku manusia “Homo sapiens (makhluk yang berfikir)”. Pikiran manusia dapat  dipergunakan untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran serta dapat digunakan untuk menemukan dan mempertahankan hal – hal yang tidak benar.
            Seorang ilmuan pada hakekatnya adalah manusia yang biasa berfikir dengan teratur dan teliti. Bukan saja jalan pikirannya mengalir melalui pola – pola yang teratur namun juga segenap materi yang menjadi bahan pemikirannya dikaji dengan teliti. Seorang ilmuan tidak menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa suatu pemikiran yang cermat. Kelebihan seorang ilmuan dalam berfikir secara teratur dan cermat inilah yang menyebabkan dia memiliki tanggung jawab sosial.
            Di bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuan bukan lagi memberikan informasi namun member contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima masukan dari orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui kesalahan. Semua sifat ini, beserta sifat – sifat lainnya yang tak disebutkan disini, merupakan implikasi etis dari proses penemuan kebenaran secara ilmiah.
3.      Nuklir dan Pilihan Moral
Pada tanggal 2 Agustus 1939 Albert Einstein menulis surat kepada Presiden Amerika Serikat Franklin.D. Roosevelt yang memuat rekomendasi mengenai serangkaian kegiatan yang kemudian mengarah kepada pembuatan bom-bom. Sedangkan situasi yang di hadapi Einsten waktu itu adalah keadaan perang yang kongkret di mana sekutu mungkin kalah sekiranya Jerman dapat mengembangkan bom atomnya inilah yang menyebabkan Einsten menulis surat tersebut.
Seorang ilmuan secara moral tidak akan memberikan hasil penemuannya di pergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang memprgunakan itu adalah bangsanya sendiri. Sejarah telah  mencatat bahwa para ilmuan bangkit dan bersikap terhadap politik pemerintahannya yang menurut anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan. Suara mereka bersifat Universal mengatasi golongan, ras, sistem kekuasaan, agama,dan rintangan-rintangan lainnya yang bersifat sosial.
Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat di pakai untuk kemaslatan kemanusian, atau sebaliknya dapat pula di salah gunakan.pengetahuan pad dasarnya di tunjukan untuk kemaslatan kemanusiaan. Seorang tak boleh memutar balikkan penemuanya bila hipotesisnya yang di junjung tinggi yang di susun atas kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian.
4.      Revolusi Genetika
            Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini tidak pernah menyentuh manusia sebagai obyek penelaah  itu sendiri. Hal ini bukan berarti sebelumnya tidak pernah ada penelaah ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja banyak sekali, namun penelaah - penelaah ini di maksudkanuntuk mengembangkan ilmu dan teknologi, dan tidak membidik secara langsung manusia sebagai penelaah. Ilmu berfungsi sebagai pengtahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Seluruh pembahasan revolusi genetika menyatakan sikap yang menolak terhadap di jadikannya manusia sebagai obyek penelitian genetika.
Sumber Referensi
1.      Suriasumantri Jujun. 1996. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan