MAKALAH CANDI KIDAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari Kerajaan Singasari. Candi ini dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati Raja kedua dari Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 - 1248). Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring. Candi Kidal secara arsitektur, kental dengan budaya Jawa Timuran, telah mengalami pemugaran pada tahun 1990. Candi kidal juga memuat cerita Garudeya, cerita Mitologi Hindu, yang berisi pesan moral pembebasan dari perbudakan. Candi Kidal adalah satu-satunya candi Jawa yang meiliki narasi cerita Garuda terlengkap.
B.     Rumusan Masalah
1.      Dimana letak Candi Kidal?
2.      Apa keistimewaan Candi Kidal?
3.      Bagaimana proses pembangunannya dan pemanfaatannya?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui letak Candi Kidal
2.      Mengetahui keistimewaan Candi Kidal
3.      Mengetahui pembangunannya dan pemanfaatannya




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Letak Candi Kidal
Terletak di desa Rejokidal, kecamatan Tumpang, sekitar 20 km sebelah timur kota Malang, Jawa Timur candi Kidal dibangun pada 1248 M, bertepatan dengan berakhirnya rangkaian upacara pemakaman yang disebut Cradha (tahun ke-12) untuk menghormat raja Anusapati yang telah meninggal. Setelah selesai pemugaran kembali pada dekade 1990-an, candi ini sekarang berdiri dengan tegak dan kokoh serta menampakkan keindahannya. Jalan menuju ke Candi Kidal sudah bagus setelah beberapa tahun rusak berat. Di sekitar candi banyak terdapat pohon-pohon besar dan rindang, taman candi juga tertata dengan baik, ditambah lingkungan yang bernuansa pedesaan menambah suasana asri bila berkunjung kesana. Dari daftar buku pengunjung yang ada nampak bahwa Candi Kidal tidak sepopuler “teman”-nya candi Singosari, Jago, atau Jawi. Ini diduga karena Candi Kidal terletak jauh di pedesaan, tidak banyak diulas oleh pakar sejarah, dan jarang ditulis pada buku-buku panduan pariwisata.
Candi Kidal dikelilingi pohon-pohon besar dan rindang. Suasana asri dan aroma mistis akan tercium saat kaki menginjak halaman candi yang lausnya 21 x 22 meter dan tertata apik. Pengunjung pun akan mendapatkan pesan moral yang terpahat pada kaki candi. Nama Kidal sendiri sangat mungkin berasal dari bentuk ragam hias candi makam Anusapati yang tidak lazim, dimana umumnya ragam hias terutama relief-relief pada candi bersifat paradaksina (sansekerta = searah jarum jam, dari kanan ke kiri), tetapi Candi Kidal justru bersifat prasawya (sansekerta = berlawanan arah jarum jam, dari kiri ke Di sekeliling candi terdapat sisa-sisa pondasi dari sebuah tembok keliling yang berhasil digali kembali sebagai hasil pemugaran tahun 1990-an. Terdapat tangga masuk menuju kompleks candi disebelah barat melalui tembok tersebut namun sulit dipastikan apakah memang demikian aslinya. Jika dilihat dari perspektif tanah sekeliling dengan dataran kompleks candi, nampak candi kompleks Kidal agak menjorok kedalam sekitar 1 meter dari permukaan sekarang ini. Apakah dataran candi merupakan permukaan tanah sesungguhnya akibat dari bencana alam seperti banjir atau gunung meletus tidak dapat diketahui dengan pasti.


B.     Keistimewaan Candi Kidal
Namun demikian candi Kidal sesungguhnya memiliki beberapa kelebihan menarik dibanding dengan candi-candi lainnya tersebut. Candi Kidal terbuat dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Kaki candi nampak agak tinggi dengan tangga masuk keatas kecil-kecil seolah-olah bukan tangga masuk sesungguhnya. Badan candi lebih kecil dibandingkan luas kaki serta atap candi sehingga memberi kesan ramping. Pada kaki dan tubuh candi terdapat hiasan Medallion serta sabuk melingkar menghiasi badan candi. Atap candi terdiri atas 3 tingkat yang semakin keatas semakin kecil dengan bagian paling atas mempunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna (ciri khas candi Hindu) atau stupa (ciri khas candi Budha). Masing-masing tingkat disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan. Konon tiap pojok tingkatan atap tersebut dulu disungging dengan berlian kecil.
Hal menonjol lainnya adalah kepala kala yang dipahatkan di atas pintu masuk dan bilik-bilik candi. Kala, salah satu aspek Dewa Siwa dan umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci. Hiasan kepala kala Candi Kidal nampak menyeramkan dengan matanya melotot, mulutnya terbuka dan nampak dua taringnya yang besar dan bengkok memberi kesan dominan. Adanya taring tersebut juga merupakan ciri khas candi corak Jawa Timuran. Di sudut kiri dan kanannya terdapat jari tangan dengan mudra (sikap) mengancam. Maka sempurnalah tugasnya sebagai penjaga bangunan suci candi. Atap candi terdiri atas 3 bagian dengan bagian paling atas mempunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna atau stupa. Masing-masing lapisan disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan. Konon, pada awal pembuatannya, tiap pojok lapisan atap candi ditempatkan berlian kecil.
Menurut catatan sejarah, candi Kidal merupakan candi paling tua dari peninggalan candi-candi di Jawa Timur. Hal ini karena periode Airlangga (11-12 M) dan Kediri (12-13 M) tidak meninggalkan sebuah candi, kecuali candi Belahan dan Jolotundo yang sesungguhnya bukan merupakan candi melainkan pentirtaan (pemandian). Ciri khas candi ini adalah adanya narasi cerita Garuda terlengkap yang terpahat pada kaki candi. Cara membacanya dengan berjalan berlawanan arah jarum jam, dimulai dari sisi sebelah selatan. Relief pertama menggambarkan Garuda menggendong 3 ekor ular besar, relief kedua melukiskan Garuda dengan kendi di atas kepalanya, dan relief ketiga Garuda meyangga seorang wanita di atasnya. Di antara ketiga relief tersebut, relief kedua adalah yang paling indah dan masih utuh. Menurut kesusasteraan Jawa Kuno, Garudeya, ketiga relief tersebut menggambarkan perjalanan Garuda dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci “amerta”.
Cerita Garuda itu mengandung pesan moral dan legenda. Dalam filosofi Jawa, candi juga berfungsi sebagai tempat ruwatan raja yang telah meninggal supaya kembali suci dan dapat menitis kembali menjadi dewa. Ide ini berkaitan erat dengan konsep "Dewa-Raja" yang berkembang kuat di Jawa saat itu. Berkaitan dengan prinsip tersebut, dan sesuai dengan kitab Negarakretagama, maka candi Kidal merupakan tempat di-ruwat-nya raja Anusapati –anaknya Kendedes bersama Tunggul Ametung-- dan dimuliakan sebagai Siwa. Namun sayangnya, sebuah patung Siwa yang indah dan diduga kuat berasal dari candi Kidal sampai sekarang masih tersimpan di museum Leiden-Belanda. Konon, Anusapati sangat berbakti dan mencintai ibunya. Dia ingin ibunya lepas dari penderitaan dan nestapa salama hidupnya, menjadi suci kembali dan wanita sempurna. Relief Garudeya pada candi Kidal mengambarkan bakti Anusapati kepada ibunya Kendedes yang cantik jelita namun nestapa hidupnya.
Candi Kidal agaknya layak masuk dalam agenda wisata Anda. Lokasinya di pedesaan yang menyimpan banyak keaslian alam dan budaya. Relief Garuda yang terpahat di kaki candi memberi pesan moral yang patut diteladani. Bila diterjemahkan dalam kehidupan sekarang, pesan moral tersebut tampaknya masih aktual: bakti seorang anak kepada orang tua –terlebih lagi kepada ibu yang melahirkan— tak akan lekang dan lapuk oleh waktu. Apalagi dalam kondisi bangsa Indonesia yang tengah dilanda krisis multidimensi, pesan moral tersebut seakan memberi kekuatan pada kita untuk menjunjung hal-hal baik yang pernah diajarkan sejak masa lalu.
Di sekeliling candi terdapat sisa-sisa pondasi dari sebuah tembok keliling yang berhasil digali kembali sebagai hasil pemugaran tahun 1990-an. Terdapat tangga masuk menuju kompleks candi disebelah barat melalui tembok tersebut namun sulit dipastikan apakah memang demikian aslinya. Jika dilihat dari perspektif tanah sekeliling dengan dataran kompleks candi, nampak candi kompleks Kidal agak menjorok kedalam sekitar 1 meter dari permukaan sekarang ini. Apakah dataran candi merupakan permukaan tanah sesungguhnya akibat dari bencana alam seperti banjir atau gunung meletus tidak dapat diketahui dengan pasti.
Dirunut dari usianya, Candi Kidal merupakan candi tertua dari peninggalan candi-candi periode Jawa Timur pasca Jawa Tengah (abad ke-5 – 10 M). Hal ini karena periode Mpu Sindok (abad X M), Airlangga (abad XI M) dan Kediri (abad XII M) sebelumnya tidak meninggalkan sebuah candi, kecuali Cand Belahan (Gempol) dan Jolotundo (Trawas) yang sesungguhnya bukan merupakan candi melainkan petirtaan. Sesungguhnya ada candi yang lebih tua yakni Candi Kagenengan yang menurut versi kitab Nagarakretagama tempat di-dharma-kannya, Ken Arok, ayah tiri Anusapati. Namun sayang candi ini sampai sekarang belum pernah ditemukan.
C.    Pembangunan dan pemanfaatan
Masa pendirian Candi Kidal tidak dapat diketahui dengan pasti. Hal ini karena tidak adanya data pertanggalan pada candi tersebut, juga data prasasti yang dapat dihubungkan dengan candi tersebut. Namun dalam Negarakertagama disebutkan, bahwa pada tahun 1170 Saka, Raja Anusapati wafat dan didharmakan sebagai Siwa di Kidal. Sedangkan Pararaton menjelaskan Lina Sang Anusapati 1 Saka 1171. Dhirnarma Sira Ring Kidal. Dari kata tersebut dapat disimpulkan bahwa Candi Kidal adalah tempat Pendharmaan Raja Anusapati yang wafat tahun 1248 M, dengan demikian pendirian candi ini diperkirakan selesai pada saat diadakan upacara Sradha yang dilakukan 12 tahun setelah raja wafat yaitu sekitar tahun 1260 M. Latar belakang keagamaan Candi Kidal ini adalah Hindu, seperti yang dijelaskan dalam Negarakertagama bahwa Raja Anusapati wafat dan didharmakan di Kidal sebagai Siwa. Candi Kidal yang sekarang ini adalah hasil pemugaran pada tahun 1986 – 1988 secara fisik dan penataan lingkungannya tahun 1989/1990 dipugar oleh Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur.
Candi Kidal dibangun sebagai tempat pendarmaan Raja Anusapati yang wafat pada tahun 1248 M. Candi ini tergolong unik karena pada umumnya hiasan/relief pada sebuah candi bersifat Pradaksina (bahasa sansekerta yang berarti searah jarum jam), tetapi Candi Kidal justru bersifat Prasawya (bahasa sansekerta yang artinya berlawanan dengan arah jarum jam).Candi Kidal terbuat dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Kaki candi nampak agak tinggi dengan tangga masuk keatas yang ukurannya kecil seolah-olah bukan tangga masuk sesungguhnya. Badan candi ukurannya lebih kecil dibandingkan luas kaki dan atap candi sehingga memberi kesan ramping. Pada kaki dan tubuh candi terdapat hiasan medallion serta sabuk melingkar menghiasi badan candi. Atap candi terdiri atas 3 tingkat yang semakin keatas semakin kecil dengan bagian paling atas mempunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna (ciri khas candi Hindu) atau stupa (ciri khas candi Budha). Masing-masing tingkat disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan. Konon tiap pojok tingkatan atap tersebut dulu disungging dengan berlian kecil.
Kepala Kala yang seram
Hal menonjol lainnya adalah kepala kala yang dipahatkan di atas pintu masuk dan bilik-bilik candi. Kala, salah satu aspek Dewa Siwa dan umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci. Hiasan kepala kala Candi Kidal nampak menyeramkan dengan matanya melotot, mulutnya terbuka serta dua taring yang besar dan bengkok memberi kesan menakutkan. Adanya taring tersebut juga merupakan ciri khas candi corak Jawa Timur. Di sudut kiri dan kanannya terdapat jari tangan dengan mudra (sikap) mengancam. Maka sempurnalah tugasnya sebagai penjaga bangunan suci candi.
Hiasan pada bagian kaki Candi Kidal yang begitu indah dan menarik adalah relief garuda pada ketiga sisi kaki candi di mana relief itu diambil dari kisah Garudeya yang terdapat pada Kitab Adiparwa. Narasi cerita Garudeya pada candi Kidal dipahatkan dalam 3 relief dan masing-masing terletak pada bagian tengah sisi-sisi kaki candi kecuali pintu masuk. Pembacaannya dengan cara prasawiya (berjalan berlawanan arah jarum jam) dimulai dari sisi sebelah selatan atau sisi sebelah kanan tangga masuk candi. Relief pertama menggambarkan Garuda dibawah 3 ekor ular. Relief kedua melukiskan Garuda dengan kendi berisi tirta amerta di atas kepalanya, dan relief ketiga Garuda menggendong seorang wanita yang adalah ibundanya bernama Winata. Di antara ketiga relief tersebut, relief kedua adalah yang paling indah dan masih utuh.
Adapun cerita Garudeya sebagai berikut. Dikisahkan bahwa Kadru dan Winata adalah 2 bersaudara istri resi Kasiapa. Kadru mempunyai anak angkat 3 ekor ular dan Winata memiliki anak angkat Garuda. Kadru yang pemalas merasa bosan dan lelah harus mengurusi 3 anak angkatnya yang nakal-nakal karena sering menghilang di antara semak-semak. Timbullah niat jahat Kadru untuk menyerahkan tugas ini kepada Winata. Diajaklah Winata bertaruh pada ekor kuda putih Uraiswara yang sering melewati rumah mereka dan yang kalah harus menurut segala perintah pemenang. Dengan tipu daya, akhirnya Kadru berhasil menjadi pemenang. Sejak saat itu Winata diperintahkan melayani segala keperluan Kadru serta mengasuh ketiga ular anaknya setiap hari. Winata selanjutnya meminta pertolongan Garuda untuk membantu tugas-tugas tersebut. (relief pertama).
Garuda sedang membawa guci berisi Tirta Amerta

Ketika Garuda tumbuh besar, dia bertanya kepada ibunya mengapa dia dan ibunya harus menjaga 3 saudara angkatnya sedangkan bibinya tidak. Setelah diceritakan tentang pertaruhan kuda Uraiswara, maka Garuda mengerti. Suatu hari ditanyakanlah kepada 3 ekor ular tersebut bagaimana caranya supaya ibunya dapat terbebas dari perbudakan ini. Dijawab oleh ular “bawakanlah aku air suci amerta yang disimpan di kahyangan serta dijaga para dewa, dan berasal dari lautan susu”. Garuda menyanggupi dan segera mohon izin ibunya untuk berangkat ke kahyangan. Tentu saja para dewa tidak menyetujui keinginan Garuda sehingga terjadilah perkelahian. Namun berkat kesaktian Garuda para dewa dapat dikalahkan. Melihat kekacauan ini Bathara Wisnu turun tangan dan Garuda akhirnya dapat dikalahkan. Setelah mendengar cerita Garuda tentang tujuannya mendapatkan amerta, maka Wisnu memperbolehkan Garuda meminjam amerta untuk membebaskan ibunya dan dengan syarat Garuda juga harus mau menjadi tungganggannya. Garuda menyetujuinya. Sejak saat itu pula Garuda menjadi tunggangan Bathara Wisnu seperti nampak pada patung-patung Wisnu yang umumnya duduk di atas Garuda. Garuda turun kembali ke bumi dengan amerta. (relief kedua).
Dengan bekal air suci amerta inilah akhirnya Garuda dapat membebaskan ibunya dari perbudakan atas Kadru. Hal ini digambarkan pada relief ketiga dimana Garuda dengan gagah perkasa menggendong ibunya dan bebas dari perbudakan. (relief ketiga) Berbeda dengan candi-candi Jawa Tengah, candi Jawa Timuran berfungsi sebagai tempat pen-dharma-an (kuburan) raja, sedangkan candi-candi Jawa Tengah dibangun untuk memuliakan agama yang dianut raja beserta masyarakatnya. Seperti dijelaskan dalam kitab Negarakretagama bahwa raja Wisnuwardhana didharmakan di candi Jago, Kertanegara di candi Jawi dan Singosari, Hayam Wuruk di candi Ngetos, dsb.
Garuda sedang membawa ibunya Winata

Candi Kidal setelah pemugaran terakhirnya yang selesai tahun 1992, dibuka dan diresmikan oleh Prof. DR. Fuad Hasan yang waktu itu masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Candi Kidal

BAB III
KESIMPULAN
Candi Kidal yang sekarang ini adalah hasil pemugaran pada tahun 1986 – 1988 secara fisik dan penataan lingkungannya tahun 1989/1990 dipugar oleh Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur. Candi Kidal dibangun sebagai tempat pendarmaan Raja Anusapati yang wafat pada tahun 1248 M. Candi ini tergolong unik karena pada umumnya hiasan/relief pada sebuah candi bersifat Pradaksina (bahasa sansekerta yang berarti searah jarum jam), tetapi Candi Kidal justru bersifat Prasawya (bahasa sansekerta yang artinya berlawanan dengan arah jarum jam). Hiasan pada bagian kaki Candi Kidal yang begitu indah dan menarik adalah relief garuda pada ketiga sisi kaki candi di mana relief itu diambil dari kisah Garudeya yang terdapat pada Kitab Adiparwa. Dilihat dari usianya, Candi Kidal merupakan candi paling tua dari peninggalan candi-candi di Jawa Timur


ARTIKEL TERKAIT :
MAKALAH CANDI KIDAL
KERAJAAN HINDU BUDHA
KERAJAAN HINDU – BUDHA DI INDONESIA
KERAJAAN-KERAJAAN INDONESIA YANG BERCORAK ISLAM
SEJARAH KERAJAAN KERAJAAN DI INDONESIA
kerajaan kerajaan di indonesia