1.
Pengertian Intelegensi Secara Etimologis
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang
juga bersalal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan
Intelligentia”. Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh
Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn mengemukakan
adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal
pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa
Yunani disebut dengan “Nous”, sedangkan penggunaan kekuatannya
disebut “Noeseis”.
2.
Definisi Intelegensi Menurut Para Ahli.
· Alfred Binet,
tokoh perintis pengukuran intelegensi mendefinisikan intelegensi terdiri
dari tiga komponen, yaitu
1. Kemampuan untuk mengarahkan pikiran dan tindakan
2. Kemampuan untuk mengubah arah tindakan setelah tindakan
tersebut dilaksanakan
3. Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau
melakukan auto criticism
· Super dan Cities
mendefinisikan kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau belajar
dari pengalaman.
· J. P. Guilford
menjelaskan bahwa tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses
berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban
atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Sedangkan
kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu
kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi
yang diberikan. Lebih jauh, Guilford menyatakan bahwa intelegensi merupakan
perpaduan dari banyak faktor khusus.
· K. Buhler
mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman
atau pengertian.
· George D. Stoddard
(1941) menyebutkan intelegensi sebagai kemampuan untuk memahami
masalah-masalah yang bercirikan:
1. Mengandung kesukaran
2. Kompleks
3. Abastrak
4. Diarahkan pada tujuan
5. Ekonomis
6. Bernilai sosial
· Garett (1946)
mendefinisikan setidak-tidaknya mencakup kemampuan-kemampuan yang diperlukan
untuk memecahkan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan
simbol-simbol.
· William Stern (1953)
intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan
menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya.
· Bischof,
psikolog Amerika (1954) mendefinisikan kemampuan untuk memecahkan segala
jenis masalah.
· Lewis Hedison
Terman memberikan pengertian intelegensi sebagai kemampuan untuk berfikir
secara abstrak dengan baik (lih. Hariman, 1958).
· David Wechsler
(1958) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk bertindak secara
terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
· Thorndike (lih.
Skinner, 1959) sebagai seorang tokoh koneksionisme mengemukakan pendapatnya
bahwa orang dianggap intelegen apabila responnya merupakan respon yang baik
atau sesuai terhadap stimulus yang diterimanya.
· Freeman (1959)
memandang intelegensi sebagai
1. Kemampuan untuk menyatukan pengalaman-pengalaman,
2. Kemampuan untuk belajar dengan lebih baik,
3. Kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit
dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual, dan
4. Kemampuan untuk berpikir abstrak.
· Heidenrich (1970)
mendefinisikan kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah
dipelajari dalam usaha untuk menyesuaikan terhadap situasi-situasi yang kurang
dikenal atau dalam pemecahan masalah.
· Sorenson (1977)
intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak, belajar merespon dan
kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan.
· Suryabrata (1982)
intelegensi didefinisikan sebagai kapasitas yang bersifat umum dari individu
untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru atau problem yang
sedang dihadapi.
· Walters dan Gardnes
(1986) mendefinisikan intelegensi sebagai serangkaian
kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah atau produk
sebagai konsekuensi seksistensi suatu budaya tertentu.
· Secara garis besar
dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah
1. Kemampuan untuk berfikir secara konvergen (memusat) dan
divergen (menyebar)
2. Kemampuan berfikir secara abstrak
3. Kemampuan berfikir dan bertindak secara terarah,
bertujuan, dan rasional
4. Kemampuan untuk menyatukan pengalaman-pengalaman
5. Kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajari
5. Kemampuan untuk belajar dengan lebih baik,
6. Kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit
dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual
7. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dan merespon terhadap
situasi-situasi baru
8. Kemampuan untuk memahami masalah dan memecahkannya.
Karena intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi sebenarnya tidak dapat
diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan
nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri intelegensi yaitu :
1. Intelegensi merupakan suatu kemampuan
mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional (intelegensi dapat
diamati secara langsung).
2. Intelegensi tercermin dari tindakan
yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah
yang timbul daripadanya.
….Menurut David
Wechsler , inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara
terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan
mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu,
inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan
dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir
rasional itu.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi
adalah :
Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan
bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di
antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90.
Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar
0,40 – 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan
ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan
secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin
mereka tidak pernah saling kenal.
Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah
dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan
yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan
otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi,
rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting.
Inteligensi dan IQ
Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan
IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar.
Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence
Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.
Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan
seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan
membandingkan umur mental (Mental Age) dengan umur
kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan
yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan
kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur
kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan
dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena
setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada
titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.
Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor
Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang
dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas
khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes
Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog
dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan
utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai
rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan
ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah
diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern,
yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes
Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai
usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes
Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang
ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri
dari satu faktor yang umum saja (general factor),
tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori
Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut
teori faktor ini adalah WAIS ( Wechsler
Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC ( Wechsler
Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak
dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan
dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai
kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam
kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik.
Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi
yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu
setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude.
Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap
kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat
tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan
khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang
dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic
Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational
Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate
Record Examination (GRE).
Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory
adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational
Interest Survey.
Inteligensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku
yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses
kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak
selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa
kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi,
tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal
itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah
pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas
yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang
cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya
hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini
terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu
proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan
berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan.
Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang
bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau
kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan
akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan
pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat
berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan
SILABUS
Nomor : 23
Mata Kuliah : Pemeriksaan Psikologis II
Kode Mata Kuliah : PPB . 529
Bobot
: 2 SKS
Dosen : Dra. Hj. S. W. Indrawati (0809)
Drs. Nurhudaya, M.Pd. (0616)
Drs. Yaya Sunarya, M.Pd. (1005)
Dra. Hj. Euis Farida, M.Pd. (0592)
Program Studi : S-1 Bimbingan dan Konseling
Prasyarat : Lulus Pemeriksaan Psikologis I
Waktu Perkuliahan : Semester Genap (4)
A.
Deskripsi Mata Kuliah
Mata kulioah ini berisikan: (1) Tes
Inteligensi Progressive Matrices, Advance Progressive Matrices, dan Groupe Test Of Learning Capacity; (2)
Tes Bakat Differential Aptitude Tes,
Flanagan Aptitude Classification Tes, dan The Multi Aptitude Test; (3) Tes Minat Rothwell Miller Interest Blank
dan Kuder Preference Record Vocation;
dan (4) Tes Kepribadian Edward Personal
Preference Schedule dan Sixteen
Personality Faktor Questionaire
B. Pengalaman Belajar :
Selama mengikuti perkuliahan ini mahasiswa
diwajibkan mengikuti kegiatan: 1.
ceramah, tanya jawab dan diskusi di kelas
2.
penyajian makalah di kelas
3.
pengumpulan data lapangan
C. Evaluasi Hasil Belajar :
Keberhasilan mahasiswa dalam perkuliahan ini
ditentukan oleh prestasi yang bersangkutan dalam :
1.
partisipasi kegiatan kelas
2.
pembuatan dan penyajian makalah
3.
laporan literature (annotated bibliography )
4. UTS
dan UAS
D.
Uraian Pokok Bahasan Setiap Pertemuan :
- Membahas silabus perkuliahan dan
mengakomodasi berbagai masukan dari
mahasiswa untuk memberi kemungkinan revisi terhadap pokok bahasan
yang dianggap tidak penting dan memasukkan pokok bahasan yang di anggap
penting .Sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam silabus, pada pertemuan
ini dikemukakan pula tujuan ruang lingkup, prosedur perkulian, penjelasan
tentang tugas yang harus di lakukan mamasiswa, ujian yang harus diikuti
termasuk jenis soaldan cara menyelesaikan/menjawab pertanyaan dan
sumber-sumber.
- Membahas Tes Inteligensi Progressive Matrices meliputi :
a.
jenis atau bentuk tes
b.
pengadministrasian tes
c.
aspek-aspek yang di ungkap
d.
kelebihan dan kelemahan tes
e.
pengkonversian dan penafsiran hasil tes.
3. Membahas Tes Inteligensi Advanced Progressive Matrices meliputi :
a. jenis atau bentuk
tes
b.
peng – administrasian te
c.
aspek-aspek yang di ungka
d.
kelebihan dan kelemahan tes
e.
pengkonversian dan penafsiran hasil tes.
- Membahas Tes Inteligensi Groupe Test Of Learning Capacity :
a. jenis atau bentuk
tes
b.
peng – administrasian te
c.
aspek-aspek yang di ungka
d.
kelebihan dan kelemahan tes
e.
pengkonversian dan penafsiran hasil tes.
5. Membahas Tes Bakat Differential Aptitude Test
:
a. jenis atau bentuk
tes
b.
peng – administrasian te
c.
aspek-aspek yang di ungka
d.
kelebihan dan kelemahan tes
e.
pengkonversian dan penafsiran hasil tes.
6.
Membahas Tes Bakat Flanagan
Aptitude Classification Test :
a. jenis atau bentuk
tes
b.
peng – administrasian te
c.
aspek-aspek yang di ungka
d.
kelebihan dan kelemahan tes
e.
pengkonversian dan penafsiran hasil tes.
7. Membahas Tes Bakat The Multi Aptitude Test :
a. jenis atau bentuk
tes
b.
peng – administrasian te
c.
aspek-aspek yang di ungka
d.
kelebihan dan kelemahan tes
e.
pengkonversian dan penafsiran hasil tes.
8. UTS
9. Membahas Tes Minat Rothwell Miller Interest Blank
:
a. jenis atau bentuk
tes
b.
pengadministrasian tes
c.
aspek-aspek yang di ungkap
d. kelebihan dan kelemahan tes
e. penafsiran hasil tes.
10. Membahas Tes Minat Kuder Preference Record Vocation :
a. jenis atau bentuk
tes
b. pengadministrasian tes
c. aspek-aspek yang di ungkap
d. kelebihan dan kelemahan tes
e. penafsiran hasil tes.
11. Simulasi Tes
12. Tugas
13. Membahas Tes Kepribadian Edward Personal Preference Schedule :
a. jenis atau bentuk
tes
b. pengadministrasian tes
c. aspek-aspek yang di ungkap
d. kelebihan dan kelemahan tes
e.
penafsiran hasil tes.
14. Membahas Tes Kepribadian Sixteen Personality Factor Questionaire :
a. jenis atau bentuk
tes
b. pengadministrasian tes
c. aspek-aspek yang di ungkap
d. kelebihan dan kelemahan tes
e. penafsiran hasil tes.
15.
Praktikum Tes Inteligensi
16. Praktikum Tes Bakat
17. Praktikum Tes Kepribadian dan Tes Minat
18. UAS
SEJARAH TES INTELIGENSI
Pada awalnya telah dipraktekan oleh
negara cina sejak sebelum dinasti Han, yang dilakukan oleh jenderal cina, untuk
menguji rakyat sipil yang ingin menjadi legislatif berdasarkan pengetahuan
menulis klasik, persoalan administratif dan manajerial.
Kemudian dilanjutkan sampai pada masa
dinasti Han (200 SM- 200 M), namun seleksi ini tidak lagi untuk legislatif
saja, tetapi mulai merambah pada bidang militer, perpajakan, pertanian, dan
geografi. Meskipun diawali dengan sedikit mencontoh pada seleksi militer
perancis dan Inggris. Sistem ujian telah disusun dan berisi aktivitas yang berbeda,
seperti tinggal dalam sehari semalam dalam kabin untuk menulis artikel atau
puisi, hanya 1 % sampai dengan 7 % yang diijinkan ikut ambil bagian pada ujian
tahap kedua yang berakhir dalam tiga hari tiga malam. Menurut Gregory (1992),
seleksi ini keras namun dapat memilih orang yang mewakili karakter orang Cina
yang kompleks. Tugas-tugas militer yang berat cukup dapat dilakukan dengan baik
oleh para pegawai yang diterima dalam seleksi fisik dan psikologi yang intensif
Tokoh-tokoh yang berperan antara lain
adalah Wundt. Beliau merupakan psikolog pertama yang menggunakan laboratorium
dengan penelitiannya mengukur kecepatan berpikir. Wundt mengembangkan sebuah
alat untuk menilai perbedaan dalam kecepatan berpikir. Sedangkan Cattel (1890)
menemukan tes mental pertama kali. Yang memfokuskan pada tidak dapatnya
membedakan antara energi mental dan energi jasmani. Meskipun Pada dasarnya tes
mental temuan Cattel ini hampir sama dengan temuan Galton.
Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah
Alfred Binet. Selain kontribusi nyata pribadi beliau dengan menciptakan tes
intelegensi, beliau juga bekerja sama dengan Simon (1904) untuk membuat
instrumen pengukur intelegensi dengan skala pengukuran level umum pada soal-
soal mengenai kehidupan sehari- hari. Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini
mengembangkan penggunaan tes intelegensi dengan tiga puluh items berfungsi
mengidentifikasikan kemampuan sekolah anak. Tahun 1912, Stres membagi mental
age dengan cronological age sehingga muncul konsep IQ.
Tokoh selanjutnya yang cukup berperan
adalah Spearman dan Persun, dengan menemukan perhitungan korelasi statistik.
Perkembangan selanjutnya dibuatlah suatu standar internasional yang dibuat di
Amerika Serikat berjudul “Standards for Psychological and Educational Test”
yang digunakan sampai sekarang. Kini tes psikologi semakin mudah, praktis, dan
matematis dengan berbagai macam variasinya namun tanpa meninggalkan pedoman
klasiknya. Psikodiagnostik adalah sejarah utama dari tes psikologi atau yang
juga disebut psikometri.
PENGERTIAN INTELIGENSI
Menurut Alfred Binet (1857-1911) &
Theodore Simon, inteligensi terdiri dari tiga komponen, yaitu kemampuan untuk
mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila
tindakan itu telah dilaksanakan, dan kemampuan untuk mengritik diri sendiri
(autocriticism).
Lewis Madison Terman pada tahun 1916
mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara
abstrak.
H. H. Goddard pada tahun 1946
mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dan untuk mengantisipasi
masalah-masalah yang akan datang.
V.A.C. Henmon mengatakan bahwa
inteligensi terdiri atas dua faktor, yaitu kemampuan untuk memperoleh
pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.
Baldwin pada tahun 1901
mendefinisikan inteligensi sebagai daya atau kemampuan untuk memahami.
Edward Lee Thorndike (1874-1949) pada tahun
1913 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan dalam memberikan respon yang
baik dari pandangan kebenaran atau fakta.
George D. Stoddard pada tahun 1941
mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memahami masalah-masalah
yang bercirikan mengandung kesukaran, kompleks, abstrak, ekonomis, diarahkan
pada suatu tujuan, mempunyai nilai sosial, dan berasal dari sumbernya.
Walters dan Gardber pada tahun 1986
mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian
kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah, atau produk
sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu.
Flynn pada tahun 1987
mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan
kesiapan untuk belajar adari pengalaman.
David Wechsler, intelegensi adalah
kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi
lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir
secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang
merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi intelegensi adalah:
Ø faktor bawaan atau
keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi
nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. sedangkan di antara 2 anak
kembar, korelasi nilai tes Iqnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya
adalah pada anak yang di adopsi. IQ mereka berkorelasi antara 0,40 – 0,50
dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan ayah dan ibu
angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah,
IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mereka tidak pernah saling
kenal.
Ø faktor Lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada
dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan
perubahan-perubahan yang berarti. Intelegensi tentunya tidak bisa terlepas dari
otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain
gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan
juga memegang peranan yang amat penting.
Intelegensi dan IQ
Orang seringkali menyamakan arti
intelegensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang
sangat mendasar. Arti intelegensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau
tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah
alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi
mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan
seseorang secara keseluruhan. Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan
membandingkan umur mental (mental age)
dengan umur kronologik (chronological age).
Bila kemampuan individu dalam memecahkan
persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut
sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat
itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. skor ini kemudian dikalikan
100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah
karena setelah otak mengalami kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi,
bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.
Pengukuran Intelegensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan
Theodor Simon, 2 orang psikolog Perancis merancang suatu alat evaluasi yang
dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas
khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binnet-Simon.
Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang
psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari Tes Binet-Simon.
Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan
sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil
perbaikan ini disebut Tes Stanford_binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah
diperkenalkan oleh psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian
dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford_Binet ini banyak
digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak samapai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas Tes Binet-Simon
atau Tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam
bidang ini, Charles Spearman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri
dari satu faktor yang umum saja (General factor), tetapi juga terdiri dari
faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut teori faktor (Factor
Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini
adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC
(Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Disamping alat-alat tes di atas, banyak
dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan
dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Intelligensi dan Bakat
Inteligensi merupakan suatu konsep
mengenai kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkkungannya.
Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik.
Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi
yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan
tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau
Aptitude. Karena suatu tes Inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan
khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap
kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang
dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan
Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational
Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic aptitude Test
adalah Tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan
contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah
Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Intelligensi dan
Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri
dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari
suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan
inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada
anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan
inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak
mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas
yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat
kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat
korelasi yangcukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan
adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu
mengapa hal ini terjadi. J.P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah
suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan
berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya,
tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat
konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang
logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola
pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses
berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai
kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
Alfred Binet (1875-1911) memulai suatu
usaha pengukuran intelligensi dengan mengikuti metoda Paul Broca yang saat itu
sangat popular di kalangan ilmuwan. Pengukuran intelligensi termaksud dilakukan
dengan cara mengukur lingkaran tempurung kepala anak-anak (kraniometri).
Ketika di tahun 1904 Binet kembali
menekuni usaha pengukuran inteligensi, ia meninggalkan sama sekali pendekatan
kraniometri dan berpaling ke metoda yang lebih psikologis. Binet mulai membuat alat baru yang dirancang untuk
mengukur ketajaman bayangan ketahanan
dan kualitas perhatian, ingatan, kualitas penilaian moral dan estetika, dan
kecakapan menemukan kesalahan logika serta memahami kalimat-kalimat. Sejarah
menggariskan bahwa Binet menjadi seorang pemancang tonggak awal perkembangan
tes-tes inteligensi modern di seluruh dunia. Pada oktober 1904 Binet diberi
tugas oleh menteri pengajaran Prancis untuk meneliti masalah anak-anak lemah
mental di sekolah-sekolah Prancis. Untuk itu diperlukan suatu alat ukur
yangmampu membedakan mana anak yang lemah mental dan mana yang tidak. Seorang
dokter bernama Theodore Simon bersama binet membuat skala inteligensi yang
dikenal sebagai Skala Binet-Simon. Skala itu dikenal juga sebagai Skala 1905,
terdiri dari 30 soal yang disusun berdasarkan tingkat kesukaran yang semakin
meningkat. Dalam skala 1905 itu tidak terdapat petunjuk yang pasti mengenai
bagaimana cara menghitung skor yang diperoleh seorang anak.
Pada skala kedua yang dikenal sakala
1908, jumlah tesnya diperbanyak dan beberapa tes pada skala pertama yang
terbukti tidak begitu baik dibuang. Kemdian skor anak dalam tes dinyatakan
dalam bentuk usia mental yang sama dengan usia kronologis anak normal yang
berhasil mengerjakan tes pada level tersebut. Pengertian usia mental adalah
sama dengan level mental yang merupakan istilah yang lebih disukai oleh Binet.
Skala Binet-Simon yang terakhir terbit
pada 1911 (tahun kematian Binet). Beberapa tes baru ditambahkan pada
level-level usia tertentu dan dilakukan pula perluasan soal sampai mencakup
pada level usia mental dewasa. Revisi Amerika yang paling terkenal dilakukan
oleh Lewis Madison Terman di Stanford University tahun 1916. Sejak itu, skala
Sanford-Binet menjadi skala standar dalam psikologi klinis, psikiatri, dan
konseling pendidikan.
Pada tahun 1960, mengalami revisi
penting. Yaitu (a) konsep IQ deviasi dari Wechsler mulai digunakan pada skala
ini dengan cakupan angka mulai dari 30 sampai dengan 170.(b) Skala
Stanford-Binet yang semula terdiri atas dua bentuk parallel yaitu Form L dan
Form M dijadikan satu Form L-M. dan (c) Tabel konversi IQ diperluas sehingga
mencakup pula usia 17 dan 18. Terakhir, versi terbaru skala Stanford-Binet
terbit tahun 1986 memuat 4 kelompok penalaran dan berisi berbagai mecam tes
baron.
Stanford-Binet
Intelligence Scale
Revisi terhadap Skala Stanford-Binet
yang diterbitkan pada tahun 1972, yaitu norma penilaiannya yang diperbaharui.
Tes-tes dalam skala ini dikelompokkan menurut berbgai level usia mulai dari
Usia II sampai dengan Usia Dewasa-Superior. Dalam masing-masing tes untuk
setiap level usia terisi soal-soal dengan taraf kesukaran yang tidak jauh
berbeda. Bagi setiap level usia terdapat pula tes pengganti yang setara,
sehingga apabila suatu tes pada level usia tertentu tidak dapat digunakan
karena sesuatu hal maka tes penggantipun dapat dimanfaatkan.
Skala Stanford-Binet dikenakan secara
individual dan soal-soalnya diberikan secara lisan oleh pemberi tes. Oleh
karena itu pemberi tes haruslah orang yang mempunyai latar belakang pendidikan
yang cukup di bidang psikologi, sangat terlatih dalam penyajian tesnya, dan mengenal
betul isi berbagai tes dalam skala tersebut.Skala ini tidak cocok untuk
dikenakan pada orang dewasa, karena level tersebut merupakan level intelektual
dan dimaksudkan hanya sebagai batas-batas usia mental yang mungkin dicapai oleh
anak-anak.
Versi terbaru skala Stanford-Binet
diterbitkan pada tahun 1986. Dalam revisi terakhir ini konsep inteligensi
dikelompokkan menjadi empat tipe penalaran yang masing-masing diwakili oleh
beberapa tes. Yaitu penalaran verbal, penalaran kuantitatif, penalaran visual abstrak,
memori jangka pendek.
Revisi skala Binet
Dilakukan pertama kali di tahun 1916.
Perubahan benar-benar dilakukan sehingga menampilkan suatu tes baru. Untuk
pertama kalinya digunakan istilah IQ. Revisi kedua di tahun 1937. Skala
diperluas dan distandardisasi ulang berdasar sampel masyarakat AS. Revisi
ketiga dilakukan di tahun 1960, menyediakan satu bentuk tunggal yang memuat
soal-soal terbaik dari bentuk 1937. Di tahun 1972, tes ini di-restandardisasi.
Penyelenggaraan tes dan Penentuan Skor
menggunakan buku-buku kecil berisi kartu-kartu tercetak untuk presentasi,
flip-over soal tes, objek tes misal balok, manik, papan bentuk, sebuah gambar
besar boneka yang uniseks dan multietnik, buku kecil untuk tester, serta
pedoman penyelenggaraan dan pen-skoran skala.
Dalam penyelenggaraan tes
Stanford-Binet, kita membutuhkan penguji yang amat terlatih. Ragu-ragu dan gugup bisa
menghancurkan rapport, apalagi jika
peserta tes masih muda.
David Wechsler memperkenalkan versi
pertama tes inteligensi yang dirancang khusus untuk digunakan bagi orang
dewasa. Terbit pada tahun 1939 dan dinamai Wechsler-Bellevue Intelligence Scale
(WBIS), disebut juga skala W-B.
Pada tahun 1949 Wechsler menerbitkan
pula skala inteligensi untuk digunakan pada anak-anak yang dikembangkan
berdasar isi skala W-B. Skala ini diberi nama Wechsler Intelligence Scale for
Children (WISC). Isinya terdiri dari dua sub bagian Verbal (V) dan sub bagian
Performance (P).
Pada tahun 1974 suatu revisi terhadap
tes WISC dilakukan kembali dengan nama WISC-R (R adalah revised). Di tahun
1955, Wechsler menyusun sakala lain untuk orang dewasa dengan memperluas isi
tes WISC. Skala ini bernama Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). Revisi
terhadap WAIS telah dilakukan dan diterbitkan pada tahun 1981 dengan nama
WAIS-R.
Di fakultas Psikologi UGM, penerjemahan
tersebut dilakukan pada WAIS versi 1955 dan belum disertai dengan pengujian
empiris yang seksama terhadap kualitas aitem yang selesai dialihbahasakan.
The Wechsler Inteligence
Scale for Children-Revised (WISC-R)
Skala Wechsler pertama terbit tahun 1939. Ada
tiga macam skala Wechsler:
1.
WISC
(Wechsler Intelligence Scale for Children) di tahun 1949. Banyak soal diambil
langsung dari tes orang dewasa. WISC third
edition Untuk usia 6-16 tahun 11 bulan.
2.
WAIS
(Wechsler Adult Intelligence Scale) di tahun 1955. Untuk usia 16-74 tahun.
3.
Wechsler Preeschool
and Primary Scale of Intelligence-Revised tahun 1989. Tes ini untuk rentang
usia 3-7 tahun 3 bulan.
Masing-masing skala terdiri dari minimum lima subtes dan
maksimum tujuh subtes.
Revisi skala WISC yang dinamai WISC-R
diterbitkan tahun 1974 dan dimaksudkan untuk mengukur inteligensi anak-anak
usia 6 sampai dengan 16 tahun. WISC-R terdiri atas 12 subtes yang dua
diantaranya digunakan hanya sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian
subtes.
Kekurangan skala Wechsler: kurangnya
pendasaran teoritis yang menyulitkan penemuan basis interpretasi yang koheren.
Selain itu juga komposisi skala-skala ini tampak menganggap bahwa domain
kemampuan yang dipilih oleh subtesnya dalam semua tuingkat umur sama.
Skala Verbal :
Information
Comprehension
Arithmetic
Similarities
Vocabulary
Digit Span
Skala Performansi :
Picture
Picture Arrangement
Block Design
Object Assembly
Coding
Mazes
Pemberian skor pada subtes WISC-R
didasarkan atas kebenaran jawaban dan waktu yang diperlukan oleh subjek dalam
memberikan jawaban yang benar tersebut. Skor tersebut kemudian diterjemahkan ke
dalam bentuk angka standar melalui table norma sehingga akhirnya diperoleh satu
angka IQ-deviasi untuk skala verbal, satu angka IQ-deviasi untuk keseluruhan skala.
The Wechsler Adult
Intelligence Scale-Revised (WAIS-R)
WAIS-R terdiri dari skala verbal dan
skala performansi. Skala Verbal terdiri dari:
1.
Informasi
Berisi 29 pertanyaan mengenai
pengetahuan umum yang dianggap dapat diperoleh oleh setiap orang dari lingkungan
sosial dan budaya sehari-hari dimana ia berada.
2.
Rentang Angka
Berupa rangkaian angka antara 3 sampai 9
angka yang disebutkan secara lisan dan subjek diminta untuk mengulangnya dengan
urutan yang benar.
3.
Kosa Kata
Berisi 40 kata-kata yang disajikan dari
yang paling mudah didefinisikan sampai kepada yang paling sulit.
4.
Hitungan
Berupa problem hitungan yang setaraf
dengan soal hitungan di sekolah dasar.
5.
Pemahaman
Isi subtes ini dirancang untuk
mengungkap pemahaman umum.
6.
Kesamaan
Berupa 13 soal yang menghendaki subjek
untuk menyatakan pada hal apakah dua benda memiliki kesamaan.
Untuk skala performansi
adalah sebagai berikut:
1.
Kelengkapan Gambar
Subjek diminta menyebutkan bagian yang
hilang dari gambar dalam kartu yang jumlahnya 21 kartu.
2.
Susunan Gambar
Berupa delapan seri gambar yang
masing-masing terdiri dari beberapa kartu yang disajikan dalam urutan yang
tidak teratur.
3.
Rancangan Balok
Terdiri atas suatu seri pola yang
masing-masing tersusun atas pola merah-putih. Setiap macam pola diberikan di
atas kartu sebagai soal.
4.
Perakitan Objek
Terdiri dari potongan-potongan langkap
bentuk benda yang dikenal sehari-hariyang disajikan dalam susunan tertentu.
5.
Simbol Angka
Berupa Sembilan angka yang masing-masing
mempunyai simbolnya sendiri-sendiri. Subjek diminta menulis symbol untuk
masing-masing angka di bawah deretan angka yang tersedia sebanyak yang dapat
dia lakukan selama 90 detik.
WPPSI-R
Yaitu Wechsler Preschool and Primary
Scale. Untuk usia 3 tahun sampai 7 tahun 3 bulan.
Advance Progressive
Matrices
Disusun oleh J.C Raven pada tahun 1943
Bentuk yang tersedia
Tes APM terdiri dari 2 set dan bentuknya
non-verbal. Set 1 disajikan dalam buku tes yang berisikan 12 butir soal. Set II
berisikan 36 butir soal tes.
Aspek yang diukur
Tes APM dimaksudkan untuk mengungkap
kemampuam efisiensi intelektual. Tes APM ini sesungguhnya untuk membedakan
secara jelas antara individu-individu yang berkemampuan intelektual lebih dari
normal bahkan yang berkemampuan intelektual superior.
Tujuan
Untuk mengatur tingkat intelegensi, di
samping untuk tujuan analisis klinis.
Colours Progressive
Matrices
Bentuk yang tersedia
Bentuk tes CPM ada dua macam yaitu
berbentuk cetakan buku dan yang lainnya berbentuk papan dan gamabr-gambarnya
tidak berbeda dengan yang di buku cetak. Materi tes terdiri dari 36
item/gambar. Item ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok atau 3 set yaitu set A,
set Ab dan set B. item disusun bertingkat dari item yang mudah ke item yang
sukar. Tiap item terdiri dari sebuah gambar besar yang berlubang dan dibawahnya
terdapat 6 gambar penutup. Tugas testi adalah memilih salah satu diantara
gambar ini yang tepat untuk menutupi kekosongan pada gambar besar. Pada
dasarnya kedua bentuk tersebut dalam pelaksanaan tes memberikan hasil yang
sama. (Raven, 1974)
Kedua bentuk tes CPM dicetak berwarna,
dimaksudkan untuk menarik dan memikat perhatian anak-anak kecil. (Raven, 1974)
Aspek yang diukur
Raven berpendapat bahwa tes CPM
dimaksudkan untuk mengungkap aspek:
1.
berpikir logis
2.
kecakapan pengamatan ruang
3.
kemampuan untuk mencari dan mengerti
hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagian, jadi termasuk kemampuan analisa
dan kemampuan integrasi
4.
kemapuan berpikir secara analogi.
Tujuan
Tes CPM dapat digunakan untuk mengungkap
taraf kecerdasan bagi anak-anak yang berusia 5 samapai 1 tahun. Di samping itu
juga digunakan untuk orang-orang yang lanjut usia dan bahkan utnuk anak-anak
defective
Culture Fair Intelligence
Test (CFIT), Scale 2 and 3 From A and From B
Bentuk yang tersedia
Buku soal dan lembar jawaban yang
terpisah.
Aspek yang diukur
Tes ini mengukur factor kemampuan mental
umum (g-factor)
Tujuan
Tes ini dipergunakan untuk keperluan
yang berkaitan dengan factor kemampuan mental umum atau kecerdasan. Skala 2
untuk anak-anak usia 8-14 tahun dan untuk orang dewasa yang memiliki kecerdasan
di bawah normal. Skala 3 untuk usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa
dengan kecerdasan tinggi.
The Standard Progressive
Matrices (SPM)
Merupakan salah satu contoh bentuk skala
inteligensi yang dapat diberikan secara individual ataupun kelompok. Skala ini
dirancang oleh J.C. Raven dan terbit pada tahun 1960. SPM merupakan tes yang bersifat
nonverbal, artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam bentuk tulisan
ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar. Raven sendiri menyebut
skala ini sebagai tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes
inteligensi umum.
SPM tidak memberikan suatu angka IQ akan
tetapi menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam
beberapa kategori, menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, yaitu:
Grade I :
Kapasitas intelektual Superior.
Grade II :
Kapasitas intelektual Di atas rata-rata
Grade III : Kapasitas intelektual Rata-rata.
Grade IV :
Kapasitas intelektual Di bawah rata-rata.
Grade V :
Kapasitas intelektual Terhambat.
The
Kauffman Assesment Battery for
Children (K-ABC)
Kumpulan tes ini menghasilkan empat skor
global: Pemrosesan Berurutan, Simultan, Komposit, dan Pemrosesan Mental.
Pemrosesan Simultan dipresentasikan tujuh subtes sementara Pemrosesan Berurutan
dipresentasikan oleh tiga subtes. K-ABC dimaksudkan untuk mengakomodasi
kebutuhan pengetesan bagi kelompok-kelompok khusus, seperti anak-anak cacat dan
anak-anak dari kelompok minoritas kultural dan bahasa, dan untuk membantu
diagnosis ketidakmampuan belajar.
Terfokus pada pengolahan informasi.
K-ABC merupakan rangkaian tes yang relatif baru yang diperuntukkan bagi
anak-anak usia 2,5 sampai 12,5 tahun. Tes ini diciptakan oleh Alan S. Kaufman
dan Nadeen L. Kaufman dari University of Alabama. Karena kurang mengandalkan
kemampuan verbal, K-ABC bisa merupakan pengukuran pilihan untuk anak-anak yang
kemahiran bahasa inggrisnya terbatas atau pendengarannya rusak.
Skala-skala inteligensi dalam baterai
ini adalah:
ü Sequential Processing
Scale
Yaitu skala yang mengungkap kemampuan
memecahkan permasalahan secara bertahap dengan penekanan pada hubungan serial
atau hubungan temporal di antara stimulus.
ü Simultaneous Processing
Scale
Skala yang bertujuan mengungkap
kemampuan anak memecahkan permasalahan dengan cara mengorganisasikan dan
memadukan banyak stimuli sekaligus dalam waktu yang sama.
Baterai dalam skala ini juga menyajikan
kombinasi Sequential dan Simultaneous Processing yang masing-masing disebut
Mental Processing Composite Scale, Achievement Scale, dan Non-verbal Scale.
Kaufman Addolesent And
Adult Inteligence Test (KAIT)
Tes ini dirancang untuk usia 11 hingga
85 tahun atau lebih. Tes ini menampilkan upaya untuk mengintegrasikan teori
tentang inteligensi cair dan kristal. Skala yang dikristalisasikan mengukur
konsep-konsep yang didapat dari proses sekolah dan akulturasi. Skala cairan
mengukur kemampuan untuk menyelesaikan problem-problem baru. Soal-soal dalam
tes ini cenderung menuntut semacam penyelesaian masalah dari pikiran
operasional formal Piaget dan fungsi-fungsi evaluatif perencanaan yang menjadi
ciri pemikiran orang dewasa.
Kaufman Brief Inteligence
Test (K-BIT)
Tes ini mencakup usia 4 hingga 90 tahun.
Tes ini dirancang sebagai instrumen penyaringan yang cepat untuk memperkirakan
tingkat fungsi intelektual.
PENGGUNAAN TES INTELIGENSI
Tes-tes inteligensi umum yang dirancang untuk digunakan
anak-anak usia sekolah atau orang dewasa biasanya untuk mengukur kemampuan
verbal untuk kadar lebih rendah, tes-tes ini mencakup kemampuan-kemampuan yang
berhubungan dengan simbol numerik dan simbol-simbol abstrak lainnya. Kemampuan-kemampuan
ini dianggap dominan dalam proses belajar di sekolah.
Kebanyak tes inteligensi dapar dipandang sebagai ukuran
kemampuan belajar atau inteligensi akademik. IQ adalah cerminan dari prestasi
pendidikan sebelumnya dan alat prediksi kinerja pendidikan selanjutnya.
Karena fungsi-fungsi yang diajarkan dalam sistem pendidikan
merupakan hal yang penting yang mendasar dalam budaya yang modern dan maju
secara teknologis, skor pada tes inteligensi akademik juga merupakan alat
prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang pekerjaan serta
aktivitas-aktivitas lain dalam hidup sehari-hari.
Ada banyak fungsi psikologis yang tidak pernah diukur oleh
tes-tes inteligensi. Contohnya kemampuan mekanik, motorik, musik, artistik,
dll. Variabel-variabel motivasi, emosi, dan sikap adalah penentu penting
prestasi di semua bidang.
KETERBATASAN TES
INTELIGENSI
Skor tes IQ sering dijadikan sebagai
ukuran kecerdasan seorang anak di Indonesia. Padahal skor tersebut tidak
berdiri sendiri melainkan saling
berhubungan dengan pola asuh, interaksi antara anak dengan orang tua,
pola belajar, dan faktor lingkungan. Intelegensi meurut para ahli adalah
kemampuan mental dalam berpikir logis dengan melibatkan rasio.
Pengukuran mental tidaklah dapat
dilakukan secermat pengukuran terhadap aspek
fisik atau terhadap materi konkret. Seperti yang kita pahami, intelegensi
tidak dapat diamati secara langsung, namun intelegensi dapat diketahui dengan
skor-skor tertentu, dan untuk memperoleh skor ini kemudian diadakan tes-tes
yang berupa sample perilaku yang merupakan manisfetasi dari proses mental. Tes
Intelegensi adalah alat ukur kecerdasan yang hasilnya berupa skor. Tetapi skor
tersebut hanya merupakan bagian kecil mengenai tingkat kecerdasan seseorang dan
merupakan gambaran kecerdasan secara keseluruhan
Skor bukan satu-satunya hal mutlak untuk
memutuskan tingkat kecerdasan seseorang. Howard Gardner, psikolog pendidikan
asal Amerika yang terkenal dengan teori multiple
inttelligencenya menyatakan bahwa kecerdasan intelektual merupakan satu
dari beberapa kecerdasan yang dimiliki seseorang. Kecerdasan-kecerdasan itu
antara lain bahasa, matematis, berpikir logis, musik, visual, dan gerak. Namun
alat ukur kecerdasan ganda tersebut masih dikembangkan oleh Gardner.
Yang patut dicemaskan saat ini adalah
banyak lembaga pendidikan yang mewajibkan calon siswanya untuk mengikuti tes IQ
terlebih dahulu sebagai persyaratan mutlak penerimaan siswa baru. Bahkan ada
beberapa sekolah yang mensyaratkan tes IQ minimal 120 skala Weschler. Bahkan
ada beberapa anak yang disarankan untuk masuk ke Sekolah Luar Biasa karena skor
mereka kurang dari 120 skala Weschler tanpa mempertimbangkan latar belakang
anak terlebih dahulu.
Setidaknya ada tiga faktor yang
berhubungan dengan tes IQ:
1. Reliabilitas, yaitu sejauh mana hasil
tes tersebut dapat dipercaya.
2. Validitas, yaitu sejauh mana alat ini
mampu mengukur apa yang hendak diukur
3. Standarisasi, yaitu apakah alat yang
dipakai sesuai dengan norma masyarakat sekitars
Oleh karena itu penggunaan tes IQ harus
dilakukan dengan bijaksana. Tes IQ jangan dijadikan sebagai tolak ukur
satu-satunya dalam menentukan potensi seseorang. Hasil tes inteligensi yang
tinggi sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang oleh
faktor-faktor lain yang kondusif, begitu juga sebaliknya.
lihat juga :