A.
Pengertian hubungan
konseling secara umum dipakai oleh semua kaum profesional yang melayani manusia, seperti profesi
konselor, pekerja sosial, dokter dan sebagainya. Hubungan konseling adalah
hubungan yang membantu. Artinya pembimbing berusaha membantu terbimbing agar
tubuh berkembang, sejahtera, mandiri.
Shertzer dan Stone (1980) mendefinisikan hubungan
konseling yaitu : interaksi antara seorang dengan orang lain yang dapat
menunjang dan memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut. Orang-orang
yang membantu itu adalah kaum profesional yang kegiatannya adalah untuk
memudahkan orang lain dalam memahami, mengubah atau untuk memperkaya
perilakunya, sehingga terjadi perubahan positif. Kaum profesional ini tertarik
pada perubahan manusia yaitu, perasaan, motif, sikap, ide, kebutuhan,
pengeteahuan dan seluruh kehidupan manusia.
Rogers mendefinisikan hubungan konseling sebagai :
hubungan seorang dengan seorang yang datang dengan maksud tertentu. Hubunganitu
bertujuan untuk meningkatkan pertunbuhan, perkembangan, kematangan, memperbaiki
fungsi dan memperbaiki kehidupan. Sedangkan sifat dari hubungan kopnseling
adalah menghargai, terbuka, funsionalm untuk menggali aspek-aspek terselubung (
emosional, ide sumber-sumber informasi dan pengalaman dan potensi secara umum.
Benjamin,
dalam sertzer dan stone (1980) mengartikan hubungan konseling adalah interaksi
antara seorang profesional dengan klien dengan syarat bahwa profesional itu
mempunyai waktu, kemampuan untuk memahami den mendengarkan serta mengetahui minat,
pengetahuan dan ketrampilan. Hubungan konseling harus dapat memudahkan dan
memungkinkan orang yang dibantu untuk hidup lebih mawas diri dan harmonis.
Tujuan utama konseling adalah untuk memudahkan perkembangan individu. Hubungan
konseling juga terjadi pada relasi, guru dengan siswa, suami dengan istri
konselor dengan klien dan sebagainya.
Kebutuhan
akan hubungan konseling di negara-negara maju snagat terasa. Demikian di negara
kita indonesia. Telah terjadi berbagai macam peristiwa yang dapat menjadikan
trauma pada siapapun juga, seperti akibat dari suatu bencana, hancurnya rumah
akibat bencana gempa bumi, banjir, tsunami, kerusuhan. Kematian seseorang yang
di cintai dapat menjadi faktor penyebab terjadinya stres pascatrauma seperti
kematian pasanganb hidup, anak, orang tua, saudara, nenek.
Kecelakaan
dapat menjadi faktor penyebab stres pasca trauma, karena dari kecelakaan
tersebut seseorang atau kelompok yang mengalami kecelakaan seperti kecelakaan
kapal laut maka tidak mau lagi menaiki atau menggunakan jasa kapal laut.
Peledkan, kebakaran pada peristiwa ini seorang atau kelompok
Mengalami stres atau trauma dengan api yang menyebabkan
peledakan ataupun kebakaran. Bencana alam (gempa bumi, angin puyuh, letusan
gunung berapi dan sebagainya ), seseorang atau kelompok dapat mengalami stres
pasca taruma setelah mengalami bencana alam, sperti gempa bumi maka orng atrau
kelompok yang mengalami bencana tersebut akan bersikap tidak normal jika
mendapat stimulus yang sama dengan kejadian gempa bumi ataun terhadap
getaran-getaran yang cukup dapat dirasakan.
B.
Mengembangakan Hubungan
Konseling
Mengembangkan
hubungan konseling adalah upaya konselor untuk meningkatkan keterlibatkan dan
keterbukaan klien, sehingga akan memperlancar proses konseling dengan segara mencapai
tujuan konseling seuai dengan yang diinginkan klien atas bantuan konselor.
Bentuk utama hubungan koseling adalah pertemuan pribadi dengan pribadi
(konselor-klien) yang di latar belakangi oleh lingkungan (internal-eksternal).
Keterbukaan
klien juga ditentukan oleh bahasa tubuh konselor. Untuk menciptakan situasi
kondusif bagi keterbukaan dan kelancaran proses konseling, maka sifat-sifat
empati, jujur, asli, mempercayai, toleransi, respek, menerima dan komitmen dan
hubungan konseling, amat di perlukan dan amat di kembangakanterus oleh
konselor. Sifat-sifat tadi akan memancar
pada perilaku konselor sehingga klien
terpengaruh dan kemudian klien mengikutinya, maka klien akan menjadi terbuka
dan terlibat dalam pembicaraan. Dalam hubungan konseling pada prinsipnya
ditekankan bagaimana konselormengembangkan hubungan konseling rapport (akrab)
dan dengan memanfaatkan komunikasi verbal dan non verbal. Jadi konseling bukan
menomor satukan content(masalah
kilen). Demikian pula strategi dan teknik janganlah diutamakan.
Hubungan
konseling yang menumbuhkan kepercayaan klien terhadap konselor adalah penting.
Sehingga klien akan terbuka dan mau terlibat pembicaraan. Menggali feeling
klien termasuk rahasia-rahasia pribadinya merupakan hal penting dalam hubungan
konseling,namun perlu diketahui bahwa klien tidak menganggap konselor sebagai
orang yang mencampuri urusannya.
C.
Menciptakan Rapport
Rapport
adalah (relationship) yang ditandai dengan keharmonisan, kesesuaian, kecocokan
dan saling tarik menarik. Rapport dimulai dengan persetujuan, kejujuran,
kesukaan, dan persamaan. Jika sudah terjadi persetujuan dan rasa persamaan,
timbullah kesukaan terhadap satu sama lain.
Dalam
kehidupan sehari-hari ada dua cara kita melihat orang lain. Pertama,melihat
perbedaan cara melihat ini diwarnai oleh perasaan egossentrisme yakni melihat
orang lain dari kelemahannya, kesalahannya atau keburukannya. Kedua, memandang
orang lain dari segi persamaan.
Pandangan
ini melahirkan sikap ingin berbagi (sharing) dengan orang lain dan orang itu
dianggap saudara. Jika anda menekankan pada perbedaan, maka anda akan sulit
mencapai rapport.
D.
Hubungan Konseling dan
Keterlibatan Klien
Jika
sudah teradi repport dalam hubungan konseling, berarti hubungan tersebut telah
mencapai puncak. Artinya dalam kondisi ini, kondusif sekali bagi keterbukaan
klien. Klien telah mulai membuang selubung resistensi dan keengganannya dan
memasuki keterbukaan (disclosure). Jika klien sudah terbuka, maka dia akan
terlibat dengan diskusi bersama konselor. Sebab dia sudah mempunyai rasa
mempercayai konselor.
Ada
beberapa yang dipelihara dalam hubungan konseling, yakni
1. Kehangatan,
artinya konselor membuat situasi hubungan konseling itu demikian hangat
bergairah, bersemangat kehangatan disebabkan adanya rasa bersahabat, tidak
formal, serta membangkitkan semangat dan rasa humor.
2. Hubungan
yang empati, yaitu konselor merasakan apa yang dirasakan klien dan memahami akan
keadaan diri serta masalah yang dihadapinya.
Jika
klien resistensi, perlu ada upaya konselor untuk mengatasinya seperti
mengalihkan topik, memberi motivasi atau menurunkan dan meningkatkan level
diskusi tergantung tingkat kemampuan klien. Akan tetapi jika klien terus juga
resistensi walaupun telah diupayakan maka sebaiknya klien di DO secara baik
dengan istilah Okun (1987) adalah A sabbatical leave from helping (di-cuti
panjangkan). Atau drop alias dialihkan kepada konselor yang cocok.
E.
Konselor yang
Resistensi
Sering
terjadi resistensi pada konselor. Jika demikian maka hubungan konseling akan
macet, karena klien tertulari resistensi dari konselor. Banyak faktor yang
menyebabkan resistensi konselor, antara lain:
1. Kecemasan,
mungkin dari kekalutan pikiran karena masalah keluarga, pekerjaan dan uang
2. Konselor
yang sedang frustasi dan konflik
3. Konselor
yang merangkap jabatan, biasa memerintah, menasehati dan mengatur.
Masalah
komunikasi klien dalam hubungan konseling juga tergantung pada situasi keterbukaan
tadi. Dampak dari komunikasi konselor yang efektif. Hasil penelitian menunjukan
(Okun, 1987)bahwa permasalahan komunikasi adalah sumber terbesar dari
terjadinya kesulitan hubungan interpersonal. Banyak orang yang mengenal
masalahnya atau mengetahui secara baik, akan tetapi mengalami kesulitan secara
verbal mengkomunikasikannya.
F.
Proses Konseling
Proses
konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik. Menurut
Brammer (1979) proses konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan
memberi makna bagi para peserta konseling tersebut (konseling dan klien).
Setiap tahapan proses konseling membutuhkan ketrampilan-ketrampilan khusus.
Namun ketrampilan-ketrampilan itu bukanlah yang utama jika hubungan konseling
tidak mencapai rapport. Dinamika hubungan konseling ditentukan oleh penggunaan
ketrampilan konseling yang bervariasi. Dengan demikian proses konseling tidak
dirasakan oleh peserta konseling (konselor-klien) sebagai hal yang menjemukan.
Akibatnya keterlibatan mereka dalam proses konseling sejak awal hingga akhir
dirasakan sangat bermakna dan berguna.
Secara
umum proses konseling dibagi atas tiga tahapan:
1. Tahapan
Awal Konseling
Tahapan ini terjadi sejak klien menemui
konselor hingga berjalan proses konseling sampai konselor dan klien menemukan
definisi masalah klien atau dasar isu, kepedulian atau masalah klien. Adapun
proses konseling tahap awal dilakukan konselor sebagai berikut.
a. Membangun
hubungan konseling yang melibatkan klien.
b. Memperjelas
dan mendefinisikan masalah
c. Membuat
penaksiran dan penjajakan
d. Menegosiasikan
kontrak
2. Tahap
Pertengahan (Tahap Kerja)
Berangkat dari definisi masalah klien
yang disepakati pada tahap awal, kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada:
1). Penjelajahan masalah klien, 2). Bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan
penilaian kembali apa-apa yang telah dijelajah tentang masalah klien.
Adapun tujuan-tujuan tahap pertengahan
ini yaitu:
a. Menjelajahi
dan mengeksplorasi masalah isu dan kepedulian klie lebih jauh.
b. Menjaga
agar hubungan konseling selalu terpelihara.
c. Proses
konseling agar berjalan sesuai kontrak
3. Tahap
Akhir Konseling (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir konseling ditandai
beberapa hal, yaitu:
·
Menurunnya kecemasan
klien. Hal ini diketahui setelah konselor menanyakan keadaan kecemasannya.
·
Adanya perubahan
perilaku klien terarah yang lebih positif, sehat, dan dinamik.
·
Adanya rencana hidup
masa yang akan datang dengan program yang jelas.
·
Terjadinya sikap hidup
yang positif.
Tujuan-tujuan
tahap akhir ini adalah sebagai berikut :
a. Memutuskan
perubahan sikap dan perilaku yang memadai.
b. Terjadinya
transfer of learning pada diri si klien.
c. Melaksanakan
perubahan perilaku.
d. Mengakhiri
hubungan konseling.
lihat juga :