MAKALAH TENTANG CARA BELAJAR EFEKTIF DAN FAKTOR KESULITAN BELAJAR

Pendahuluan
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar. Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan. Misalnya, ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, keterampilannya meningkat, sikapnya semakin positif, dan sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perubahan tingkah laku tanpa usaha dan tanpa disadari bukanlah belajar

Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar. Hal ini berarti bahwa belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan hasil belajar dalam tulisan ini yang dimaksud adalah pengetahuan (Hudojo, 1990:2). Perolehan hasil belajar dapat dilihat, diukur, atau dirasakan oleh seseorang yang belajar atau orang lain, tetapi tidak demikian halnya dengan proses belajar bagi seseorang yang sedang belajar. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimanakah terjadinya proses belajar sehingga seseorang memperoleh pengetahuan?
Terjadinya proses belajar sebagai upaya untuk memperoleh hasil belajar sesungguhnya sulit untuk diamati karena ia berlangsung di dalam mental. Namun demikian, kita dapat mengidentifikasi dari kegiatan yang dilakukannya selama belajar

Beberapa faktor Kesulitan Belajar
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar yang dicapai seseorang dalam belajar tidak selalu sama. Ada hal-hal yang dapat mengakibatkan kegagalan atau gangguan yang bisa menghambat kemajuan belajar. Faktor penghambat dalam belajar dapat digolongkan menjadi empat macam, seperti yang dikemukan Oemar Hamalik dalam bukunya Metode Belajar dan Kesulitan Belajar (1982:83) yaitu :
1. Faktor-faktor yang bersumber dari diri anak adalah sebagai berikut :
a. Kesehatan yang sering terganggu
b. Kecakapan mengikuti pelajaran
c. Kebiasaan belajar
d. Kurangnya penguasaan bahasa.


2. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah :
a. Cara memberikan pelajaran
b. Kurangnya bahan-bahan bacaan
c. Bahan pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan
d. Penyelenggaraan pengajaran terlalu padat
3. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga

a. Masalah broken home
b. Rindu kampung
c. Bertamu dan menerima tamu
d. Kurangnya kontrol orang tua.
4. Faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat :
a. Gangguan dari jenis kelamin lain
b. Bekerja disamping belajar di sekolah
c. Aktif berorganisasi
d. Tidak dapat membagi waktu, rekreasi dan waktu senggang
e. Tidak mempunyai teman belajar
Keempat faktor di atas, tidak jauh berbeda dengan faktor yang dikemukakan oleh Sukirin dalam bukunya, Psikologi Pendidikan, yaitu:
1. Faktor pada diri orang yang belajar fisik dan mental psikologi
2. Faktor di luar diri orang yang belajar alam dan sosial
3. Faktor sarana fisik dan nonfisik.
Gejala Kesulitan Belajar dalam proses belajar mengajar sudah menjadi harapan setiap guru/pengajar agar siswanya dapat mencapai prestasi. Namun, pada kenyataan hasilnya tidak selalu seperti yang diharapkan. Beberapa siswa menunjukkan nilai kurang meskipun sudah diusahakan dengan sebaik-baiknya.
Kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang dapat dilihat dalam berbagai jenis kenyataan. Di sini guru/pengajar sebagai orang yang bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar berperan untuk dapat memahami gejala-gejala kesulitan belajar. Bagi seorang guru/pengajar yang memahami kesulitan belajar siswa merupakan dasar dalam usaha memberi bantuan kepada siswa. Beberapa ciri tingkah laku kesulitan belajar:
a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah.
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar.
d. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, suka menentang, dusta
e. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, seperti suka membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR).
f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti perenung ,
rendah diri, sedih, menyesal, pemarah, mudah tersinggung dsb.

Mengatasi Kesulitan Belajar
Tiap siswa tentu memiliki keinginan supaya dalam belajar dapat berhasil sebaik-baiknya. Tidak ada yang mengharapkan kegagalan dalam belajar. Kegagalan akan menimbulkan kekecewaan, malas belajar, rendah diri atau bahkan mungkin dapat mempengaruhi jiwanya.
Demikian juga harapan guru/pengajar sebagai pendidik dan pengajar menghendaki siswanya berhasil belajar dengan baik tanpa mengalami hambatan. Dalam buku Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar oleh Suparno, S. dan Koestoer, H. Partowisastro. (1986:54) dikatakan bahwa salah satu tugas paling sulit bagi guru/pengajar dan penyuluh pendidikan ialah mengadakan diagnosis dan membantu memecahkan kesulitan belajar5 yang dihadapi siswa.
Dengan demikian tidak dapat diketahui dengan pasti apakah suatu cara pemecahan kesulitan dapat dipergunakan untuk menolong memecahkan kesulitan setiap siswa. Dalam pemecahan masalah diperlukan langkah-langkah yang teratur agar pemecahan masalah dapat dilakukan dengan teliti. Langkah-langkah tersebut terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu :
1.      Penelaahan status. Tahap ini merupakan tahap identifikasi hakikat dan seberapa luas cakupan masalah kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa.
2.      Perkiraan sebab. Tahap ini merupakan perkiraan alasan atau sebab yang mendasari pola hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa yang bersangkutan.
3.      Pemecahan dan penilaian. Tahap ini merupakan tahap usaha menghilangkan sebab timbulnya kesulitan yang dihadapi siswa, dan apabila tidak dapat disembuhkan, akan menjadi tahap untuk memberikan bantuan kepada siswa sesuai dengan sebabnya

Dalam usaha untuk memecahkan kesulitan belajar tersebut, guru/pengajar harus mengetahui tingkat kesulitan yang dihadapi siswa. Mengingat keanekaragaman individu siswa, maka tingkat-tingkat kesulitan belajar yang mereka hadapi juga akan bermacam-macam. Pada dasarnya kesulitan belajar siswa dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (a) ringan, (b) sedang, (c) berat yang dikemukakan oleh Suparno, S. dan Koestoer, H. Partowisastro. (1986:128). Sebagai berikut :
1. Kesulitan belajar yang tingkat kesulitannya ringan, masalahnya tidak begitu rumit, dan pemecahannya pun masih sederhana. Karena siswa yang mengalami kesulitan belajar ringan itu hanya kurang memperhatikan sewaktu guru/pengajar menerangkan satuan pelajaran. Maka cara pemecahan masalahnya mungkin cukup dengan menerangkan kembali satuan pelajaran pokok yang diterangkan atau mempelajari kembali suasana yang lebih serius.
2. Kesulitan yang tingkatannya sedang, karena siswa selalu tampak murung pada waktu mengikuti pelajaran, ataupun tak dapat berkonsentrasi pada ulangan atau tes dan sebagainya, perlu mendapat perhatian khusus dari guru/pengajar, maupun guru/pengajar bimbingan/ penyuluhan serta perlu meneliti apa penyebabnya. Setelah ditangani, ternyata siswa tersebut sedang mengalami masalah keluarga di rumah, maka penanganan siswa tersebut tidak cukup dengan mengulang-ulang, atau mempelajari satuan pelajaran pokok, tapi perlu mengembalikan siswa tersebut ke situasi dan kondisi pembelajaran sehingga konsentrasi tersebut tidak terganggu dengan masalah.
3. Kesulitan belajar yang berat misalnya siswa mendapat gangguan pada organ fisiknya, mungkin gangguan pada sarafnya karena kecelakaan, sehingga tidak dapat menangkap konsep secara cepat, segera lupa terhadap pelajaran. Masalah kesulitan belajar siswa yang sangat mendalam dan terus-menerus terjadi yang disebabkan faktor mendasar akan sukar atau mungkin tidak dapat ditangani lagi.
Di samping usaha pemecahan kesulitan belajar yang dilakukan dengan melihat tingkatannya, guru/pengajar dapat juga melakukan perbaikan dengan memilih cara, seperti yang dikemukan oleh Warji R, dan Ischak Sw. (1987:46) yaitu proses perbaikan dilakukan dengan jalan mengajarkan kembali bahan yang sama kepada para siswa yang memerlukan bantuan dengan cara penyajian yang berbeda dalam hal sebagai berikut :
1. Mengajarkan Kembali (Re-Teaching)
a. Kegiatan belajar mengajar dalam situasi kelompok yang telah dilakukan.
b. Melibatkan siswa pada kegiatan belajar
c. Memberikan dorongan (motivasi/penggalakan) kepada siswa pada kegiatan belajar yang meliputi ; bimbingan individu/kelompok kecil, memberikan pekerjaan rumah dan menyuruh siswanya mempelajari bahan yang sama dari buku-buku, buku paket atau sumber-sumber bacaan yang lain.
2. Guru/pengajar menggunakan alat bantu audio-visual yang lebih banyak
3. Bimbingan oleh guru / pengajar dengan jalan ; banyak mengenal siswa yang menjadi asuhannya, memberikan saran-saran dan menggiatkan tugas-tugas belajar dirumah, dan atau


mengirimkan/merekomendasikan kepada pembimbing, jika ada yang memerlukan bantuan individu yang lebih lanjut.
4. Guru / pengajar bidang studi berusaha memberikan motivasi belajar pada bidang studi masing-masing dengan memberikan pendekatan manusiawi, memberikan keputusan dan kemauan pada siswa dengan memberikan perhatian, hadiah dan teguran dan atau menunjukkan watak khas dalam mempelajari bidang studi yang diasuhnya dan menunjukkan tingkah laku yang baik, mengirim kapada pembimbing (BP).

Berbagai cara penanganan kesulitan belajar sebagaimana dikemukakan di atas pada dasarnya dapat diterapkan dalam konteks pembelajaran Akuntansi mengingat diagnosis masalah kesulitan belajar siswa itu bersifat general dan karena itu hampir dapat dikatakan berlaku sama pada setiap tindakan pembelajaran termasuk pembelajaran Akuntansi di kelas.
Kesimpulan
Kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar akuntansi dapat dikelompokkan ke dalam dua unsur utama, yaitu pertama, internal (bersumber dari diri siswa itu sendiri, misalnya kurang motivasi atau tidak mengetahui bagaimana metode atau cara belajar yang efisien); dan kedua, eksternal (bersumber dari luar, misalnya fasilitas yang belum mencukupi terutama buku-buku literatur, masih relatif minimnya buku paket akuntansi yang tersedia di perpustakaan sekolah; dan faktor-faktor lainnya).
Untuk mengatasi kesulitan belajar khususnya Akuntansi, motivasi belajar pada setiap siswa perlu mendapat perhatian, baik secara kelompok maupun individu. Motivasi ini merupakan aspek fundamental yang harus didorong karena melakukan sesuatu mestilah dimulai dengan motivasi. Kegiatan siswa juga harus diorientasikan pada usaha untuk meningkatkan prestasi belajar.

Dalam hal pendekatan, perlu menerapkan pendekatan yang lebih tepat dalam proses belajar mengajar Akuntasi di sekolah. Pendekatan tersebut haruslah pendekatan yang lebih berorientasi pada pembelajaran secara kontesktual atau apa yang populer dewasa ini dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL), misalnya memperbanyak pemberian tugas dalam bentuk pemecahan masalah, baik secara kelompok maupun mandiri di kelas; memperhatikan keluhan dan kesulitan yang dihadapi siswa di dalam atau di luar kelas