makalah hakikat sains



A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.
H.W. Powler mendefinisikan pengertian tentang ilmu pengetahuan alam adalah sebagai “Systematic and formulated knowledge dealing with material phenomena and based mainly on observation and induction“. Artinya adalah, “Ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan induksi“.
Robert B Sund mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur berlaku umum dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.
Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint".
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhirnya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu pengetahuan alam atau sains adalah ilmu yang mempelajari tentang sebab akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. IPA dapat juga didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang sistematik dari gejala-gejala alam.
      Unsur utama yang terdapat dalam IPA yaitu sikap manusia, proses, dan produk yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Rasa ingin tahu pada masalah yang terjadi di alam merupakan sikap manusia; manusia kemudian mencoba memecahkan masalah yang dihadapinya, pada tahapan digunakan proses atau metode dengan cara menyusun hipotesis, melakukan kegiatan untuk membuktikan kebenaran hipotesisnya, dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya. Hasil atau produk dari kegiatan yang telah dilakukannya tersebut berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip, atau teori-teori.
Berdasarkan uraian di atas maka tinjauan kita terhadap IPA pada hakekatnya dapat dilihat dari tiga segi, yaitu :
a.      Sains sebagai proses
      Pengertian IPA sebagai proses maksudnya adalah bagaimana cara mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut. Pengertian mendapatkan pengetahuan untuk siswa dapat berupa konsep-konsep yang sedang dipelajarinya. Penekanan dari hakekat IPA sebagai proses adalah pada bagaimana seorang siswa menemukan sendiri apa yang sedang dipelajarinya. Yang dimaksud dengan menemukan sendiri disini bukan berarti konsep yang sedang dipelajarinya adalah murni hasil pemikiran siswa tersebut. Dalam hal ini, siswa masih tetap mempelajari konsep-konsep yang sudah ditemukan oleh para ahli IPA, tetapi yang menjadi titik berat adalah bagaimana urutan-urutan atau tahapan-tahap yang dilakukan siswa pada saat mempelajari konsep tersebut. Jika siswa dalam memahami suatu konsep sesuai dengan urutan atau langkah yang seharusnya, maka berarti siswa tersebut telah memahami hakekat IPA sebagai proses.
      Sebagai contoh akan dijelaskan bagaimana seorang siswa memahami konduktor dan isolator. Siwa tidak menghafal definisi konduktor dan isolator tetapi siswa mengerti apa yang dimaksud dengan konduktor dan isolator setelah siswa tersebut melakukan kegiatan dengan menggunakan baterai, kabel, bola lampu, dan benda-benda yang akan diselidikinya. Mula-mula siswa mencoba membuat rangkaian dengan menggunakan apa yang sudah disiapkannya, kemudian mereka mencoba mengganti hubungan kabel dengan benda-benda yang sedang diselidikinya satu-persatu. Setelah semua benda diselidiki, ternyata ada dua kelompok benda yang sifatnya berbeda yaitu kelompok pertama terdiri atas kayu, karet, kaca, dan kertas tidak dapat menyalakan bola lampu; sedangkan kelompok kedua terdiri atas besi, aluminium, tembaga, dan seng dapat menyalakan lampu.
      Selanjutnya diharapkan siswa dapat menggeneralisasikan sendiri benda-benda lainnya yang tidak dapat menghantarkan arus listrik dan benda-benda lainnya yang dapat menghantarkan arus listrik. Dari kegiatan yang dilakukannya tersebut, siswa dapat mengelompokan sendiri benda yang termasuk isolator dan benda yang termasuk konduktor. Kegiatan seperti itu mencerminkan hakekat IPA sebagai proses; karena siswa pada saat mempelajari konsep isolator dan konduktor siswa dapat menemukan sendiri apa yang sedang dipelajarinya.

b.      Sains sebagai Produk
Pengertian IPA sebagai produk maksudnya adalah lebih menekankan pada memahami apa yang sudah dihasilkan oleh IPA itu sendiri misalnya, prinsip-pinsip, hukum-hukum, dan rumus-rumus. Usaha pemahaman siswa terhadap prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan penggunaan rumus-rumus yang berlaku dalam IPA menunjukkan hakekat IPA sebagai produk. Pemahaman yang dilakukan siswa terhadap prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan rumus-rumus tidak memerlukan urutan atau tahapan tertentu. Siwa cukup memahami isi kandungan dari prinsip atau hukum yang sedang dipelajarinya itu; atau bagaimana caranya menggunakan rumus untuk memecahkan soal yang sedang dibahasnya.

      Jika siswa hanya mempelajari prinsip-prinsip, hukum-hukum, rumus-rumus dengan cara seperti itu, berarti siswa hanya mempelajari apa yang sudah dihasilkan (produk) oleh para ahli tanpa memikirkan/mengetahui bagaimana caranya prinsip-prinsip, hukum-hukum, rumus-rumus itu ditemukan. Kegiatan yang dilakukan siswa seperti itu berarti telah mengganggap IPA hanya sebagai produk saja.




c.       Sains sebagai Sikap/Nilai
      Sains diyakini dapat melatih atau menanamkan sikap dan nilai positif dalam diri siswa. Jujur, dapat bekerja sama, teliti, tekun, hati-hati, toleran, skeptis, merupakan sikap dan nilai yang dapat terbentuk melalui pembelajaran sains.
Pembelajaran sains yang dapat terlaksana dengan baik, akan dapat membentuk sikap dan nilai positif dalam diri siswa sebagai bekal yang diperlukannya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan. Tentunya hal tersebut dapat tercapai jika pembelajaran sains dipandang sebagai proses tidak hanya sekedar mempelajari produknya saja. Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.

B.     Kedudukan ilmu pengetahuan alam (IPA)

Ilmu berkembang dengan pesat, yang pada dasarnya ilmu berkembang dari dua cabang utama yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam ilmu-ilmu sosial (the social sciences). Ilmu-ilmu alam dibagi menjadi dua kelompok yaitu ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences). Ilmu alam ialah ilmu yang mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan ilmu hayat mempelajari makhluk hidup di dalamnya. Ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit dan ilmu bumi (the earth sciences) yang mempelajari bumi kita.

C.    Hakekat Sains dan Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar

Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Sains dalam arti sempit telah dijelaskan diatas merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari physical sciences (ilmu fisik) dan life sciences (ilmu biologi). Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika, sedangkan life science meliputi anatomi, fisiologi, zoologi, citologi, embriologi, mikrobiologi.
IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan Sains semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan " Sains hari ini adalah teknologi hari esok" merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini Sains dan teknologi manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya mengandung hakikat Sains (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi (the meaning of technology).
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (dalam Wina-putra, 1992:122) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil obervasi dan eksperimen.

D.    Sains dalam kurikulum Sekolah Dasar

Dari uraian di atas Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai Obyek, menggunakan metode Ilmiah sehingga perlu diajarkan di Sekolah Dasar. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa sains perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasuk ke dalam kurikulum suatu sekolah. Usman Samatowa menegemukakan empat Alasan sains dimasukan dikurikulum Sekolah Dasar yaitu:
  1. Bahwa sains berfaedah Bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang sains, sebab sains merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah sains. Orang tidak menjadi Insinyur elektronika yang baik, atau dokter yang baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai berbagai gejala alam.
  2. Bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis; misalnya sains diajarkan dengan mengikuti metode "menemukan sendiri". Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah; umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah demikian". Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?" Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini.
  3. Bila sains diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak. Maka sains tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka.
  4. Mata pelajaran ini mempunyai: nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk keprbadian anak secara keseluruhan.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

E.     Hakekat Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat
Pendekatan Sains, Teknologi dan masyarakat (STM) adalah pengindonesiaan dari Science-Technology-Society (STS) yang pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1980-an, dan selanjutnya berkembang di Inggris dan Australia. National Science Teacher Association atau NSTA, mendefinisikan pendekatan ini sebagai belajar/mengajar sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Dengan volume informasi dalam masyarakat yang terus meningkat dan kebutuhan bagi penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dapat menjadi lebih mendalam, maka pendekatan STM dapat sangat membantu bagi anak. Oleh karena, pendekatan ini mencakup interdisipliner konten dan benar-benar melibatkan anak sehingga dapat meningkatkan kemampuan anak. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan iptek, membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai iptek itu sendiri dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM) dalam pandangan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, pada dasarnya memberikan pemahaman tentang kaitan antara sains teknologi dan masyarakat, melatih kepekaan penilaian peserta didik terhadap dampak lingkungan sebagai akibat perkembangan sains dan teknologi. Menurut Raja, keputusan yang dibuat oleh masyarakat biasanya memerlukan penggunaan teknologi untuk melaksanakannya. Bahkan, masyarakat dan ilmu pengetahuan menggunakan teknologi sebagai sarana untuk menyimpan informasi. Peranan penting yang dimiliki oleh teknologi dapat berfungsi sebagai sarana tindakan dan penyidikan dalam pendekatan STM. Data juga menyiratkan sifat ilmu pengetahuan sebagai sebuah bidang di semua masyarakat.
Sains merupakan suatu tubuh pengetahuan (body of knowledge) dan proses penemuan pengetahuan. Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia.  Sedangkan masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki wilayah, kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains, teknologi dan masyarakat satu sama lain saling berinteraksi. Menurut Widyatiningtyas, pendekatan STM dapat menghubungkan kehidupan dunia nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang belajar sains. Proses pendekatan ini dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak dalam mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan mempertimbangkan konsekuensi berdasarkan keputusan tertentu.
Pendidikan sains pada hakekatnya merupakan upaya pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang hakekat sains melalui pembelajaran. Sains pada hakekatnya merupakan ilmu dan pengetahuan tentang fenomena alam yang meliputi produk dan proses. Pendidikan sains merupakan salah satu aspek pendidikan yang menggunakan sains sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum dan tujuan pendidikan sains secara khusus, yaitu untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia alamiah.
Untuk penyusunan materi pendidikan sains, hendaknya merupakan akumulasi dari konten, proses, dan konteks. Konten, menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan fakta, definisi, konsep, prinsip, teori, model, dan terminologi. Proses, berkaitan dengan metodologi atau keterampilan untuk memperoleh dan menemukan konten. Konteks, berkaitan dengan kepentingan sosial baik individu maupun masyarakat atau kepentingan-kepentingan lainnya yang berhubungan dengan perlunya pengembangan dan penyesuaian pendidikan sains untuk menghadapi tantangan kemajuan zaman. Benneth et. al. melaporkan, bahwa pendekatan STM merupakan pendekatan berbasis konteks yang memiliki peranan yang sangat penting dalam memotivasi anak dan mengembangkan keaksaraan ilmiah mereka berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak laki-laki dan perempuan yang berkemampuan rendah. Dengan demikian, tujuan pendekatan STM adalah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya.
Menurut Rusmansyah, pendekatan STM dilandasi oleh tiga hal penting yaitu:
  1. Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi dan masyarakat.
  2. Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.
  3. Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas, dan ranah hubungan dan aplikasi.
Program pembelajaran dengan pendekatan STM pada umumnya mempunyai karakteristik, sebagai berikut:
1.      Identifikasi masalah-masalah setempat.
2.      Penggunaan sumber daya setempat yang digunakan dalam memecahkan masalah.
3.      Keikutsertaan yang aktif dari siswa dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah.
4.      Perpanjangan pembelajaran di luar kelas dan sekolah.
5.      Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa.
6.      Isi dari pembelajaran bukan hanya konsep-konsep saja yang harus dikuasai siswa dalam kelas.
7.      Penekanan pada keterampilan proses di mana siswa dapat menggunakan dalam memecahkan masalah.
8.      Penekanan pada kesadaran karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi.
9.      Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak di masa depan.
10.  Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.
F.     Implementasi pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran Biologi
Menurut Poedjiadi, pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam strategi, yaitu:
a.       Strategi pertama, menyusun topik-topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.
b.      Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum.
c.       Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi.
Untuk mengimplementasikan pendekatan STM dalam pembelajaran, Dass (1999) dalam Raja (2009) mengemukakan empat langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahaman murid dan pelaksanaan suatu proyek STM yang berhubungan preservice  guru. Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan atau inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan.
1.      Fase Invitasi
Pada Preservice teachers (PSTs) tahap ini, guru melakukan brainstorming dan menghasilkan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah, Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat-sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan.
Menurut Aisyah, tahap kedua ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan.
3.      Fase Mengusulkan Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan.
Menurut Aisyah, apabila selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.
4.      Fase Mengambil Tindakan
Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa menerapkan temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up.
Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi anak selama pembelajaran, dapat dilakukan melalui suatu evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran atau penilaian terhadap sesuatu prestasi atau hasil yang telah dicapai. Mengingat penguasaan sains dan teknologi dalam hal ini merupakan penguasaan sains dan teknologi yang berkaitan dengan aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat mengacu kepada pengembangan evaluasi dalam unit STM. Menurut Varella dalam Widyatiningtyas, evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:
1.      Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan sehari-hari.
2.      Penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari.
3.      Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang terlibat dalam alat-alat teknologi yang dimamfaatkan masyarakat.
4.      Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Pembuatan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesehatan, nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada konsep-konsep ilmiah.
Menurut Yagger, penilaian terhadap proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan STM dapat dilakukan dengan menggunakan lima domain, yaitu:
a.       Konsep, yang meliputi penguasaan konsep dasar, fakta dan generalisasi.
b.      Proses, penggunaan proses ilmiah dalam menemukan konsep atau penyelidikan.
c.       Aplikasi, penggunaan konsep dan proses dalam situasi yang baru atau dalam kehidupan.
d.      Kreativitas, pengembangan kuantitas dan kualitas pertanyaan, penjelasan, dan tes untuk mevalidasi penjelasan secara personal.
e.       Sikap, mengembangkan perasaan positif dalam sains, belajar sains, guru sains dan karir sains.
G.    Hakekat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Tujuan Pendidikan Nasional Negara Indonesia adalah: “Untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan terampil dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasaan yang tinggi dan disertai dengan budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945“.

      Tujuan Pendidikan Nasional tersebut kemudian dijabarkan lagi kedalam kurikulum untuk setiap mata pelajaran. Tentunya setiap mata pelajaran mampunyai perannya sendiri dalam mencapai tujuan nasional yang telah dirumuskan oleh pemerintah. IPA telah dinilai mempunyai peran yang sangat besar dalam usaha mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan suatu bangsa. Hal ini disebabkan IPA merupakan dasar dari teknologi; sedangkan teknologi itu sendiri merupakan tulang punggung kemajuan suatu negara. Pada hakekatnya Pendidikan IPA di Indonesia bertujuan untuk:
a.       Memberi pengetahuan sebagai bekal hidup kepada anak tentang dunia dimana mereka hidup, agar anak tidak keliru terhadap alam sekitar.
b.      Memberi bekal pengetahuan praktis , agar anak dapat menyongsong dan menghadapi kehidupan modern yang serba praktis dan tepat.
c.       Menanamkan sikap hidup yang ilmiah; seperti sikap objektif, tidak tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan, terbuka, dapat membedakan antara fakta dan opini, bersifat hati-hati, dan mempunyai rasa ingin menyelidiki.
d.      Memberikan keterampilan yang dapat digunakan dalam mengatasi segala permasalahan yang ditemukan dalam kehidupannya.
e.       Menanamkan rasa hormat dan menghargai kepada penemu-penemu IPA, yang telah banyak berjasa bagi kesejahteraan dunia dan manusia.
f.       Menanamkan rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

Hakekat pendidikan IPA yang diuraikan di atas baru akan dapat tercapai jika semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan bahu membahu dalam usaha mencerdaskan manusia Indonesia. Tentunya semua itu baru dapat berjalan dengan baik jika ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai. Jika sarana dan prasaran penunjang tidak baik, maka usaha mencerdaskan manusia Indonesia seutuhnya akan sulit terwujud.

H.    Manfaat Ilmu Pengetahuan Alam
a.       Dalam Penyediaan Pangan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi dalam bidang penyediaan pangan melahirkan Panca Usaha Tani yang merupakan Program Pemerintah. Panca Usaha Tani meliputi varitas unggul, pupuk, pestisida, pola tanam dan pengairan.
1.      Varitas unggul adalah pilihan utama dari bibit yang pada penanaman diharapkan akan diperoleh buah yang bermutu unggul pula.
2.      Pupuk, yang merupakan bahan makanan pokok dari tanaman, yang merupakan hasil dari perkembangan Ilmu Pengetahuna Alam dan teknologi adalah Urea, Z.A, Superfosfat, Pupuk kompos, Pupuk kandang, dan lain-lain.
3.      Pestisida merupakan bahan kimia yang dipakai untuk memberantas hama dan penyakit yang merusak tanaman sehubungan dengan usaha-usaha mempertinggi hasil produksi. Beberapa pestisida antara lain : Insektisida, Herbisida, Fungisida.
4.      Pola tanam yang teratur akan mempermudah pengawasan dan pemeliharaan terhadap tanaman.
5.      Pengairan adalah adanya bendungan atau waduk penampungan air beserta saluran primer, sekunder, dan drainase untuk mengairi lahan pertanian.
b.      Penyediaan Sandang
Setelah adanya kemajuan Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi, telah dikembangkan jenis-jenis serat seperti nylon, rayon, tetoron, dakron, poliester, dan tetrek. Hal ini dikarenakan serat-serat sintetis dengan suatu katalisa yang cocok mempunyai sifat mekanik yang tinggi dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

c.        Penyediaan Papan
Dewasa ini, para ilmuwan berusaha untuk memanfaatkan lautan dan ruang angkasa sebagai pemukiman. Mereka membuat pulau-pulau disertai peternakan dan perkebunan laut. Sedangkan dalam jangka panjang, pemukiman diantariksa sedang dalam penelitian, walaupun untuk mewujudkan itu semua merupakan tantangan yang berat, namun mengingat kemampuan dan usaha manusia yang tinggi, kemungkinan yang dipaparkan di atas bukan lagi suatu impian kosong.

BAB III
PENUTUP
I.       Kesimpulan
Bahwa sains berfaedah Bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidangsains, sebab sains merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah sains. Orang tidak menjadi Insinyur elektronika yang baik, atau dokter yang baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai berbagai gejala alam.
Bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis; misalnya sains diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”. Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah; umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah demikian”. Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?” Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini.
Bila sains diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak. maka sains tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka. Mata pelajaran ini mempunyai: nilai–nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk keprbadian anak secara keseluruhan.